Advertisement
Kadin Sebut Pembatasan Penggunaan Solar Subsidi Ganggu Operasional Truk

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Adanya pengendalian kuota jenis bahan bakar minyak tertentu (solar) yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Badan Pengatur Migas No. 3865.E/Ka.BPH/2019 membuat kalangan pelaku usaha logistik angkat suara.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan Rico Rustombi beranggapan keluarnya SE yang dirilis pada 29 Juli 2019 itu menimbulkan kebingungan lantaran bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.191/2014 yang telah diubah menjadi Perpres No.43/2018 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak pada jenis bahan bakar minyak tertentu.
Advertisement
“Menurut Perpres tersebut, angkutan umum dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar kuning dan tulisan berwarna hitam termasuk dalam golongan yang mendapatkan alokasi BBM Solar bersubsidi,” terangnya dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Sabtu (21/9/2019).
Rico mengklaim implementasi SE BPH Migas tersebut akan berdampak signifikan terhadap operasional angkutan truk secara umum, terutama yang tergolong angkutan berat.
Pasalnya, barang golongan ini lazimnya dimanfaatkan untuk pengangkutan bahan baku proyek infrastruktur maupun barang-barang ekspor impor, dua aspek pembangunan yang tengah didorong dan diprioritaskan pemerintah.
“Kebijakan ini bisa berdampak langsung kepada perekonomian nasional, tidak sebatas pada urusan transportasi barang atau alur logistik. Karena itu, aturan ini belum layak diterapkan karena tidak sejalan dengan amanah perpres yang masih berlaku,” tambahnya.
Jika merujuk lampiran konsumen pengguna dan titik serah bahan bakar minyak tertentu Perpres 191/2014, kendaraan bermotor umum di jalan untuk angkutan orang atau barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar kuning dengan tulisan hitam diperbolehkan menenggak solar, kecuali mobil barang untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam buah.
Dalam SE tersebut, dijelaskan kendaraan kendaraan bermotor untuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam buah dalam kondisi bermuatan ataupun tidak bermuatan dilarang menggunakan solar bersubdisi.
Selain itu, pelarangan penggunaan BBM bersubdisi diarahkan juga untuk mobil tangki BBM, CPO, dump truck, truck trailer, truk gandeng, dan mobil molen (pengaduk semen).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ungkap Kecurangan Beras Oplosan, Menteri Pertanian Tak Gentar Meski Ada Intimidasi
- Menteri PKP Pastikan Aturan Penyaluran KUR Perumahan Rampung Bulan Ini
- Penerbangan Susi Air Jogja-Bandung Bakal Dibanderol Rp1,75 Juta
- Sri Mulyani Ungkap Saldo Akhir APBN 2024 Sebesar Rp457,5 Triliun
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
Advertisement

Penertiban di Pantai Drini: Warga Diberi Waktu hingga 15 Juli Membongkar Mandiri
Advertisement

Jalur Hiking Merapi di Argobelah Klaten Kian Beragam dengan Panorama Menarik
Advertisement
Berita Populer
- Promo Holiday Spesial Juli di Kotta GO Yogyakarta: Liburan Nyaman dan Menyenangkan
- PT KAI Daop 6 Yogyakarta Tidak Akan Menoleransi Aksi Pelemparan Kereta Api
- Kementerian ESDM Umumkan Harga Bioetanol Juli Rp10.832 per Liter
- Selalu Tepat Waktu Melayani Penerbangan Haji 2025, Lion Air Dapat Pujian dari Menteri Agama
- Jelang Deadline Tarif Trump, Begini Tanggapan Asmindo DIY
- Harga Pangan Hari Ini, Minggu 6 Juli 2025, Beras, Cabai, Minyak, hingga Bawang Turun
- Cek Harga Emas Hari Ini, Antam, UBS dan Galeri24
Advertisement
Advertisement