Advertisement
Tanggapan Pakar Soal Kelangkaan BBM di SPBU Swasta
Sejumlah kendaraan mulai mengantre di SPBU Shell Jalan Prof. Dr. Satrio, Jakarta Selatan usai BBM kembali dijual, Jumat (7/2/2025) - Bisnis.com - Mochammad Ryan Hidayatullah\\r\\n\\r\\n
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA— Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menanggapi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta.
Dia menyampaikan SPBU swasta pada 2025 mendapatkan kuota impor 110% lebih besar dari 2024. Namun kuota ini sudah habis sebelum 2025 berakhir. Mengatasi masalah ini akhirnya pemerintah mengizinkan impor lewat kolaborasi dengan Pertamina.
Menurutnya jika kelangkaan terus berlanjut bisa berdampak pada memburuknya iklim investasi. Dampak yang akan dirasakan adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan memburuknya iklim investasi. Kondisi ini akan menghambat target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan Presiden Prabowo sebesar 8%.
BACA JUGA: Lurah se Kulonprogo Susun Perjanjian Kerja, Ini Empat Sasarannya
Advertisement
"Dampak yang dirasakan tentu ada PHK dan menjadikan iklim investasi memburuk," ucapnya.
Fahmy berpandangan pembelian BBM melalui Pertamina bisa lebih mahal, sehingga menyebabkan biaya operasional SPBU swasta meningkat dan menurunkan margin. Apabila kondisi ini terus berlanjut, kata Fahmy, bisa menyebabkan SPBU swasta bangkrut, bahkan bisa hengkang dari Indonesia.
"Kondisi ini akan menghambat target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan Presiden Prabowo sebesar 8%." tuturnya.
Melansir dari JIBI/Bisnis.com, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapati bahwa kebijakan Kementerian ESDM yang membatasi kenaikan impor BBM jenis bensin non-subsidi maksimal 10% dari volume penjualan 2024 dapat mempengaruhi kelangsungan operasional badan usaha (BU) swasta yang bergantung sepenuhnya pada impor.
Selain itu, kebijakan tersebut juga dinilai berdampak pada berkurangnya pilihan konsumen di pasar. Keterbatasan pasokan BBM non-subsidi telah berdampak pada berkurangnya pilihan konsumen di pasar dan memengaruhi kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat maupun pelaku usaha.
"Padahal, tren peningkatan konsumsi BBM non-subsidi menunjukkan perkembangan positif yang sebaiknya terus dijaga," ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur.
Deswin mengingatkan, penting agar kebijakan publik senantiasa memastikan kelancaran distribusi, ketersediaan pasokan, serta terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat sehingga manfaat dari tren positif tersebut dapat dirasakan secara berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- PIHPS Catat Harga Cabai, Telur, dan Beras Alami Kenaikan
- BPS: Harga Minyak Goreng Masih Stabil Tinggi di November 2025
- Proyek Peternakan Ayam Rp20 Triliun: Danantara Buka Suara
- Kolaborasi Kuliner 6 Chef Dalam Food Festival 12 Hands di Swiss-Belbou
- BI Prediksi Penjualan Eceran Menguat pada Oktober 2025
Advertisement
Advertisement





