Advertisement
Lembaga Konsumen Yogyakarta Berikan 7 Rekomendasi soal Mahalnya Harga Beras

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Lembaga Konsumen Yogyakarta memberikan tujuh rekomendasi terkait dengan mahalnya harga beras akhir-akhir ini. Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY), Siti Mulyani menyampaikan beras Stabilisasi Pasokan Harga Pasar (SPHP) di DIY saat ini Rp10.900 per kg, beras medium Rp14.000 per kg, dan rata-rata beras premium Rp17.000-Rp18.000 per kg.
Menurutnya akibat kondisi ini disinyalir terjadi perpindahan konsumsi masyarakat dari beras premium ke beras medium yang dapat menyebabkan kelangkaan beras medium. Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadhan dan Idul Fitri juga mendorong kenaikan harga.
Advertisement
Dia menyampaikan di Hari Hak Konsumen Sedunia yang jatuh pada 15 Maret 2024 Lembaga Konsumen Yogyakarta memberikan simpulan dan rekomendasi. Pertama, penggunaan beras yang efisien, masyarakat diminta memasak nasi sesuai kebutuhan, meski ada stok berlebih.
BACA JUGA: Cuaca Ekstrem Diperkirakan Mengintai Jawa Tengah hingga 17 Maret
Kedua, pengawasan dan pengelolaan pasokan beras sampai pada distribusi. Pentingnya pemerintah dalam mengelola pasokan beras secara bijaksana.
"Perlu pengawasan yang ketat dari pemasok hingga proses distribusi sehingga tidak terjadi penyelewengan oleh oknum-oknum nakal. Misalnya mencampur beras kualitas tinggi dengan kualitas rendah," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (15/03/2024).
Ketiga, pemberdayaan petani. Melalui peningkatan kualitas hasil panen, mengupayakan waktu tanam, dan panen yang tepat dan seragam. Sehingga mengurangi dampak gagal panen akibat serangan hama dan akan lebih mudah menghitung stok pangan daerah.
"Keempat pemakaian pupuk organik, mengajak masyarakat untuk menggunakan pupuk dan pestisida organik yang aman bagi lingkungan sebagai bagian dari praktik pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan," jelasnya.
Kelima, mendorong peran perguruan tinggi, akademisi, lembaga kajian dan riset. Menekankan peran perguruan tinggi dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat terhadap pertanian dan konsumsi pangan.
Selanjutnya yang keenam, pemerintah memberikan bantuan yang sesuai dengan kearifan lokal, misal jagung, sagu, singkong, dan lainnya. Terutama kepada masyarakat yang tidak cocok dengan budidaya padi di daerahnya.
"Ini akan membantu menghindari perubahan pola konsumsi yang tidak sesuai dengan lingkungan setempat. Sejalan dengan strategi pemerintah untuk menggencarkan gerakan diversifikasi pangan."
Dan terakhir, konsumen tidak perlu panic buying. Sehingga tidak terjadi kelangkaan bahan makanan. "Dengan mengimplementasikan setiap poin tersebut, diharapkan dapat tercipta ekosistem ketersediaan pangan dan pertanian yang berkelanjutan, efisien, berguna bagi masyarakat dan lingkungan," katanya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) Perwakilan DIY menjelaskan DIY bukan penentu harga beras sehingga meskipun pasokan relatif mencukupi tetapi harganya masih tinggi.
Kepala Perwakilan DIY, Ibrahim mengatakan penentu harga beras terkonsentrasi di pasar beras nasional seperti Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Kemudian jika dibenturkan dengan Jawa Tengah (Jateng) dengan jumlah penduduk yang lebih besar, kemungkinan pembentukan harganya juga lebih kuat dibandingkan DIY.
"Price maker atau price determination atau penentuan harga itu enggak ada di Yogyakarta. Jogja penduduknya di bawah 5 juta, 4 juta sekian, kalau dibandingkan dengan Jateng saja sudah bedah jauh. Mungkin Jateng pembentukan harganya lebih kuat, kami ikut ke Jateng."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

EWS Tsunami di Karangwuni Berbunyi, Warga Kaitkan Kepercayaan Gaib
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- NATO Diingatkan Trump untuk Berhenti Beli Minyak Rusi
- Insentif TKDN 25 Persen, Peluang Baru untuk Industri Ponsel Lokal
- BEI DIY Optimistis Bisa Menambah 50.000 Investor di 2025
- Pakar UGM: Kesinambungan Kebijakan Fiskal Jadi Kunci Stabilitas Pasar
- 5 Bank Disuntik Rp200 Triliun, Begini Penjelasan Indef
- Alasan dan Skema Merger Pelita Air dan Garuda
- Modal Asing Rp14,2 Triliun Kabur Pekan Ini
Advertisement
Advertisement