Advertisement
Tingginya Harga Pupuk Disebut Jadi Inti Permasahan Mahalnya Gabah
Petani menjemur gabah hasil panen di Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020). Bisnis - Abdurachman
Advertisement
Harianjogja.com, MEDAN—Masih tingginya harga pupuk adalah inti permasalahan dari mahalnya harga pembelian Gabah Kering Panen (GKP) dari petani. Hal ini disampaikan oleh Direktur Dhirga Surya Isfan.
"Ya sekarang kan harga gabah itu bergantung dari harga pupuk, dari mulai proses menanam, kan gitu. Polanya kan bukan dengan pemerintah netapkan hari ini harga gabah turun, langsung turun harga, kan engga," ujar Isfan dikutip dari Bisnis.com-jaringan Harianjogja.com, Jumat (17/3/2023).
Advertisement
Diketahui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap Gabah Kering Panen (GKP) menjadi Rp5.000 per kilogram (kg).
Sementara, lanjut Isfan, biaya modal produksi petani tidak hanya pupuk saja. Termasuk di dalamnya biaya transportasi, dan biaya pendukung produksi lainnya.
Dari keterangannya, per 2 hari yang lalu Dhirga Surya membeli gabah masih dengan harga sekitar Rp5.800 per kg. Sedangkan harga jual di pasar masih dipatok Rp12.500 per kg.
Baca juga: Viral Rombongan Umrah Dipingpong dan Terkatung-katung di Bandara YIA, Gagal ke Arab Sesuai Jadwal
"Mereka (petani) kan sudah talangkan dari beberapa bulan yang lalu. Dari mereka proses produksi kan harga sudah tinggi, jadi mereka harus sesuaikan juga. Mana mau mereka jual dibawah harga yang mereka keluarkan. Yang susah kan petaninya ini sekarang," sambungnya.
Menyangkut masalah pupuk, salah satu program yang saat ini tengah diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) adalah pupuk organik.
Harapannya, pupuk organik dapat menekan harga produksi petani dan mampu menurunkan harga beli gabah.
Meski begitu, Isfan berpendapat hasil dari penerapan penggunaan pupuk organik itu tidak bisa langsung berdampak saat ini. Ia pun memperkirakan waktu yang dibutuhkan hingga hasil penerapannya dapat dituai sekitar 2 hingga 3 bulan.
"Kalau pupuk organik, kita kan harus melihat kontinuitas daripada pupuk itu sendiri. Ketika mereka baru pertama menanam dengan pola organik, kan tidak bisa langsung berubah," timpal Isfan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Akbar dan Sefina Dinobatkan Sebagai Dimas Diajeng DIY 2025
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Penyaluran Beras SPHP di DIY Mencapai 32,86 Persen per September
- Evaluasi Setahun Pemerintahan Prabowo di Bidang Ekonomi Menurut Indef
- Konstruksi Diprediksi Masih Jadi Penopang Ekonomi DIY Triwulan III
- Ekspor Sektor Ekonomi kreatif Capai Rp215 Triliun di Pertengahan 2025
- Ekonom UGM Sebut Kebijakan Ketenagakerjaan Tambal Sulam
- Meta PHK Ratusan Karyawan Divisi AI
- 653 Penumpang Dievakuasi Setelah LRT Jabodebek Mengalami Kendala
Advertisement
Advertisement



