Advertisement
BPS: Inflasi Maret 2025 di Angka 1,65% Persen, Lebih Tinggi Dibandingkan 2024

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2025 terpantau mengalami inflasi 1,65% secara bulanan atau month to month (MtM).
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah menjelaskan pada Maret 2025 terjadi kenaikan IHK dari 105,48 pada Februari 2025 menjadi menjadi 107,22 pada Maret 2025.
Advertisement
Adapun secara year on year (YoY), Indonesia juga mengalami inflasi sebesar 1,03% dan secara tahun kalender atau year to date (YtD) terjadi inflasi sebesar 0,39%.
BACA JUGA: Inflasi DIY Desember 2024 Sebesar 0,46%, Tertinggi Sepanjang Tahun
”Tingkat inflasi Maret 2025 lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya dan Maret 2024,” ungkap Habibullah, Selasa (8/4/2025).
Kelompok penyumbang inflasi bulanan terbesar adalah perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah dengan inflasi sebesar 8,45% dan memberikan andil inflasi sebesar 1,18%.
Adapun Komoditas yang dominan mendorong inflasi kelompok ini adalah tarif listrik yang memberikan andil tarif inflasi 1,18%.
”Komoditas lain yang juga memberi andil inflasi adalah bawang merah yang memberi andil inflasi sebesar 0,11%, kedua cabai rawit 0,06%, emas perhiasan dengan andil inflasi 0,05%, dan daging ayam ras dengan andil inflasi 0,03%,” jelasnya.
Sebelumnya, konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg, median atau nilai tengah dari 20 ekonom sebesar 1,18% secara tahunan atau year on year (YoY). Angka tersebut mengalami lonjakan usai terjadi deflasi pada Februari 2025 sebesar 0,09% YoY.
Estimasi tertinggi terpantau berada pada angka 2,3% YoY yang dikeluarkan oleh ekonom JP Morgan Chase Bank Sin Beng Ong. Sementara estimasi terendah di angka -0,02% oleh ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memperkirakan tingkat inflasi mencapai 1,37% YoY pada Maret 2025. Dia memprediksi inflasi inti meningkat dari 2,48% YoY menjadi 2,51% YoY pada Maret 2025.
"Didorong oleh permintaan musiman selama Ramadan dan Idulfitri, serta kenaikan harga emas," ujar Josua kepada Bisnis, dikutip Selasa (8/4/2025).
Secara bulanan atau month to month (MtM), dia meyakini tingkat inflasi bulanan sebesar 1,89%. Pada bulan sebelumnya, terjadi deflasi -0,48% MtM.
BACA JUGA: Begini Proyeksi Inflasi Februari 2025 Menurut BI DIY
Menurutnya, pendorong utama inflasi adalah berakhirnya diskon tarif listrik untuk pelanggan prabayar, yang diperkirakan berkontribusi sebesar 1,47 poin persentase (ppt) terhadap inflasi umum.
Selain itu, harga bahan bakar non-subsidi mengalami kenaikan pada Maret 2025, sehingga berkontribusi terhadap inflasi harga yang diatur pemerintah. Sebaliknya, tarif transportasi udara, yang biasanya meningkat selama Idulfitri, diperkirakan akan menurun karena adanya diskon dari pemerintah sekitar 13%—14%.
Diskon terkait transportasi lainnya termasuk diskon untuk jalan tol dan transportasi darat seperti bus juga membantu menahan inflasi harga yang diatur pemerintah. Permintaan musiman selama Ramadan dan Idulfitri mendorong kenaikan harga pangan. Hanya saja, Josua melihat kenaikan harga akan tetap terkendali usai pasokan makanan diperkirakan akan membaik pada kuartal I/2025.
"Namun demikian, kami mengantisipasi indeks harga bergejolak untuk kembali ke wilayah inflasi di Maret 2025," jelasnya.
Secara kumulatif atau year-to-date, Josua memperkirakan bahwa indeks harga konsumen dari Januari hingga Maret 25 akan mencerminkan tingkat inflasi yang rendah sekitar 0,65%.
Pada sisa tahun, sambungnya, tingkat inflasi kemungkinan besar akan dipengaruhi oleh efek basis yang rendah pada 2024. Josua mengantisipasi tekanan inflasi dari berlanjutnya pemulihan permintaan konsumen, yang dapat mendorong inflasi sisi permintaan yang moderat.
BACA JUGA: Pakar Sebut Inflasi DIY Oktober 2024 Menandakan Kenaikan Daya Beli Masyarakat
Selain itu, depresiasi rupiah diperkirakan akan berkontribusi terhadap imported inflation atau inflasi impor sehingga menambah tekanan harga secara keseluruhan. Sejalan dengan itu, inflasi dari sisi penawaran telah melampaui inflasi dari sisi permintaan, yang mengindikasikan adanya potensi risiko inflationary pass-through.
"Kami memperkirakan tingkat inflasi akan meningkat menjadi sekitar 2,33% pada akhir tahun 2025, naik dari 1,57% pada akhir tahun 2024,"katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Indonesia Tidak Akan Krisis Moneter, LPS Kembangkan EWS Ekonomi
- Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, 134.000 Naik Kereta Api dari Jakarta
- 96 Unit KRL Baru Siap Meluncur di Jabodetabek
- Cadangan Beras Indonesia Capai 4 Juta Ton, Mentan: Simbol Kemandirian Bangsa
- Gedung Putih Banding Atas Putusan Pengadilan Perdagangan Yang Membatalkan Tarif Trump
Advertisement

Empat Guru ASN di Bantul Terancam Sanksi, Lakukan Pelecehan himngga Cerai Tanpa Izin
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Cadangan Beras Nasional Mencapai 4 Juta Ton, Menteri Pertanian: Jadi Tonggak Kemandirian Pangan
- Hari Ini Harga Emas Antam Turun Banyak, Termurah di Bawah Rp1 Juta
- Menjamin Simpanan Nasabah, LPS Sebut Punya Cadangan Rp255 Triliun
- Indonesia Tidak Akan Krisis Moneter, LPS Kembangkan EWS Ekonomi
- Cadangan Beras Nasional 4 Juta Ton, Pemerintah Diminta Lepas ke Pasar untuk Kendalikan Harga
- Sambangi Kota Jogja, LG Lifes Good Truck Kenalkan Produk Premium di Depan Gebung TBY
- Begini Tanggapan Apindo DIY Terkait Penghapusan Batas Usia Kerja
Advertisement
Advertisement