Advertisement

Klaster Bakpia Sumekar, Saksi Hidup Jatuh Bangunnya Bakpia di Jogja

Sirojul Khafid
Rabu, 27 Maret 2024 - 00:27 WIB
Sunartono
Klaster Bakpia Sumekar, Saksi Hidup Jatuh Bangunnya Bakpia di Jogja Sumiyati saat berada di rumah produksi Bakpia 543 Sonder, Sanggrahan Pathuk RW. 05, Ngampilan, Kota Jogja, Selasa (12/3/2024). - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Dari yang hanya jajanan biasa, kini bakpia menjadi salah satu ikon kuliner Jogja. Ada perjalanan panjang bakpia sebagai oleh-oleh wisatawan. Dari bakpia muncul, merangkak, populer, mati suri, sampai bangkit lagi.

Bagi yang belum tahu, gang-gang di sekitar Jalan Karel Sasuit Tubun, Ngampilan, Kota Jogja, mungkin tidak terlihat berbeda dengan perkampungan yang lainnya. Ukuran gang-gang di tengah Kota Jogja itu hanya bisa untuk papasan dua motor. Sementara mobil harus parkir di pinggir jalan raya, tidak bisa masuk ke dalam gang.

Advertisement

Dalam selang waktu tertentu, ada saja pemotor yang masuk dan berhenti di depan salah satu rumah. “Permisi, mau beli bakpia,” kata pemotor setelah beberapa saat turun dari motornya.

Selamat datang di Kampung Pathuk Sentra Bakpia Jogja. Hanya di Sanggrahan Pathuk Rukun Warga (RW) 05, Ngampilan, Kota Jogja ini saja, ada 29 brand bakpia. Satu brand bisa terdiri dari tiga produsen, yang biasanya berasal dari orang tua, anak, sampai saudara. Sehingga ada puluhan produsen bakpia dengan berbagai variasinya. Ada yang spesifik bakpia kacang hijau, coklat, dan lainnya.

Produsen bakpia tertua di Sanggrahan Pathuk RW 05 adalah Bakpia 543 Sonder. Pemiliknya bernama Sumiyati. Siang itu, Sumiyati tidak sesibuk biasanya. Rumah yang berjarak sekitar 200 meter dari jalan raya itu selebar lapangan badminton. Di bagian depan, kanan, dan kiri rumah Sumiyati, berjejer produsen bakpia lain.

Di rumah Sumiyati, hanya terlihat dua pekerja. Selama bulan Ramadan, permintaan bakpia memang turun cukup drastis, fase paling sepi dalam setahun penjualan. Produk yang terpampang di etalase juga tidak penuh. Sampel bakpia yang diletakkan di tampah bambu hanya berisi puluhan biji. Sampel ini biasanya untuk bahan mencicipi Bakpia 543 Sonder apabila ada konsumen yang sedang berkunjung.

Seperti brand milik Sumiyati, bakpia di Jogja banyak menggunakan identitas nomor untuk mereknya. Sumiyati bercerita, penggunaan angka sebagai pembeda satu produksi dengan produksi lainnya. Dari yang awalnya hanya satu produsen, kini sudah ada puluhan pembuat bakpia di kampungnya. “Angka itu kita tahunya [berdasarkan] nomor rumah,” kata Sumiyati saat ditemui di rumahnya di Sanggrahan Pathuk RW 05, Ngampilan, Kota Jogja, Selasa (12/3/2024).

Namun sekarang banyak juga angka yang menjadi merek bakpia, namun tidak serta merta merupakan nomor rumah pemilik usaha. Semakin berkembang, penggunaan nomor semakin bervariasi sesuai selera. Tidak hanya nomor, banyak juga yang menambahkan atau menggunakan nama anaknya. Misalnya Bakpia Ayu, Bakpia Eni, dan lainnya.

Sejak Tahun 1988

Mundur ke tahun 1988, orang pertama yang memulai produksi bakpia di Sanggrahan Pathuk RW 05, Ngampilan, Kota Jogja, adalah Sumiyati dan kakaknya, Suwarsono. Kala itu, Suwarsono yang biasa dipanggil Sonder, bekerja di pabrik bakpia. Di sela-sela waktunya di rumah, dia memproduksi bakpia mereknya sendiri.

“Waktu itu saya masih SMP, saya jualan [bakpia produksi kakak] di sekolah. Lumayan untuk uang saku. Memang sudah belajar jualan sejak sekolah, jadi tahu potensi [usaha bakpia],” kata Sumiyati.

