Advertisement
Gangguan Premanisme Meresahkan Pelaku Usaha, Apindo: Dipicu Adanya PHK Massal

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut praktik premanisme mengganggu iklim usaha dan membuat investor asing tak mau menanamkan investasinya di Indonesia.
Wakil Ketua Umum Apindo Sanny Iskandar mengatakan, praktik premanisme telah merugikan dunia usaha dan negara imbas hilangnya potensi investasi yang semestinya bisa masuk ke Tanah Air.
Advertisement
“Namun, juga kerugian yang dialami negara itu adalah terhambatnya daripada potensi investasi yang sebetulnya akan masuk. Karena situasi yang ada di dalam negeri seperti itu [premanisme], [investor] tidak jadi masuk,” ujar Sanny, Selasa (29/7/2025).
Sanny menuturkan, praktik premanisme bukan hanya tersebar di Pulau Jawa, seperti Tangerang, Banten, Bekasi, Karawang, melainkan kini juga meluas ke wilayah lain, termasuk Batam. “Sampai ke daerah Kepulauan Riau juga di Batam khususnya. Jadi memang ini [premanisme] sangat mengganggu sekali,” ungkapnya.
BACA JUGA: PPATK Temukan 140 Ribu Rekening Dormant, Nilai Rp428 Miliar
Dia juga menyoroti kegiatan premanisme berkaitan erat dengan masalah kurangnya lapangan pekerjaan atau penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Selain itu, ungkap dia, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) juga memicu premanisme.
“Di mana dalam penyerapan [tenaga kerja] itu tidak terjadi atau bahkan justru malah banyak melalui PHK itu menjadi praktik-praktik gangguan-gangguan keamanan itu terjadi [premanisme]. Jadi memang ada korelasinya,“ ujarnya.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan, untuk mendatangkan investasi, maka ekosistem yang dibangun adalah adanya kepastian berusaha, kepastian hukum, hingga tak ada praktik premanisme yang mengganggu iklim investasi usaha.
Menurutnya, pembenahan perlu dilakukan seiring adanya potensi investasi asing akan masuk ke bisnis data center hingga tekstil di Tanah Air, jika tarif resiprokal yang diberikan Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia bisa lebih kompetitif dan lebih rendah dari negara lain.
Arus Investasi
Shinta mengatakan, Indonesia memiliki peluang untuk memperbesar arus investasi seiring dengan pengenaan tarif resiprokal Trump, termasuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
“Ke depan, kita masih melihat berbagai peluang seperti contohnya kalau memang tarif resiprokal Indonesia ini lebih rendah daripada negara kompetisi di industri TPT, seperti Bangladesh, Vietnam, dan lain-lain,” kata Shinta.
Menurut Shinta, jika pengenaan tarif resiprokal terhadap Indonesia lebih rendah, maka peluang investor asing mengalihkan investasi ke Indonesia akan meningkat. Beberapa perusahaan asing dari China sudah mulai mengalihkan investasi ke Tanah Air, terutama di sektor ritel.
BACA JUGA: Dampak Gempa Rusia: Jepang Terbitkan Peringatan Tsunami 3 Meter di Pantai Pasifik
“Kalau ini [tarif resiprokal Trump] memang kita bisa lebih kompetitif, tidak menutup kemungkinan kita ada juga relokasi investasi untuk industri ini, seperti China juga ada beberapa saya rasa yang mulai masuk investasi ke TPT,” ujarnya.
Tarif resiprokal yang kompetitif ini juga menjadi kesempatan investor asing menanamkan investasinya di pusat data (data center) di Tanah Air. “Juga data center banyak kesempatan saya rasa untuk masuk investasi di data center,” terangnya.
Di samping industri TPT dan data center, Apindo melihat investasi di sektor critical mineral seperti energi terbarukan hingga baterai kendaraan listrik juga akan meningkat ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

2 TPR Wisata Pantai di Gunungkidul Akan Dipindah, Ini Lokasinya
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- BEI DIY Optimistis Bisa Menambah 50.000 Investor di 2025
- Pakar UGM: Kesinambungan Kebijakan Fiskal Jadi Kunci Stabilitas Pasar
- 5 Bank Disuntik Rp200 Triliun, Begini Penjelasan Indef
- Alasan dan Skema Merger Pelita Air dan Garuda
- Modal Asing Rp14,2 Triliun Kabur Pekan Ini
- Ini Rencana Penyaluran Kedit BBNI Saat Kantongi Rp55 Triliun Dana Pemerintah
- Harga Beras Khusus di Ritel Modern Akan Diatur Pemerintah
Advertisement
Advertisement