Advertisement
Wacana Penghapusan Kuota Impor Dikhawatirkan Bisa Mematikan Produk Pangan Lokal

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai pemerhati pangan dan komunikasi pertanian, Prof. Subejo berpendapat kebijakan penghapusan impor sangat berisiko jika diterapkan.
Sebab, awalnya pemerintah akan menghentikan impor pangan untuk meningkatkan swasembada pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Advertisement
"Impor yang awalnya sudah diatur kuotanya kemudian diubah, saya rasa akan berisiko sebab kalau di satu sisi dapat memberikan kompetisi bagi produk-produk asing untuk masuk ke pasar Indonesia, tetapi juga pastinya akan berkompetisi dengan produk lokal," kata Subejo belum lama ini.
Dari pandangan Subejo, nantinya produk lokal dengan tarif harga yang lebih tinggi dari pada produk asing sulit bersaing di pasaran. Meski kompetisi diperlukan agar produk dalam negeri dapat memajukan daya saingnya, tetapi tetap diperlukan regulasi yang melindungi proteksi terhadap produk-produk lokal.
BACA JUGA: Persiapan Paskah, Gereja Kotabaru Disterilisasi
Dalam konteks ini, Subejo mencontohkan bagaimana regulasi pertanian di Jepang yang melindungi beras lokal dengan memperketat beras-beras impor yang masuk ke Jepang. "Saya kira belajar dari pengalaman itu dengan serta-merta membuka keran impor atau keran ekspor bagi negara mitra kita juga bukan kebijakan yang mungkin pilihannya tidak harus itu," terangnya.
Subejo menyarankan supaya kuota impor tetap dipikirkan sembari meningkatkan sistem tata niaga yang perlu dievaluasi agar kuota-kuota ini tidak hanya dikuasai oleh sebagian pihak importir saja. Dia juga mengingatkan bahwa tujuan utama adanya kuota impor adalah supaya menyeimbangkan kekurangan pasokan produksi dalam negeri atau mendatangkan bahan yang tidak dapat diproduksi oleh lokal.
Menurut Subejo jika produk masuk dengan bebas tanpa regulasi, kondisi ekonomi Indonesia dikhawatirkan kolaps.
"Contohnya beras, kalau ini tidak diatur komoditasnya, beras Thailand lebih murah Rp1.000,00 daripada beras Indonesia pasti konsumen kita memilih apapun yang lebih murah, tidak peduli asalnya. Hal ini juga sebab kita belum bisa ditumbuhkan nasionalisme terhadap produk lokal," tuturnya.
Kehadiran impor komoditas lain yang tidak bisa diproduksi Indonesia seperti gandum di satu sisi dapat menjadi peluang. Hal itu kata Subejo menjadi kompetisi bagi negara-negara yang masuk dan menawarkan harga yang lebih murah dan ini akan menguntungkan bagi produksi dalam negeri. Dengan demikian, Subejo menyimpulkan bahwa kebijakan mengenai impor ini dapat disesuaikan dengan komoditasnya, apakah komoditas tersebut dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan yang ada dari produksi lokal atau komoditas yang memang tidak dapat diproduksi di Indonesia.
Lebih lanjut Subejo menambahkan bahwa sebelum mengambil kebijakan penghapusan kuota impor, pemerintah sebaiknya melakukan kajian yang mendalam mengenai produk apa saja dan bagaimana impor yang akan dilakukan.
"Dalam resiprokal ini memang harus dipikirkan secara matang mana produk-produk yang memang bisa dibuka dan yang justru harus diproteksi. Pasti prosesnya akan sangat panjang sehingga kebijakannya juga harus bertahap. Jangan sampai ide yang baik malah menghancurkan pertanian nasional," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Negosiasi Tarif Impor, Amerika Serikat Persoalkan Penggunaan QRIS dan GPN di Indonesia
- Harga Emas Hari Ini Kembali Meroket, Tembus Rp2,04 Juta
- Pemerintah Menyambut Baik Investasi Microsoft Rp27 Triliun untuk Cloud dan AI di Indonesia
- Nego Tarif Impor AS-Jepang, Trump Turun Gunung
- Warga Berbondong-Bondong Beli Emas Batangan, Ini Menurut Ekonom UAJY
Advertisement

Gunungkidul Siapkan Vaksinasi Antraks di Bulan Ini, Ini Sasaran Ternak Jadi Prioritas
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- XLSMART Resmi Berdiri, Kekuatan Baru Masa Depan Digital Indonesia
- Hari Pertama Libur Paskah 2025, 22.176 Penumpang KA Jarak Jauh Tiba di Stasiun Daop 6 Yogyakarta
- Kesepakatan Tarif AS dan Indonesia Maksimal 60 Hari, Ini Tawaran Masing-Masing Negara
- Negosiasi Tarif Impor, Amerika Serikat Persoalkan Penggunaan QRIS dan GPN di Indonesia
- OJK Sebut Puluhan Perusahaan Pinjol Punya Risiko Kredit Macet di Atas Lima Persen
- Celios Proyeksikan 1,2 Juta Buruh di Indonesia Terancam PHK Imbas Kebijakan Tarif Impor AS
- OJK Catat Pembiayaan Kendaraan Tumbuh 7,3 Persen, Rp355,31 Triliun per Februari 2025
Advertisement