13 Negara Ikuti International Rubber Conference 2024 di Jogja
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pusat Penelitian Karet bersama International Rubber Research and Development Board (IRRDB) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) menggelar International Rubber Conference 2024 di Royal Ambarukmo Yogyakarta Hotel mulai Selasa (19/11/2024) sampai 21 November 2024.
Kegiatan bertema Embracing Circular Thinking: New paradigm for Sustainable Natural Rubber Industry ini dihadiri sekitar 250 orang peserta yang berasal dari negara-negara anggota dan nonanggota IRRDB, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Sri Lanka, Cote d’Ivoire, Cina, India, Kamboja, Myanmar, Jepang dan Prancis.
Advertisement
Sekretaris Jenderal International Rubber Research Development Board (IRRDB) Seri Dato’ Aziz Abdul Kadir mengatakan konferensi ini akan membahas berbagai isu karet alam, seperti industri karet berkelanjutan, produktivitas, perlindungan tanaman, teknologi pengolahan, pengelolaan lingkungan dan sosial ekonomi.
Industri karet alam kini menghadapi sejumlah tantangan, seperti meningkatkan produksi per unit lahan, merespons kenaikan biaya produksi dan kekurangan tenaga kerja. “Tantangan ini membutuhkan inovasi serta teknologi di berbagai bidang yang dibahas dalam forum ini,” kata Seri Dato’ Aziz, Selasa.
Kepala Pusat Penelitian Karet Suroso Rahutomo mengungkapkan di Indonesia, kinerja industri karet alam belum optimal terlihat dari penurunan volume produksi karet domestik sebesar 3,60% per tahun selama lima tahun terakhir, yang mengakibatkan penurunan pasokan bahan baku karet ke pabrik karet remah.
Kekurangan pasokan ini berdampak besar pada ekspor karet alam Indonesia, yang turun hingga 8,36% per tahun. “Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 50 perusahaan karet remah menghentikan operasinya karena kekurangan bahan baku," ujarnya.
Beberapa faktor penyebab penurunan kinerja industri karet alam Indonesia meliputi harga karet yang rendah selama lebih dari satu dekade, yang membuat banyak petani meninggalkan perkebunan karet, menghentikan penyadapan, menunda peremajaan tanaman, atau bahkan mengganti karet dengan komoditas lain.
“Juga wabah penyakit Pestalotiopsis yang dimulai pada tahun 2018, mengurangi produktivitas hingga sekitar 40% serta perubahan iklim, seperti musim yang terlalu kering atau basah, menjadi faktor pembatas produktivitas,” kata dia
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Uhendi Haris membeberkan dampak wabah Pestalotiopsis itu di Indonesia hingga saat ini diperkirakan menerjang tak kurang 600.000 hektare lahan karet.
“Sebelum ada serangan wabah itu produksi karet Indonesia masih di atas angka 3,6 juta ton pertahunnya, namun setelah wabah itu maksimal 2,2 juta ton saja pertahunnya, sehingga kami berharap pemerintah dapat ikut membantu menaikkan produksi karet ini," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
- Nilai Impor pada Oktober 2024 Capai 21,94 Miliar Dolar AS, Naik 16,54 Persen
- Pembatasan Anggaran Perdin Bakal Berdampak pada MICE di Jogja, Ini Strategi yang akan Dilakukan PHRI DIY
Advertisement
Jadwal KA Bandara YIA Jogja-Stasiun Tugu Jogja, Rabu 20 November 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tahun Depan Harga Barang di Pusat Perbelanjaan Bakal Semakin Mahal, Ini Sebabnya
- GIPI DIY Sebut Jogja Cultural Wellness Festival Jadi Penopang Saat Low Season
- Cepat Habis! Ini Tips Membeli Tiket Kereta Api untuk Perjalanan Libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
- 13 Negara Ikuti International Rubber Conference 2024 di Jogja
- Boeing Lakukan PHK Terhadap 2.500 Pekerja di AS
- Peringatan HUT ke-63, Bank BPD DIY Gelar Kejuaraan Tenis Antar-Instansi
- Tarik Ulur UMP 2025: Pengusaha Berharap Penetapan Mengacu PP 51, Buruh Tuntut Penuhi KHL
Advertisement
Advertisement