Advertisement
Pemerintah Diminta Mewaspadai Potensi Kontraksi Pendapatan Negara Tahun Ini
Ilustrasi pajak. - Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA–Penerimaan negara dan hibah per Maret 2023 mencapai Rp647,15 triliun atau 26,27% dari target APBN 2023. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, capaian tersebut lebih tinggi Rp145,39 triliun.
Kementerian Keuangan juga mencatat realisasi penerimaan negara dan hibah tahun ini tercatat tumbuh tinggi, sebesar 28,98% secara tahunan. Ini melanjutkan tren kinerja positif yang terjadi pada awal tahun ini.
Advertisement
Jika dirincikan, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp504,48 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp142,66 triliun, dan realisasi hibah mencapai Rp13,70 miliar
Realisasi penerimaan perpajakan dan PNBP tumbuh masing-masing sebesar 25,36% dan 43,75% secara tahunan.
Dari sisi penerimaan pajak, hingga akhir Maret 2023, tercatat mencapai Rp432,25 triliun atau 25,16% terhadap target APBN 2023. Realisasi penerimaan pajak tersebut tumbuh 33,78% secara tahunan.
Penerimaan pajak utamanya berasal dari Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) non-migas dan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPnBM).
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Akhmad Akbar Susamto mengatakan bahwa kondisi APBN pada kuartal pertama 2023 menunjukkan kondisi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
“Penerimaan perpajakan yang tumbuh signifikan pada kuartal pertama tahun ini disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang terus membaik setelah pandemi,” katanya, Rabu (26/4/2023).
Menurutnya, pemerintah masih memiliki peluang untuk melakukan akselerasi penerimaan pajak dan menjaga performanya melalui reformasi dan peningkatan akuntabilitas administrasi perpajakan.
Namun demikian, Akbar mengatakan perlambatan ekonomi global dan pelemahan harga komoditas pertambangan pada tahun ini berpotensi menurunkan penerimaan APBN.
“Salah satu dampaknya adalah penurunan penerimaan pajak dan PNBP akibat menurunnya ekspor, baik akibat penurunan permintaan global ataupun pelemahan harga komoditas pertambangan dari tahun 2022,” jelasnya.
Meski perekonomian China diperkirakan membaik, pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang menjadi tujuan ekspor Indonesia, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan India, diperkirakan tumbuh lebih lambat tahun ini.
Sementara itu, harga batu bara yang sempat mencapai rata-rata US$344,89 per ton pada 2022, telah mengalami penurunan yang tajam ke level di bawah US$200 per ton sejak awal Februari.
Normalisasi harga komoditas ekspor Indonesia dinilai akan memangkas penerimaan pajak penghasilan dan PNBP secara signifikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Inggris Terbitkan Travel Warning Terbaru, Indonesia Masuk Daftar
Advertisement
Berita Populer
- Serapan Pupuk Bersubsidi di DIY Tembus 90 Persen
- Istana Soroti Lonjakan Harga Telur dan Daging Ayam Jelang 2026
- Mentan Temukan MinyaKita Dijual di Atas HET
- Sepanjang 2025, IHSG Pecahkan Rekor Tertinggi 24 Kali
- Kebutuhan Garam Industri 2026 Ditetapkan, Impor Diperketat
- Serapan APBN DIY 2025 Ditargetkan 95 Persen
- Kebocoran Data, Coupang Siapkan Kompensasi Rp19 Triliun tapi Dikritik
Advertisement
Advertisement





