Advertisement
RUU SDA Ancam Kemudahaan Investasi di Indonesia, Berikut Penjelasannya

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA– Asosiasi Pengusaha Air Minum dalam Kemasan (Aspadin) mengingatkan pemerintah mengenai konsekuensi dibalik draf Rancangan Undang-undang Sumber Daya Air (RUU SDA), yakni membuat Indonesia tercampak dari negara tujuan investasi.
Ketua Umum Aspadin Rachmat Hidayat menuturkan dengan mengacu draf RUU SDA yang diperoleh oleh asosiasi, maka bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) hanya mungkin dilakukan jika bekerja sama dengan badan usaha milik negara maupun daerah atau badan usaha milik desa (BUMN, BUMD atau BUMDes).
Advertisement
“Artinya ini akuisisi oleh negara [melalui paksaan undang-undang]. Itu nasionalisasi. Dalam draf RUU SDA pasal 51 ayat 1 menyamakan bisnis AMDK dengan air pipa. Sehingga harus diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, atau BUMDes,” kata Rachmat di Jakarta, Rabu (25/7).
Menurut dia, negara tetangga seperti Malaysia, Singapura bahkan negara seperti Vietnam dan Tiongkok tidak ada yang mengatur bisnis AMDK harus ada campur tangan negara seperti yang tercantum dalam RUU SDA ini. Ini akan membuat bisnis di Indonesia tidak akan menarik jika pasal bekerja sama dengan badan usaha ini tidak dipisahkan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan sosial.
BACA JUGA
“Swasta itu perlu ada, swasta itu harus diatur, swasta tidak boleh dibebaskan sebebasnya, tetapi jangan dibunuh. AMDK ini bisnis receh, pemerintah tidak perlu repot untuk mengurusnya,” katanya.
Rachmat mengandaikan pemerintah juga akan berurusan dengan abritase internasional jika pasal nasionalisasi ini diteruskan. Dalam Undang-Undang Penanaman Modal yang berlaku, kata dia, nasionalisasi hanya dapat dilaksanakan jika keadaan memaksa. Itupun harus dilakukan dengan harga pasar. Selain itu perusahaan dapat menolak dengan membawa permasalahan ke abritase internasional.
“Apa pemerintah mau capek harus berurusan abritase dengan 900 perusahaan AMDK. Atau kalau perusahaan bersedia akuisisi, apa ada uangnya,” katanya.
Rachmat mengatakan saat ini volume bisnis air minum mencapai kurang lebih Rp50 triliun per tahun. Dengan valuasi wajar yang biasa digunakan 12 kali, maka untuk akuisisi ini pemerintah harus merogoh kocek Rp600 triliun. “Sekarang pertanyaannya apa uangnya ada, atau bukankah uang sebanyak itu lebih baik digunakan untuk membangun infrastruktur air pipa yang sekarang baru 30 persen,” katanya.
Asosiasi sudah menyampaikan dampak berlakunya aturan ini kepada DPR maupun Presiden semenjak panitia kerja penyusunan RUU SDA bekerja pada April 2017 lalu. Permohonan audiensi untuk memberikan masukan juga sudah dimintakan oleh asosiasi kepada sejumlah kementerian lembaga.
“Kami juga sudah meminta untuk bertemu menyampaikan aspirasi kepada beberapa kementerian tetapi sampai sekarang belum pernah diundang untuk membahas Rancangan undang-undang ini,” katanya.
Aspadin mencatat saat ini bisnis AMDK menyerap 50.000 tenaga kerja langsung dengan 900 lebih berusahaan yang beroperasi. Industri ini juga menyumbang 3,3% produk domestic bruto serta melibatkan 250.000 tenaga kerja tidak langsung sepanjang rantai pasoknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Tarif Rp12.000, Berikut Jadwal Bus Sinar Jaya Jogja Parangtritis PP
Advertisement

Jembatan Kaca Tinjomoyo Resmi Dibuka, Ini Harga Tiketnya
Advertisement
Berita Populer
- Naik Lagi! Harga Emas Antam Tembus Rp2.250.000 per Gram
- Harga BBM SPBU Pertamina, BP, Shell dan Vivo
- Analis Prediksi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Melemah
- Harga Sembako Senin 6 Oktober 2025
- Cara Purbaya Berantas Rokok Ilegal, Cukai Tak Naik
- Pertamina Patra Niaga Ungkap Sejumlah Hoaks Terkait BBM
- Harga Emas Perhiasan Dorong Inflasi September 2025
Advertisement
Advertisement