Setelah lulus SLTA sekitar tahun 1992, Sumiyati mendirikan usahanya sendiri. Dia ingin lebih mengembangkan usaha yang kemudian hari bernama Bakpia 543 Sonder. Saat si kakak masih nyambi kerja di pabrik, Sumiyati fokus mengembangkan usahanya.

Di tahun itu, bakpia belum sepopuler sekarang sebagai makanan oleh-oleh. Dahulu, hanya kalangan tertentu yang membawa bakpia sebagai oleh-oleh. Kebanyakan berawal dari orang Jogja yang membawa bakpia sebagai tentengan saat berkunjung ke tempat saudaranya di luar Jogja. Dari situ, orang mulai mencicipi bakpia. Beberapa orang yang suka bakpia akan mencarinya saat sedang ke Jogja.

Pola itu berlangsung terus-menerus. Dari segmen keluarga, kemudian melebar ke wisatawan umum. Dari yang konsumen menggunakan mobil pribadi saat mencari bakpia, sampai rombongan dengan bus besar. Tahun 1992, produksi Bakpia 543 Sonder per hari 200 biji untuk 10 dus. Dahulu, Sumiyati menjual satu biji bakpia seharga Rp100.

“Dulu bahan baku tepung terigu masih Rp300 per kg, gula Rp450 per kg, kacang hijau Rp3.000 per kg. Sekarang tepung harganya Rp12.000, gula Rp18.000. Harga sebiji bakpia sekarang Rp1.400, sedus Rp28.000,” kata perempuan berusia 50 tahun ini. “Puluhan tahun jualan bakpia, bisa tahu perkembangan harga bahan baku. Semua bahan baku berasal dari lokal.”

Saat ini, rata-rata produksi Bakpia 543 Sonder per hari sekitar 100 dus. Lantaran penjualan bakpia fluktuatif sesuai musimnya, maka produksi juga melihat perkembangan pasar. Produksi akan rendah terutama di bulan Ramadan. Jarang ada orang yang liburan di bulan suci masyarakat Islam itu.

Namun sepinya penjualan saat Ramadan akan terbayar lunas memasuki hari H Idulfitri sampai sepekan ke depan. Sumiyati bisa memproduksi sampai 600 dus bakpia per hari. “Hasil penjualan selama seminggu atau delapan hari itu bisa nutup produksi selama sebulan. Berhubung waktunya pendek, jadi harus persiapkan bener-bener, persiapan dana dan semua bahan baku,” katanya.

Selain itu, permintaan bakpia juga ramai di masa liburan sekolah serta long weekend. Meski di luar masa-masa itu penjualan standar atau rendah, namun tidak ada yang kemudian membuat penjualan vakum secara total. Satu-satunya masa yang membuat produksi bakpia vakum saat pandemi Covid-19.

Bagi produsen bakpia yang masih bisa bertahan, omzet tidak sampai 20 persen. Bahkan banyak yang tidak produksi bakpia sama sekali di masa pandemi. Alhasil, para produsen bakpia, termasuk Sumiyati, harus merogoh tabungan untuk bisa bertahan hidup. “Pakai tabungan atau jual apapun untuk bertahan, untungnya enggak sampai tutup permanen,” katanya.

Membentuk Klaster

Lumpuhnya perekonomian selama pandemi, termasuk di dunia wisata dan di dalamnya sektor oleh-oleh, membuat beberapa pihak menaruh perhatian. Salah satunya Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang memberikan bantuan pada Sumiyati dan kawan-kawannya. Untuk memudahkan penyaluran bantuan, para produsen membentuk kelompok bernama Klaster Bakpia Sumekar pada 2021.

Anggotanya kini berjumlah 61 orang, berasal dari produsen bakpia di Kota Jogja, Sleman, dan Bantul. Untuk mengakali sedikitnya wisatawan yang datang ke Jogja selama pandemi, BRI membantu dalam pemasaran dan inovasi produk. “Waktu itu apa kira-kira bantuan yang diperlukan, kami minta vacuum sealer ke BRI, dikasih 22 vakum sealer. Alat itu agar bakpia bisa bertahan lebih lama. Misal ada yang kangen bakpia tapi enggak bisa ke Jogja, bisa dikirim online. Bakpia [yang di-vacuum sealer] bisa bertahan seminggu,” kata Sumiyati.

Adapula bantuan gazebo, branding kampung, serta pameran di Jakarta untuk mempromosikan bakpia. Saat pandemi sudah mulai mereda dan dapur bakpia mulai mengebul, bantuan berkembang ke penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI. Akses ini terutama untuk mengantisipasi pola produksi yang berbeda setelah pandemi.

