Advertisement
Perundingan Perdagangan Indonesia dan Uni Eropa di Jogja Mendapat Penolakan

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Perundingan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa atau Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) diselenggarakan di Jogja pada Senin hingga Kamis (10-14/7/2023). Perundingan perdagangan I-EO CEPA tersebut mendapat penolakan dari berbagai lembaga masyarakat sipil.
Penolakan dilatarbelakangi karena keputusan perundingan tersebut kemungkinan membuat arah pembangunan sosial-ekonomi yang tidak merata. Pasalnya, perundingan tersebut tidak hanya mengatur soal ekspor dan impor, tetapi juga semua aspek kehidupan sosial, termasuk pelemahan perempuan, pekerja, petani, nelayan, dan masyarakat adat.
Advertisement
“Kami menyuarakan keprihatinan kami bahwa perjanjian yang diusulkan dapat menyebabkan perubahan peraturan dalam negeri untuk semata-mata melindungi investor, perundingan yang dilangsungkan secara tertutup dan tidak transparan. Sejak dirundingkan pada 2016, tidak ada keterlibatan kelompok masyarakat sipil dalam perundingan,” kata Rahmat Maulana Sidik dari Indonesia for Global Justice (IGJ), Senin pagi.
BACA JUGA: Fantastis, Pengemis di Malioboro Sepekan Bisa Dapat Rp27 Juta
Rahmat menilai ada banyak aspek yang ditengarai dapat merugikan masyarakat dalam perundingan tersebut. “Perundingan ini akan mencakup ketentuan yang memfasilitasi kepentingan strategis Uni Eropa untuk mengakses bahan baku penting di Indonesia. Uni Eropa akan memerangi peraturan perdagangan yang dianggap ‘tidak adil’ menurut versinya terutama berkaitan dengan mineral penting, seperti pelarangan pembatasan ekspor,” jelasnya.
Anggota Kesatuan Perjuangan Rakyat DIY Restu Baskara menyebut hasil perundingan tersebut juga berpotensi sebagai alat memonopoli hak cipta dan kekayaan intelektual. “Proposal Uni Eropa mencerminkan kepentingan mereka dalam memberikan perlindungan bagi monopoli perusahaan di sektor kesehatan dan pertanian,” terangnya.
Restu juga menyoroti krisis iklim yang diabaikan dalam perundingan tersebut. “Mereka mengklaim akan mempercepat agenda transisi ekonomi hijau, khususnya transisi energi. Namun, komitmen untuk melindungi hak atas kelestarian lingkungan tidak tercermin dalam. Hal ini disebabkan pengaturan liberalisasi perdagangan dan investasi untuk memastikan akses dan rantai pasok bahan mentah kritis dimana pertambangan akan semakin meluas,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ungkap Kecurangan Beras Oplosan, Menteri Pertanian Tak Gentar Meski Ada Intimidasi
- Menteri PKP Pastikan Aturan Penyaluran KUR Perumahan Rampung Bulan Ini
- Penerbangan Susi Air Jogja-Bandung Bakal Dibanderol Rp1,75 Juta
- Sri Mulyani Ungkap Saldo Akhir APBN 2024 Sebesar Rp457,5 Triliun
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
Advertisement

Jadwal KRL Solo Jogja Hari Ini, Senin (7/7/2025), Naik dari Stasiun Palur, Jebres, Purwosari dan Solo Balapan
Advertisement

Jalur Hiking Merapi di Argobelah Klaten Kian Beragam dengan Panorama Menarik
Advertisement
Berita Populer
- Harga Pangan Hari Ini, Minggu 6 Juli 2025, Beras, Cabai, Minyak, hingga Bawang Turun
- Cek Harga Emas Hari Ini, Antam, UBS dan Galeri24
- Harga Bahan Pangan Hari Ini Minggu 6 Juni 2025: Cabai Rawit Merah Rp51 Ribu
- Produksi Kopi Indonesia Masuk Jajaran Lima Besar Dunia
- Insentfif Motor Listrik Banyak Ditunggu Konsumen
- QHOMEMART Launching Toko Material
- Pemerintah Diminta Kaji Ulang Penerapan Pajak UMKM di Shopee, Tokopedia Cs
Advertisement
Advertisement