Advertisement
Pertamina Temukan Penyimpangan Penggunaan 254 Elpiji 3 Kg di Wilayah Kedu
Advertisement
Harianjogja.com, MAGELANG-- PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region IV Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, menemukan 254 tabung elpiji 3 kg tidak tepat sasaran di wilayah eks karesidenan Kedu. Temuan itu berlangsung mulai bulan April hingga 21 Agustus 2019.
Unit Manager Comm & CSR MOR IV PT Pertamina, Andar Titi Lestari mengatakan bahwa penyaluran elpiji 3 kg dengan tabung berwarna hijau merupakan barang bersubsidi. "Dikarenakan produk bersubsidi, maka penyaluran, penggunaan dan pengawasannya merupakan tanggung jawab bersama," katanya, dalam Focus Group Discussion Mekanisme Distribusi Elpiji 3 Kg Tepat Sasaran di Hotel Grand Artos Magelang, Kamis (29/8/2019).
Advertisement
Berdasar Peraturan Presiden No.104 tahun 2007 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga elpiji 3 kg menyebutkan bahwa elpiji 3 kg bersubsidi hanya diperuntukkan bagi rumah tangga miskin dan usaha mikro sedangkan utuk usaha kecil, menengah dan atas. Adapun masyarakat mampu dapat menggunakan elpiji non subsidi yang saat ini telah tersedia di pasaran yaitu Bright Gas dengan ukuran 5,5 dan 12 kg.
Salah satu pengawasan terhadap penggunaan elpiji bersubsidi yang dilakukan adalah dengan melakukan sidak ke rumah makan, hotel, kemudian ke peternakan-peternakan di wilayah eks karesidenan Kedu yang meliputi Magelang, Purworejo, Wonosobo, Temanggung dan Kebumen.
Sayangnya, Pertamina tidak memberikan sanksi pada pihak yang melanggar penggunaan elpiji bersubsidi. Namun, mereka mengganti pemilik tabung gas tersebut berupa satu tabung gas 5,5 kg untuk 2 tabung gas 3 kg yang diambil.
Pada kesempatan itu, ia menyebutkan harga eceran tertinggi elpiji 3 kg di Jawa Tengah sesuai aturan Gubernur adalah Rp15.500 di pangkalan. Namun ia tidak menampik sering mendapatkan keluhan harga yang diperoleh konsumen bisa mencapai jaug di atas HET tersebut.
Ketua DPC Hiswana Migas Kedu, Sutarto Murti Utomo mengungkapkan pada saat dilakukan konversi dari minyak tanah ke elpiji beberapa tahun lalu, warga di pedesaan enggan menjadi pangkalan. "Akibatnya, pangkalan kebanyakan hanya ada di perkotaan atau wilayah kecamatan dan di desa-desa hanya ada pengecer," katanya.
Dampaknya, untuk mengangkut ke tingkat pengecer, dibutuhkan biaya transportasi. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan yang besar dan dibebankan pada harga gas pada konsumen.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Magelang, Nia Kurniaty menyarankan agar pendistribusian elpiji bersubsidi ini tepat sasaran, bisa memanfaatkan kartu kendali seperti yang diberikan pemerintah untuk memberikan fasilitas lain pada warga miskin.
"Upaya lain adalah memanfaatkan perangkat desa untuk mendistribusikannya. Mereka adalah pihak yang paling tahu dengan kondisi warganya sehingga bisa diminta untuk memastikan agar penyaluran elpiji 3 kg benar-benar dilakukan pada warga miskin," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
Advertisement
Pembangunan ITF Bawuran Capai 40 Persen, Pemkab Optimis Rampung Mei 2024
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Kenaikan BI-Rate Bakal Berdampak Positif untuk Pasar Modal Lokal
- BI Naikkan Suku Bunga Acuan 25 Basis Poin Jadi 6,25%
- Pasca-Lebaran, Bisnis Properti di DIY Reborn
- Tren Perlintasan Penumpang di Bandara Soetta Naik 10 Persen di Lebaran 2024
- InJourney Dukung Japanese Domestic Market di Sirkuit Mandalika
- Transaksi Rupiah di Lintas Negara Naik 100 Persen
- Harga Bawang Merah Naik 100 Persen, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement