Advertisement
Peneliti: Tumpukan Utang Era Jokowi Beban Besar bagi Milenial hingga Gen Z

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Utang Indonesia saat ini diperkirakan akan berdampak pada generasi mendatang, khususnya generasi milenial. Hal itu disebutkan peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Intitute of Development for Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian.
Saat ini, Indonesia memiliki utang sebesar Rp6.074,56 triliun per Desember 2020, atau bertambah 27,1 persen sebesar Rp1.269 triliun dibandingkan 2019.
Advertisement
Menurut Dzulfian, utang jangka panjang Indonesia, baik publik maupun swasta, berpotensi besar memengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Penumpukan utang akan menjadi beban bagi generasi produktif saat ini untuk membayarnya, dan berpotensi menimbulkan konflik antar generasi.
Baca juga: DPR: Jangan Hambat Pengembangan Vaksin Nusantara
Generasi yang dimaksud Dzulfian adalah generasi Y (milenial), generasi Z, dan tua (baby boomer) atau yang disebutnya “kolonial”.
Dia mengatakan komposisi pengambil kebijakan saat ini didominasi oleh generasi kolonial, termasuk kebijakan ekonomi terkait dengan utang. Sedangkan, representasi generasi muda baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, terbilang minim.
“Jadi wajar apabila aspirasi mereka tidak terepresentasikan,” jelas Dzulfian dalam diskusi publik bertajuk ‘Kinerja BUMN dan Tumpukan Utang’ oleh Indef, Rabu (24/3/2021).
Baca juga: Jubir Wapres: Soal Halal Haram Vaksin AstraZeneca Tak Perlu Diragukan
Berdasarkan data CEIC yang diolahnya, utang publik dan swasta sama-sama meningkat sejak era kepresidenan Jokowi. Swasta bahkan lebih gemar berutang dengan tenor jangka panjang, sedangkan utang jangka pendek relatif stabil.
Selain itu, utang swasta dan publik berbeda di sisi pilihan denominasi mata uangnya. Swasta cenderung memilih utang dalam mata uang asing, sedangkan publik cenderung memilih domestik. Menurut Dzulfian, hal tersebut disebabkan kebijakan pemerintah yang lebih populis.
“Utang dalam negeri lebih diterima masyarakat secara politis, kalau berbau asing agak reluctant. Padahal, utang dalam negeri itu bunganya lebih mahal, akhirnya kebijakan populis, namun merugikan negara,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Bongkar Keramba Ikan Hingga Kandang Ayam Normalisasi Sungai Code
Advertisement

Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Antam, UBS dan Galeri24 Hari Ini Turun, Cek di Sini
- Pengamat Sebut Diskon Tarif Pesawat Nataru Tak Berdampak Signifikan
- BI DIY Sebut Sampai Saat Ini Belum Ada Laporan QRIS Palsu
- Realisasi Investasi Dalam Negeri Triwulan III Capai Rp491,4 Triliun
- Komitmen Anti Fraud, Pegadaian Perkuat Kepatuhan dan Transparansi
- Harga Cabai Merah Naik, Bawang Merah Turun Hari Ini
Advertisement
Advertisement