Advertisement

Kenaikan Upah 2024 Sesuai Survei KHL Dinilai Berat

Anisatul Umah
Jum'at, 03 November 2023 - 16:47 WIB
Maya Herawati
Kenaikan Upah 2024 Sesuai Survei KHL Dinilai Berat Ilustrasi uang rupiah / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA— Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y. Sri Susilo mengatakan kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2024 sesuai dengan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY berat dipenuhi.

Berdasarkan survei KHL DIY Oktober 2023 UMK di masing-masing kabupaten/kota yakni, Sleman Rp4,09 juta, Bantul Rp3,7 juta, Kulonprogo Rp3,59 juta, Gunungkidul Rp3,16 juta, Kota Jogja Rp4,13 juta. Menurutnya meski kondisi ekonomi sudah membaik, namun belum semua sektor usaha pulih. Ada yang sudah bangkit dan ada yang masih bangkit perlahan.

Advertisement

"Kalau diajukan angka demikian, saya sebagai akademisi berat, [saya] di tengah-tengah gak bela buruh dan pengusaha, angka yang terlalu berat. Pemulihan ekonomi ini belum dialami merata oleh sektor usaha," katanya, Jumat (3/11/2023).

Meski demikian dia berpandangan upah buruh memang harus naik. Sebab secara teori terus tergerus inflasi. Kenaikan upah harus senada dengan kenaikan inflasi.

"Dan sebenarnya kan dari pihak pemerintah tahun kemarin sudah punya formula kenaikan upah di masing-masing daerah sangat tergantung dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Saya kira sudah fair. Kenapa misalnya di Jakarta dan sekitarnya sudah Rp4 juta di Jogja hanya separuh karena tergantung dari itu," katanya.

BACA JUGA: Keripik Pisang Narkotika Diproduksi di Banguntapan Dijual hingga Rp6 Juta per Bungkus

Lebih lanjut dia mengatakan meski ekonomi tumbuh tapi kuenya belum dinikmati semua sektor usaha. Misalnya garmen yang permintaan ekspornya justru turun, tapi sektor lain ada yang naik. Artinya tidak bisa pukul rata semua sektor usaha tumbuh.

Permintaan kenaikan dari buruh menurutnya memang masuk akal, sebab ada dasarnya berupa survei KHL. Bisa jadi, kata Sri, ada satu dua perusahaan yang mampu penuhi. Tapi dia berpandangan kemungkinan  Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akan menegosiasikan lagi dalam koordinasi Tripartit.

"Artinya tidak bisa dipukul rata semua sektor usaha tumbuh, belum semua. Maka kalau lihat agregat rata-rata tentu saja angka permintaan itu yang sebenarnya ada dasarnya KHL, juga permintaan yang masuk akal ada dasarnya," katanya.

Ia berpandangan buruh dan perusahaan adalah mitra. Tanpa buruh perusahaan tidak bisa berproduksi dan beroperasi, pun sebaliknya, tanpa perusahaan buruh tidak bisa bekerja. Sehingga harus ada simbiosis mutualisme menjadi solusi terbaik.

"Penting juga pada tingkat mikro perusahan berikan informasi yang cukup pada pekerjanya kondisi perusahan. Simbiosis mutualisme saling butuhkan maka yang penting win win solution," katanya.

Sebelumnya, Ketua Apindo Bantul, Suluh Budiarto Rahardjo menyampaikan saat ini belum bisa memberikan informasi secara detail terkait pengupahan di 2024.

Menurutnya Apindo menyadari setiap tahun upah yang diminta buruh selalu tinggi. Namun disisi lain juga tidak bisa mengesampingkan tantangan yang ada di dunia usaha. Oleh karena itu perlu didiskusikan agar ada win-win solution.

"Membacanya gak langsung angka, tapi masih didiskusikan lebih dalam lagi. Belum bisa berikan sikap seperti apa atau bagaimana. Kami masih diskusi internal dengan rekan-rekan asosiasi dan sebagainya," ucapnya.

Menurutnya kenaikan upah selalu terjadi setiap tahunnya, tidak mungkin turun. Persentase kenaikannya bervariatif dari tahun ke tahun. Melihat kewajaran besaran upah, sebab parameternya untuk mengukur KHL dari tahun ke tahun bertambah. Oleh karena itu perlu duduk bersama antara pengusaha dan pekerja. Sebab keduanya saling membutuhkan.

"Jadi intinya kami belum bisa sikapi seperti apa, apakah beratkan kami atau sebaliknya, karena masih diskusi pembahasan belum final dari kaminya," kata Suluh yang juga pernah menjabat di Apindo DIY.

Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan jika usulan tidak dipenuhi maka DIY berpotensi menjadi provinsi paling miskin di Jawa dan provinsi dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia.

Selain itu, buruh juga akan kembali mengalami defisit ekonomi, dan tidak bisa memenuhi standar hidup layak. Pendapatan buruh DIY juga tidak bisa mengimbangi kenaikan harga rumah, sehingga makin sulit bisa memiliki rumah.

"Buruh di DIY tidak mampu mengikuti harga rumah, sehingga mempunyai rumah sendiri menjadi semakin mirip fatamorgana. Daya beli buruh tidak akan meningkat secara signifikan, sehingga memperlambat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jumlah Penumpang KRL Jogja-Solo Terus Meningkat, Capai 27 Ribu Orang per Hari

Jogja
| Sabtu, 02 Desember 2023, 18:37 WIB

Advertisement

alt

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya

Wisata
| Jum'at, 01 Desember 2023, 19:12 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement