Advertisement
Warga Berbondong-Bondong Beli Emas Batangan, Ini Menurut Ekonom UAJY

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Maraknya orang-orang yang membeli emas dianggap sebagai pengalihan instrumen investasi. Dosen Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Y. Sri Susilo, mengatakan fenomena mikro berupa ramainya jual beli emas di masyarakat, terpengaruh oleh kondisi makro nasional maupun internasional.
Fenomena makro ini misalnya nilai dolar Amerika Serikat yang meningkat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia yang melemah, hingga kebijakan tarif dagang Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Advertisement
Hal tersebut, lanjut Sri, menjadi pendorong masyarakat mengalihkan jenis investasinya. Misalnya orang yang sebelumnya investasi di saham, kemudian beralih ke instrumen lain, termasuk membeli dolar dan emas.
"Fenomena ini menjadikan harga emas naik, menjadikan orang [yang melihatnya juga] tertarik [membeli]," kata Sri, Selasa (15/4/2025).
BACA JUGA: Tak Terima Dipecat karena Berselingkuh, Pegawai di Pemkab Gunungkidul Ajukan Banding
Mayoritas, para pembeli emas merupakan orang yang memang sebelumnya sudah 'memiliki' uang. Mereka hanya mengalihkan jenis investasinya saja. Memang saat ini, kata Sri, ada variabel baru berupa media sosial.
Kondisi ini berbeda dengan 10 atau 20 tahun lalu. Media sosial memungkinkan masyarakat melihat fenomena ramainya jual beli emas. Hal tersebut kemudian membuat masyarakat penasaran dan tertarik untuk turut membeli emas.
Golongan masyarakat tersebut, apabila baru pertama kali membeli emas untuk investasi, bisa dianggap sebagai pemain baru. "Ada sebagian kecil yang pemain baru emas," katanya. "Harga emas memang naik dan turun, namun kecenderungannya naik."
Fenomena ini, saat masyarakat mulai berminat pada emas, bisa menjadi indikator literasi keuangan dan investasi yang meningkat. Sri beranggapan bahwa media sosial memungkinkan orang untuk mengakses informasi dengan lebih luas.
Bagi yang hendak mencoba membeli emas sebagai instrumen investasi, Sri menyarankan untuk mencari informasi lebih dalam atau bertanya kepada yang lebih ahli.
"Masing-masing instrumen investasi ada plus minusnya, emas salah satu pilihan yang baik, tapi tidak selikuid deposito, ada juga kemungkinan harganya di potong dan sebagainya. Intinya siapa pun silakan yang ingin alihkan investasinya ke tanah, emas, lainnya. Tapi tetap hati-hati dan bertanya pada orang yang lebih tahu," kata Sri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Popularitas Mobil LCGC Merosot, Tak Lagi Terjangkau Kelas Bawah
- Asita DIY Catat Kunjungan Wisata Saat Libur Sekolah Naik 10-15% Dibanding Tahun Lalu
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Naik
- Jakarta Fair 2025 Berakhir, Transaksi Sentuh Rp7,3 Triliun
- Airlangga Sebut Tarif Impor AS 32 Persen untuk Indonesia Masih Nego
Advertisement

Sleman Panen 6,3 Hektar Lahan Pertanian Padi Organik Varietas Sembada Merah
Advertisement

Berwisata di Tengah Bediding Saat Udara Dingin, Ini Tips Agar Tetap Sehat
Advertisement
Berita Populer
- Ribuan Dapur Umum Sudah Terbentuk, Pemerintah Antisipasi Defisit Ayam dan Telur
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Naik
- Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini, Selasa 15 Juli 2025
- Harga Pangan Hari Ini: Cabai Rawit Rp67.171/Kg, Bawang Merah Rp40.943/Kg
- Asita DIY Catat Kunjungan Wisata Saat Libur Sekolah Naik 10-15% Dibanding Tahun Lalu
- Selama Libur Sekolah 1,2 Juta Penumpang Gunakan KA Jarak Jauh di Daop 6 Yogyakarta
- Penjualan LCGC Turun Drastis hingga 50 Persen, Pakar: Akibat Regulasi dan Harga yang Semakin Tinggi
Advertisement
Advertisement