Advertisement
Apindo DIY Dukung Penarikan Pajak E-commerce, Beri Usulan Insentif Gratis Ongkir

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY mendukung rencana pemerintah menarik pajak e-commerce 0,5% dari pendapatan penjual yang omzet tahunannya Rp500 juta-Rp4,8 miliar. Akan tetapi Apindo DIY juga mendorong agar pemerintah memberikan stimulus gratis ongkos kirim atau free ongkir.
Wakil Ketua Apindo DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto mengatakan wacana pajak e-commerce ini sudah lama, sebab belum ada pengaturan terkait e-commerce di Indonesia.
Advertisement
Ia memberikan catatan agar jangan sampai terjadi tumpang tindih perpajakan, karena semua transaksi sudah dikenai pajak. Menurutnya pajak e-commerce ini perlu diatur secara holistik melalui kajian yang mendalam.
"Saya usulnya kebijakan stimulus dari pemerintah, misalnya melalui free ongkir. Mestinya pajak e-commerce juga kembali pada pengusaha," ucapnya, Senin (30/6/2025).
Timotius menjelaskan dampak negatif dari pajak e-commerce ini di antaranya potensi penurunan transaksi e-commerce. Lalu tantangan dari UMKM saat ini adalah kalah saing dengan produk dari Tiongkok, Vietnam, hingga Bangladesh, di mana harganya lebih murah. Di DIY sudah ada stimulus free ongkir, ia berharap agar pemerintah pusat mengadopsi hal ini.
Potensi ekonomi digital di Indonesia sangat besar, mencapai 146 miliar dolar AS atau terbesar di Asean. Sehingga jika dikenai pajak akan jadi pemasukan untuk negara.
"Tapi pajak itu harus menguntungkan pengusaha juga, terutama pengusaha kecil dan menengah. Pemerintah punya kepentingan untuk multiplier effect dari transaksi e-commerce nya, sebagai keniscayaan di era digital," ujarnya.
Menurutnya besaran pajak 0,5% ini sudah ideal sebagai angka psikologis, asal jangan nanti dinaik-naikkan lagi. Daripada tidak ada aturan terkait pajak e-commerce namun penyedia platform diminta data transaksinya, siapa saja pengusaha yang memanfaatkan platformnya. "Misalnya anda punya toko di e-commerce, transaksi anda itu diminta oleh pajak selama lima tahun misal," ucapnya.
Bahkan menurutnya aturan pajak untuk e-commerce ini sudah agak terlambat. Timotius menegaskan kuncinya ada di pengaturan bukan peraturan. Sehingga pengaturan harus berkeadilan.
Dilansir dari JIBI/Bisnis.com, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rosmauli menyebut kebijakan ini didasari tugas pemerintah untuk menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku UMKM yang berjualan secara daring dan UMKM yang berjualan secara luring. "Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap pembahasan," ujarnya.
Hanya saja, Kementerian Keuangan belum memastikan kapan aturan baru tersebut akan berlaku. Rosmauli meminta setiap pihak bersabar karena pemerintah akan memberikan penjelasan lebih lanjut usai aturan resminya terbit. "Kapan berlakunya nanti akan diatur oleh ketentuan tersebut," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
- Semarakkan Solo Raya Great Sale 2025, Ada Diskon Tarif Kereta Api 10 Persen, Ini Daftarnya
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
- Kecurangan Beras Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun harus Ditindak
- Harga Bawang Merah Masih Tinggi di Level Rp42.528 per Kilogram
Advertisement

Perekrutan Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Rakyat Harus Sesuai Domisili
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Barsa City Yogyakarta Resmikan HQ dan Unit Baru Tipe Studio
- Harga Emas Antam Hari Ini 30 Juni 2025 Turun Drastis, Rp1,88 Juta per Gram
- 30.000 Pekerja Terkena PHK hingga Juni 2025, Begini Langkah Pemerintah
- Hingga Mei 2025, Realisasi Belanja APBN di DIY Mencapai Rp7,26 Triliun
- Harga Bawang Merah dan Cabai Hari Ini 30 Juni 2024 Turun
- Permudah Perizinan Usaha, Pemerintah Terbitkan PP 28/2025 dan Wajibkan Semua K/L Masuk OSS-RBA
- Ada Potensi Kecurangan Beras Subsidi Oplosan Dikomersialkan, Kerugian Negara Tembus Rp100 Triliun
Advertisement
Advertisement