Advertisement
Menteri Teten Bantah Minta Tutup TikTok, Begini Klarifikasinya..

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki membantah jika dirinya meminta aplikasi TikTok ditutup karena menggabungkan media sosial dan e-commerce dalam satu platform.
Alih-alih meminta TikTok ditutup, Teten justru ingin TikTok untuk memisahkan antara bisnis jejaring sosial dengan platform jual beli online.
Advertisement
"Saya ambil contoh ini, supaya ini clear. Kemarin begitu saya contohkan bagaimana di China mengatur ini [TikTok], tiba-tiba muncul berita Menteri Koperasi mau menutup Tiktok, nah itu ngaco," kata Teten saat raker bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (12/9/2023).
Menurutnya pemisahan aktivitas dagang TikTok dengan media sosial dilakukan untuk mencegah praktek predatory pricing atau harga jual barang impor yang tidak masuk akal.
Baca juga: Kreatif! Warga Gunungkidul Sulap Gedebog Pisang Jadi Lukisan Jutaan Rupiah
Dia pun ingin TikTok Indonesia untuk meniru platform digital Tiongkok yang memisahkan unit media sosial dan perdagangan. Padahal, ada aturan pemerintah yang melarang hal tersebut dilakukan.
"Ada Permendag mengatur tidak boleh dagang langsung," ujarnya.
Pihaknya berharap agar regulasi yang diterapkan China terkait dengan social commerce dapat ditiru di Indonesia. Apalagi, Tiongkok disebut dapat menjadi contoh dalam akselerasi transformasi digital.
Hal ini lantaran Tiongkok diklaim mampu melahirkan ekonomi baru melalui digitalisasi dan melindungi pasar domestik dengan ketat sehingga ekonomi digital tidak membuh ekonomi konvensional.
"Itu penting ekonomi digital di Tiongkok 90 persen dikuasai oleh domestik asing itu hanya 10 persen karena mereka mengatur demikian ketatnya," tuturnya.
Sementara itu, dia mencatat, di Indonesia bisnis e-commerce sekarang itu 56 persen sudah dikuasai oleh asing domestik kita hanya 44 persen.
Monopoli
Di sisi lain, Teten menyebut TikTok melakukan monopoli lantaran menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan.
Menurutnya. platform media sosial asal China itu bisa saja berjualan, tetapi tidak boleh disatukan dengan media sosial.
“Dari riset, dari survei kita tahu orang belanja online itu dinavigasi, dipengaruhi perbincangan di media sosial. Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli,” kata Teten.
Selain mengusulkan pengaturan terkait pemisahan bisnis media sosial dan e-commerce, dia juga menilai bahwa pemerintah perlu mengatur tentang cross border commerce agar UMKM dalam negeri bisa bersaing di pasar digital Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ungkap Kecurangan Beras Oplosan, Menteri Pertanian Tak Gentar Meski Ada Intimidasi
- Menteri PKP Pastikan Aturan Penyaluran KUR Perumahan Rampung Bulan Ini
- Penerbangan Susi Air Jogja-Bandung Bakal Dibanderol Rp1,75 Juta
- Sri Mulyani Ungkap Saldo Akhir APBN 2024 Sebesar Rp457,5 Triliun
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
Advertisement

Naik Signifikan, Leptospirosis di Bantul Capai 160 Kasus Per Juli 2025
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Dukung Prambanan Jazz 2025, Daop 6 Yogyakarta Hadirkan Diskon Tiket 20 Persen, Begini Cara Mendapatkannya
- Begini Cara BEI DIY Agar Investor Baru Tidak FOMO
- Waspada Penipuan Mengatasnamakan PT TASPEN Persero
- Promo Holiday Spesial Juli di Kotta GO Yogyakarta: Liburan Nyaman dan Menyenangkan
- PT KAI Daop 6 Yogyakarta Tidak Akan Menoleransi Aksi Pelemparan Kereta Api
- Kementerian ESDM Umumkan Harga Bioetanol Juli Rp10.832 per Liter
- Selalu Tepat Waktu Melayani Penerbangan Haji 2025, Lion Air Dapat Pujian dari Menteri Agama
Advertisement
Advertisement