Advertisement
Negara di ASEAN Berkolaborasi, Krisis Pangan dapat Teratasi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-Kolaborasi negara-negara di ASEAN dapat menjadi strategi untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan yang dapat terjadi karena perubahan iklim.
“Perubahan iklim yang terjadi saat ini membawa dampak serius bagi perekonomian seluruh negara tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ketahanan pangan. Apabila situasi ini terus dibiarkan, maka Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia memprediksi pada 2050 dunia akan menghadapi krisis pangan,” ujar Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (18/11/2023).
Advertisement
Baca Juga: BMKG: Tahun Ini Jadi Tahun Terpanas sepanjang Sejarah Pencatatan Iklim di Bumi
Dwikorita yang menghadiri Konferensi Federasi Asosiasi Ekonom ASEAN (FAEA) di Yogyakarta pada Jumat (17/11/2023) itu, juga menegaskan sudah selayaknya kemajuan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di seluruh negara ASEAN diiringi komitmen kebijakan terhadap lingkungan dan ketahanan pangan.
Ia mengatakan berdasarkan catatan Organisasi Meteorologi Dunia, Tahun 2023 menjadi rekor perubahan temperatur tertinggi. Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, di mana gelombang panas terjadi di banyak wilayah secara bersamaan.
Baca Juga: Lonjakan Harga Bahan Pokok Tak Terkendali
"Juni hingga Agustus merupakan tiga bulan terpanas sepanjang sejarah dan Bulan Juli 2023 menjadi bulan paling panas. Realita perubahan iklim tersebut, menjadikan Tahun 2023 berpeluang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan Tahun 2016 dan Tahun 2022," ujar dia.
Perubahan iklim ini, kata dia, memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai titik panas air atau water hotspot.
"Krisis iklim yang juga memicu krisis pangan ini akan berdampak pada krisis lainnya, termasuk ekonomi dan politik sehingga mengganggu stabilitas dan keamanan negara. Oleh karena itu, sebelum terlambat, berbagai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu dilakukan, termasuk perubahan gaya hidup," katanya.
Baca Juga: Konferensi Ekonom se ASEAN Hasilkan 10 Butir Kesepakatan
Perubahan gaya hidup tersebut, kata dia, mesti mengedepankan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan.
Konferensi Ke-46 FAEA merupakan konferensi tahunan dengan melibatkan anggota asosiasi ekonom berasal dari tujuh negara, yakni lima negara ASEAN ditambah dengan Vietnam dan Kamboja.
Acara tersebut dihadiri 200 ekonom dengan latar belakang akademisi, bisnis, pemerintahan, praktisi, pembuat kebijakan, dan mahasiswa dari negara-negara anggota ASEAN maupun mitra lainnya.
Dengan mengusung tema Penguatan Kolaborasi untuk Membentuk Ekonomi ASEAN yang Berkelanjutan, para ekonom se-ASEAN membahas berbagai isu ekonomi yang relevan dengan kawasan ASEAN sekaligus meningkatkan kerja sama dan pertukaran ilmiah antarnegara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Program Makan Bergizi Gratis Incar Pengusaha Kuliner Lokal, PPJI DIY: Baru Penawaran Sewa Dapur
- Ombudsman Sebut Pengaturan Pupuk Bersubsidi Perlu Payung Hukum
- Luhut Sebut Rencana Kenaikan PPN 12 Persen Awal 2025 Kemungkinan Ditunda
- 4 Keuntungan Memakai Rak Dapur Terbuka di Rumah
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
Advertisement
KPU Bantul Tunggu Surat Resmi dari MK Sebelum Tetapkan Pemenang Pilkada Bantul 2024
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Janur Resto Malyabhara Hotel Luncurkan Christmas Dinner Istimewa untuk Libur Akhir tahun
- Bank BPD DIY Pererat Silaturahmi dengan Purnabakti
- Okupansi Hotel DIY Libur Akhir Tahun, PHRI DIY Andalkan Rombongan Sekolah dan Perusahaan
- Resmi! Pemerintah Terbitkan Aturan Soal Formula Kenaikan UMP 2025
- Disperindag DIY Gelar Business Matching Gerakan Bangga Buatan Jogja di Galeria Mall
- Ekonom Nilai Tidak Ada Urgensinya PPN Naik 12 Persen Awal 2025
- Biaya MDR QRIS Gratis hingga Rp500 Ribu, BI DIY Berharap Penggunanya Meningkat
Advertisement
Advertisement