Dari sisi bahan baku, sebelum pandemi Sumiyati bisa mengambil bahan baku terlebih dahulu. Dia akan membayar setelah dagangannya laku. Setelah pandemi sistem seperti itu tidak berlaku lagi. Ada uang, baru ada barang. Sehingga bantuan permodalan menjadi penting.

Bantuan permodalan juga banyak diakses produsen bakpia, termasuk Klaster Sumekar, saat mempersiapkan musim liburan Idulfitri. Lantaran jumlah orderan yang besar, maka bahan baku dan alat-alat perlu siap jauh-jauh hari sebelumnya. Modal dari KUR BRI menjadi salah satu andalan para anggota Klaster Sumekar untuk mengakses modal usaha.

“Anggota Klaster Sumekar yang akses KUR BRI dipermudah prosesnya, usahanya jelas dari sisi produksi sampai legalitas. Bukan yang usaha fiktif, jadi enggak disurvei yang macem-macem,” katanya. “Yang ambil KUR, nilainya bisa Rp25 juta sampai Rp50 juta.”

Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan BRI sebagai mitra pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan KUR. Pada 2023, BRI Regional Office (RO) Jogja yang mencakup wilayah DIY dan sebagian Jawa Tengah telah menyalurkan KUR sebanyak Rp18,45 triliun dengan total 432.452 debitur. Di samping itu, ada pula penyaluran KUR Mikro sebanyak Rp16,46 triliun dengan total 424.919 debitur serta KUR Kecil sebanyak Rp1,98 triliun dengan total 7.533 debitur.

Dari total KUR di BRI RO Jogja 2023, penyaluran di sektor perdagangan sebanyak 42,2%. Sementara di sektor jasa sebanyak 23,6%, sektor pertanian 21,0%, sektor industri pengolahan 11,7%, dan sektor perikanan 1,6%. “UKM yang mendapat kredit KUR cenderung semakin maju dengan kesempatan nasabah untuk bisa naik kelas. Dari kredit KUR Supermikro ke Kredit KUR Mikro, dan Kredit KUR Mikro bisa naik kelas ke Kredit KUR Kecil. Sehingga nasabah dapat terus membangun usahanya untuk berkembang lebih maju. Dan BRI senantiasa siap untuk mendukung pertumbuhan nasabah UKM,” kata Sarjono, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/3/2024).

Kepala Otoritas Jasa Keuangan DIY, Parjiman, mengatakan kredit perbankan di DIY yang menyalurkan dana pada UKM cukup tinggi. Sebagai gambaran pada bulan Oktober sampai Desember 2023, secara berturut-turut persentase kredit dari perbankan untuk UKM sebesar 48,34%; 48,10%; dan 48%. Nilai tersebut dari semua jenis bank di DIY.

“Apabila dibandingkan dengan target yang dicanangkan pemerintah pada akhir 2024 kredit UKM sebesar 30%, di DIY sudah memenuhi, bahkan lebih dari target,” kata Parjiman dalam acara Pemaparan Kinerja Keuangan Industri Jasa Keuangan DIY, di Hotel Alana, Sleman, Sabtu (23/3/2024).

Perlu Memiliki Keunggulan

Seiring semakin membaiknya kondisi dan hilangnya pandemi, produksi bakpia semakin menuju ke arah normal. Kini pekerjaan rumah para produsen bakpia lebih kepada ketatnya persaingan di pasar. Apalagi banyak inovasi bakpia di Jogja, seperti bakpia kukus.

Sumiyati mengatakan saat sudah banyak pemain bakpia, setiap produsen perlu pembeda atau keunggulan dengan produknya. Bakpia 543 Sonder lebih mengunggulkan kualitas produk serta pelayanan yang maksimal.

Kualitas produk meliputi bahan baku dan alat-alat. Sementara pelayanan tentang cara memperlakukan pelanggan dengan memberikan sampel, memberikan bonus, sampai sistem antar pesanan. “Kalau pemula, pakai sistem ATM, amati tiru modifikasi. Kalau enggak punya keinginan membuat yang baru, yang udah yang ada aja enggak apa-apa,” kata Sumiyati.

Saat konsisten dengan nilai-nilai yang diemban, Sumiyati percaya setiap pedagang punya rezekinya masing-masing. Dari sekian banyak produsen bakpia di Jogja, tetap saja ada yang mengunjungi satu per satu rumah di Sanggrahan Pathuk RW 05, Ngampilan, Kota Jogja. Sama seperti siang itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Joko Pinurbo Berpulang, Okky Madasari : Karyanya Akan Selalu Relevan

Bantul
| Sabtu, 27 April 2024, 15:37 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement