Advertisement
Resesi Bakal Memukul Masyarakat Kelas Menengah ke Bawah
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Resesi ekonomi diperkirakan bakal memukul kelas menengah ke bawah. Ekonom menyebut pemerintah harus terus memperhatikan bantuan sosial tunai kepada kelompok masyarakat ini.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira di Jakarta, Jumat, mengusulkan agar pemerintah menaikkan bantuan langsung tunai (BLT) yang sebesar Rp600.000 per orang, menjadi Rp1,2 juta per orang per bulan.
Advertisement
“Saat ini belum mencukupi karena BLT misalnya hanya Rp600.000 per orang per bulan. Idealnya Rp1,2 juta per bulan per orang dengan asumsi setiap orang menanggung tiga anggota keluarga,” ujar Bhima seperti dikutip Minggu (18/10/2020).
Bhima menjelaskan masyarakat yang termasuk dalam kelompok 40% terbawah akan sangat terdampak resesi.
Saat resesi, masyarakat diimbau untuk memiliki tabungan dan dana darurat yang cukup guna mengantisipasi berkurangnya atau bahkan hilangnya pendapatan. Namun, “Kelompok ini bahkan tidak memiliki tabungan karena pendapatan yang didapat sudah habis untuk memenuhi kebutuhan pokoknya,” kata Bhima.
Pemandangan kontras justru terjadi pada kelompok menengah atas. Kelompok ini saat pandemi COVID-19 dan saat gejala resesi terjadi justru menimbun dananya di produk tabungan yang mudah dicairkan, atau produk investasi surat berharga pemerintah untuk memperoleh keuntungan jangka panjang. Dalam jangka pendek, mereka cenderung melipatgandakan dana darurat untuk mengantisipasi jika resesi ekonomi terjadi secara berkepanjangan.
“Sementara itu kelas menengah atas uangnya masih ada tapi disimpan di bank atau di surat utang pemerintah,” ujar Bhima.
Jika melihat data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memang terdapat pertumbuhan simpanan masyarakat di perbankan yang cukup signifikan terutama untuk tabungan dengan nominal jumbo.
Dana Perbankan
Merujuk data terakhir di Agustus 2020, dana pihak ketiga (DPK) perbankan per Agustus 2020 tumbuh sebesar 11,64 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Pertumbuhan itu melanjutkan tren menumpuknya dana di perbankan pada Juli 2020, ketika pertumbuhan DPK mencapai 8,53 persen (yoy).
Melihat lebih dalam lagi, pertumbuhan tertinggi DPK ternyata terjadi pada kelompok simpanan dengan nominal di atas Rp5 miliar yang bertumbuh 15,2 persen (yoy) menjadi Rp3.186 triliun. Kemudian kelompok Rp500 juta hingga Rp1 miliar, bertumbuh 10,1 persen (yoy), dan selanjutnya kelompok simpanan Rp200 juta hingga Rp500 juta yang sebesar 9,5 persen (yoy).
Pemerintah sudah memberi sinyal bahwa Indonesia memasuki fase resesi di kuartal III (Juli-September) 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 berada di kisaran minus 1% sampai minus 2,9%, atau melanjutkan kontraksi ekonomi di kuartal II 2020 yang minus 5,23%.
Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi baru mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2020 pada 5 November 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
Advertisement
Ganjar Tidak Mendapat Undangan Penetapan Presiden dan Wapres Terpilih 2024 Hari Ini
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Nilai Tukar Rupiah Remuk, DPD REI DIY: Tidak Menjadikan Bisnis Properti Kolaps
- Seusai Lebaran, Harga Bawang Merah Jadi Mahal
- Lahan Panen DIY April 2024 Diperkirakan 35.557 Hektare, Gunungkidul Terluas
- PLN Mobile Proliga 2024 Siap Digelar, Kolaborasi Dukungan Untuk Pengembangan Voli di Tanah Air
- Cuaca Tak Menentu Bikin Harga Bawang Merah Melonjak Drastis
Advertisement
Advertisement