Advertisement
Tergantung dengan Bahan Baku Impor, Defisit Neraca Perdagangan Jateng Melebar
Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG—Defisit neraca perdagangan di Jawa Tengah (Jateng) melebar karena banyaknya barang impor ketimbang ekspor. Neraca perdagangan di Jateng mencapai US$5.343,28 sepanjang Januari sampai Agustus 2018. Sedangkan Agustus saja defisit neraca perdagangan mencapai US$973,18.
Kepala Bidang Statistik dan Distribusi BPS Provinsi Jateng Sri Herawati menuturkan defisit neraca perdagangan memang cukup lebar. Hal ini dikarenakan ketergantungan industri Jateng akan bahan baku luar negeri cukup tinggi. "Ketergantungan para pelaku industri di Jateng memang cukup tinggi terutama bahan baku tekstil, produk mineral dan pesawat mekanik. Sehingga defisit neraca perdagangan melebar," kata Sri Senin (17/9/2018).
Advertisement
Sri mengatakan penyebab defisit sebagian besar disumbangkan oleh produk migas yakni 60%, sementara sisanya disumbang oleh bahan baku industri. Untuk itu, pemerintah sedang memikirkan membuat bahan baku subtitusi untuk menekan angka impor.
Disisi lain sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jateng Arif Sambodo meyakini dalam waktu lima tahun para pelaku usaha tidak usah melakukan impor. Sebab, bahan baku seluruhnya akan diproduksi dalam negeri agar angka impor semakin tertekan.
"Kalau pertumbuhan industri tumbuh terus meskipun tidak sampai angka 1 persen tumbuh menggeliat. Targetnya dalam lima tahun ke depan. Saya bisa bilang lima tahun ke depan karena dari otomotif itu menginginkan kandungan lokal pada 2020 sebanyak 90 persen bisa lokal. Kalau begitu dalam lima tahun ke depan industri substitusi impor mungkin tidak yang berat atau high tech dulu, yang medium bisa menggantikan yang dari impor," ujarnya.
Arif menuturkan khusus untuk industri tekstil sebenarnya sudah bisa menggunakan bahan baku asli Indonesia. Namun, masih ada beberapa perusahaan tekstil yang mengimpor bahan baku dari luar negeri. Untuk itu, dia mendorong para pengusaha untuk menggunakan produk lokal.
"Untuk tekstil itu kebanyakan yang tinggi dari kapas dan sebagainya. Ada beberapa perusahaan seperti yang di Kabupaten Sukoharjo itu mulai dari pemintalan sampai garmen mereka sudah produksi, tapi beberapa masih impor. Kalau bisa kita dorong mulai dari hulu, mungkin dari kapasnya tidak bisa karena masalah geografis, tapi untuk memintakan dan mewarnai bisa dilakukan di dalam negeri," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
- Indonesia Ukir Sejarah ke Semifinal Piala Asia U-23, Erick Thohir: Bangga!
- BI Rate Naik Jadi 6,25 Persen, BTN Masih Pertimbangkan Penyesuaian Bunga KPR
- Pilkada 2024 Makin Ramai, Kades Pentur Siap Maju jadi Calon Bupati Boyolali
- BKK Rp3,3 Miliar dari Dana Keistimewaan Disalurkan untuk 7 Kalurahan Budaya
Berita Pilihan
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
Advertisement
Hendak Mengambil Ponsel, Warga Sleman Malah Kecemplung Sumur
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement