Advertisement

Jumlah Pengangguran Versi BPS Turun, Pakar UGM Sebut Tidak Langsung Membuat Pasar Tenaga Kerja Membaik

Anisatul Umah
Kamis, 31 Juli 2025 - 13:07 WIB
Maya Herawati
Jumlah Pengangguran Versi BPS Turun, Pakar UGM Sebut Tidak Langsung Membuat Pasar Tenaga Kerja Membaik Tenaga Kerja. / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA— Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025 melaporkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun dari 4,82 persen menjadi 4,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat lebih dari 18.000 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di dua bulan pertama 2025.

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Qisha Quarina mengatakan penurunan angka TPT tidak serta-merta menandakan bahwa kondisi pasar tenaga kerja benar-benar membaik. Meskipun data menunjukkan TPT menurun, tetapi jumlah pengangguran secara absolut justru mengalami peningkatan.

Advertisement

Ia menjelaskan hal ini bisa terjadi karena jumlah penduduk yang bekerja bertambah lebih cepat daripada jumlah penganggur. Dengan kata lain, tingkat pengangguran terbuka memang menurun, tetapi total jumlah orang yang menganggur tetap bertambah. Menurutnya kondisi ini menjadi contoh bagaimana data statistik dapat menimbulkan kesan yang menyesatkan jika tidak dipahami secara utuh.

"Masalah utama kita bukan hanya soal ada kerja atau tidak, tetapi juga soal pekerjaan yang layak," ujarnya yang juga menjadi Koordinator Bidang Kajian Microeconomics Dashboard (Micdash) FEB UGM.

Qisha mengatakan konsep pekerjaan layak atau decent job dari International Labour Organization (ILO) menjadi sangat relevan. Konsep ini mencakup empat pilar, yakni penciptaan lapangan kerja, perlindungan sosial, hak-hak pekerja, dan dialog sosial.

BACA JUGA: Harga Cabai Rawit Merah Rerata Nasional Hari Ini Rp52.206 per Kilogram di Tingkat Konsumen

"Sayang, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam keempat aspek tersebut," sesalnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan dominasi pekerja informal menjadi salah satu kerentanan terbesar dalam struktur ketenagakerjaan Indonesia. Berdasarkan data Sakernas Februari 2025, terdapat 86,58 juta pekerja di sektor informal, melebihi pekerja formal sebanyak 59,19 juta pekerja. Artinya, mayoritas tenaga kerja di Indonesia belum mendapatkan perlindungan hukum maupun jaminan sosial secara memadai.

Tantangan lainnya menurut Qisha adalah masih rendahnya kualitas hubungan kerja. Banyak pekerja yang tidak memiliki perjanjian kerja tertulis. Tercatat hanya sekitar 11,57 juta pekerja yang memiliki Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Sementara itu, lebih dari 26 juta bekerja tanpa kontrak, dan sekitar 16 juta pekerja hanya mengandalkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Bahkan sebagian besar tetap bekerja lebih dari 35 jam per minggu, artinya secara produktivitas tidak kalah, tapi secara perlindungan sangat lemah.

Menurutnya rendahnya kepesertaan dalam jaminan sosial ketenagakerjaan turut menjadi tantangan ketenagakerjaan nasional. Banyak pekerja yang tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, bahkan tidak mengetahui status kepesertaannya.

"Kondisi ini menjadikan mereka dalam posisi yang sangat rentan. Tanpa jaminan sosial, para pekerja tidak memiliki perlindungan finansial jika menghadapi risiko seperti sakit, kecelakaan kerja, atau PHK," jelasnya.  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Pemkab Salurkan Bantuan Lima RTLH dari Dana ZIS Baznas Kulonprogo

Kulonprogo
| Jum'at, 01 Agustus 2025, 08:17 WIB

Advertisement

alt

Wujudkan Pariwisata Berbasis Budaya, InJourney dan Kementerian Kebudayaan Sinergi Melakukan Pengelolaan Kompleks Candi Borobudur

Wisata
| Rabu, 30 Juli 2025, 23:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement