Advertisement

Promo November

Peluang Bisnis! Pria Ini Bertahan dengan Teknik Cetak Jadul

Lajeng Padmaratri
Sabtu, 13 Agustus 2022 - 04:47 WIB
Arief Junianto
Peluang Bisnis! Pria Ini Bertahan dengan Teknik Cetak Jadul Anthusa Agung, owner Mcmurs, sedang mengerjakan pesanan. - Harian Jogja/Lajeng Padmaratri

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA — Di era percetakan modern, hasil cetak letterpress justru jadi punya kesan nyeni. Peluang inilah yang ditangkap oleh Anthusa Agung yang memilih menggeluti dunia letterpress hingga kini.

Letterpress merupakan teknik cetak relief konvensional. Pada zaman dahulu, setiap orang yang ingin mencetak sebuah draf dan menyebarkannya secara masif masih menggunakan teknik ini. Namun, pada era 1990-an, teknik cetak berubah ke era ofset.

Advertisement

Dalam teknik cetak letterpress, digunakan mesin hand press untuk membuat salinan dari permukaan bertinta ke media kertas. Alatnya manual dan digerakkan dengan tangan. Teknik ini menghasilkan cetakan dengan efek tenggelam atau deboss.

Mulanya, orang masih harus menyusun plat timah berbentuk huruf-perhuruf atau moving type untuk membuat sebuah kalimat bahkan paragraf. Namun, karena dirasa tidak efektif, maka berkembanglah teknik cetak modern letterpress yang menggunakan plat timah dengan desain yang sudah di-layout menggunakan komputer.

BACA JUGA: Ada Aturan Baru soal Tarif Pesawat Terbang, Garuda: Kami Pastikan Harga Tiket Tidak Naik

Sejak 2011, Agung mendirikan sebuah studio modern letterpress di Jogja dengan nama Mcmurs. Walau sudah tidak banyak digunakan untuk mencetak naskah karena saat ini percetakan sudah berbasis digital, Agung tetap mempertahankan letterpress untuk mencetak art print.

“Letterpress sekarang cenderung untuk art print, karena craftmanship-nya sangat tinggi,” kata Agung ketika ditemui di studionya di kawasan Umbulharjo, Kota Jogja beberapa waktu lalu.

Kerajinan tangan dengan letterpress ini kini lebih banyak digunakan untuk membuat undangan pernikahan, kartu nama, tag, poster, dan sebagainya. Meskipun lebih familiar untuk cetakan kertas, tetapi letterpress juga bisa digunakan pada media kulit dan kain. Itulah sebabnya, Agung pun membuat letterpress pada sampul jurnal dengan bahan kulit sapi.

Pria yang awalnya bergelut di desainer grafis ini menuturkan ia menekuni dunia letterpress lantaran punya memori masa kecil. Dia bahkan menyebut bahwa semua pegiat letterpress yang ia kenali pasti punya hubungan dengan mesin hand press sejak kecil.

“Dulu omku punya mesin kayak gini, karena dia punya percetakan di Solo. Aku enggak boleh masuk ke ruangan itu karena pasti akan bikin berantakan. Jadi memori suara mesin, suara orang bekerja, bau  tinta, dan musik dari radio itu memorable banget buat aku,” ujar Agung.

Lantaran memori itu, dia pun mencari mesin hand press ini dan menemukannya dari salah satu percetakan di Solo pada 2009. Saat itu dia mendapatkan mesin itu seharga Rp3 juta, tetapi kondisinya tidak lengkap dan masih harus dilengkapi printilannya.

Terbatas

Selang dua tahun, tepatnya pada 2011, Agung baru menerima pesanan jasa letterpress. 

Sejak awal membuka jasa letterpress, Agung sudah menargetkan usahanya itu ke arah art print. Mulanya, kliennya justru berasal dari luar negeri, seperti Singapura, Australia, hingga Dubai.

Dia menduga hal itu lantaran belum banyak orang lokal yang mengenali letterpress sebagai karya seni. “Sekarang di luar negeri udah banyak orang yang melakukan ini juga, jadi kayaknya enggak perlu ke Indonesia lagi,” kata dia.

Lantaran digunakan secara manual dengan mesin tangan, cetakan yang dibuat Agung pun terbatas.

Dalam sehari, dia hanya mampu mencetak 500 cetakan. Jika ada pesanan lebih dari itu, maka butuh berhari-hari untuk mencetak. Namun, itu baru mencetak saja, belum termasuk membuat desain dan mencetak pelat timahnya. 

Untuk pelanggan, biasanya Agung menawarkan paket mencetak 200 pcs kartu nama selama 10 hari. Paket kartu nama itu ditawarkan mulai dari Rp475.000 dengan satu sisi cetak dan satu warna saja.

Harga akan meningkat seiring jumlah cetakan, kerumitan desain, dan jumlah warna. Diakuinya, pemesan jasanya kebanyakan dari sesama brand maupun desainer, sehingga jarang sekali kalangan end user menjadi pelanggannya.

Dengan begitu, produk Mcmurs kebanyakan memang pre-order. Meski sebenarnya dia juga menyetok beberapa produk yang siap jual dan ia titipkan ke salah satu toko kerajinan di Jogja. “Paling banyak itu pesanan kartu nama dan undangan pernikahan. Habis Lebaran gitu, banyak orderan buat kawinan masuk,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Program Makan Bergizi Gratis Jadi Peluang Pemkot Jogja Kembangkan Koperasi

Jogja
| Kamis, 14 November 2024, 17:37 WIB

Advertisement

alt

Berwisata ke Labuan Bajo, Ini Rekomendasinya

Wisata
| Kamis, 14 November 2024, 07:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement