Advertisement
Harga Gula Diprediksi Lebihi Rp20.000 Per Kg

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Harga gula konsumsi tahun ini diperkirakan naik dari Rp18.000 per kilogram (kg) menjadi Rp20.000 per kg imbas ditutupnya keran impor komoditas ini di 2025.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menyampaikan berkaca dari pengalaman sebelumnya, harga gula dalam negeri melonjak saat pemerintah memangkas kuota impor gula. “Perhitungan saya nanti harga gula bisa di atas Rp20.000 per kg,” kata Andreas saat ditemui di Gedung Core Indonesia, Selasa (21/1/2025).
Advertisement
Pada 2022, Andreas menuturkan bahwa pemerintah memangkas impor gula dari 6 juta ton menjadi 5 juta ton untuk 2023. Total gula yang diimpor merupakan gabungan untuk konsumsi dan rafinasi.
Ketika kebijakan itu diterapkan, Andreas menyebut, harga gula domestik langsung melonjak dari semula Rp14.400 per kg menjadi Rp17.500 per kg di mana lonjakan harga terjadi dari Januari-Desember 2023.
Harga gula dalam negeri terus mengalami peningkatan hingga 2024 bahkan menyentuh level Rp18.200 per kg pada Desember 2024. “Itu karena apa? Ya tadi efek akhirnya diputuskan menurunkan impor gula [sebanyak] 1 juta ton,” ujarnya.
Melihat dampaknya, Andreas meminta pemerintah berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan data produksi riil untuk menentukan apakah Indonesia perlu melakukan impor atau tidak.
Setidaknya, dia menyebut ada dua data yang perlu menjadi acuan sebelum melakukan importasi. Pertama, data stok akhir tahun baik di perusahaan-perusahaan perkebunan maupun di masyarakat. Jika stok gula akhir tahun kurang dari 1,2 juta ton, maka pemerintah perlu mengambil langkah lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan nasional lantaran kebutuhan gula dalam negeri mencapai 330.000 ton per bulan. Belum lagi gula rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Untuk itu, Andreas menyebut stok gula nasional harus mencukupi minimal hingga Mei 2025 atau sekitar 1,3 juta ton.
Pasalnya, musim giling tebu biasanya baru dimulai pada Mei dan berlangsung hingga Agustus. “Jadi kalau stok nasional kami kurang dari 1,3 [juta ton] maka itu amat berisiko. Pasti akan terjadi lonjakan harga gula,” ujarnya.
Kedua, menentukan prognosis produksi yang tepat. Sayangnya, Andreas menilai, Indonesia masih lemah dalam menetapkan prognosis produksi. “Kalau dua data itu sudah bisa kita peroleh, maka gampang itu menentukan apakah perlu impor atau tidak impor,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ekonom UKDW Sebut Penurunan BI Rate Berdampak Positif pada Pasar Modal
- Dirut Pertamina Bantah Pertamina Kuasai Impor BBM Satu Pintu
- Money Changer di Perbatasan Negara Berpotensi jadi Tempat Pencucian Uang
- Prabowo Sebut Lahan KAI Bisa Dimanfaatkan untuk Program 3 Juta Rumah
- KKP Targetkan Indonesia Stop Impor Garam pada 2027
Advertisement

Masyarakat di Gunungkidul Diajak Kembali Belanja ke Pasar Tradisional
Advertisement

Wisata Budaya hingga Kekinian di Daerah Istimewa Yogyakarta, Ini Daftarnya
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement