Advertisement
Nilai Ekspor DIY Terus Merosot

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Nilai ekspor di DIY terus anjlok tahun ini. Penurunan tak hanya terjadi pada periode Maret-April, tetapi juga secara akumulatif sejak Januari-April tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, nilai ekspor DIY pada April 2020 mencapai US$23,4 juta (Rp327,8 miliar) atau turun 31,18% dibandingkan dengan ekspor pada Maret 2020. “Secara kumulatif, nilai ekspor Januari sampai April 2020 mencapai US$131,7 juta [Rp1,8 triliun] atau turun 2,23 persen dibanding periode yang sama pada 2019,” kata Kepala BPS DIY, Heru Margono, Minggu (7/6/2020).
Advertisement
Nilai ekspor selama April 2020 jika dibandingkan dengan Maret 2020 menunjukkan penurunan terjadi di tujuh negara tujuan utama. Mulai dari Amerika Serikat sebesar US$4,5 juta (Rp63 miliar) atau turun 39,13%; Jerman US$2,9 juta (Rp40,6 miliar) atau turun 61,7%; Jepang US$1,4 juta (Rp19,6 miliar) atau turun 31,11%; Belanda US$500.000 (Rp7 milliar) atau turun 29,41%; Australia US$400.000 (Rp5,6 miliar) atau turun 36,36%; Perancis US$200.000 (Rp2,8 miliar) atau turun 20%; dan Thailand US$100.000 (Rp1,4 miliar) atau turun 50%.
Meski turun, sejumlah negara tersebut tetap jadi tujuan utama ekspor barang DIY pada April 2020. Seperti misalnya Amerika Serikat dengan total nilai ekspor mencapai US$7,0 juta (Rp98 miliar), disusul Jepang dengan total nilai US$3,1 juta (Rp43,4 miliar), dan Jerman dengan total nilai US$1,8 juta (Rp25,2 miliar).
Selain itu ada juga peningkatan ekspor di tengah masa pandemi Covid-19 ini. Seperti misalnya nilai ekspor ke Korea Selatan yang meningkat sebesar US$700.000 (Rp9,8 miliar) atau 77,78%, kemudian Singapura US$200.000 (Rp2,8 miliar) atau 33,33%, dan Tiongkok sebesar US$100.000 (Rp1,4 miliar) atau 20,00%.
Terkait dengan jenis komoditas ekspor di DIY pada April ini, Heru mengatakan ada tiga komoditas utama ekspor dari DIY. Pertama adalah pakaian jadi bukan rajutan mencapai US$6,6 juta (Rp92,4 miliar); kedua adalah perabot serta penerangan rumah sebesar US$3,4 juta (Rp47,6 miliar); dan ketiga adalah barang-barang dari kulit US$2,6 juta (Rp36,4 miliar).
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY, Hermelin Yusuf mengatakan pandemi Covid-19 membuat iklim dunia usaha menjadi berat, terutama yang terhubung ke luar negeri. “Dampak sangat terasa, tapi untuk melihat itu mengukurnya tergantung besar kecilnya perusahaan juga. Tetapi yang terdampak utama perusahaan yang ekspor, impor,” ucap Hermelin.
Dia mengatakan dampak Covid-19 ini sangat terasa dengan tidak adanya pesanan, yang sudah terkirim pembayaran ditunda oleh pembeli, atau barang yang sudah diproduksi tidak bisa dijual, akhirnya menumpuk di gudang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Masuk Indonesia, Minuman Beralkohol dan Daging Babi Asal Amerika Serikat Tetap Kena Tarif Impor
- Ribut-Ribut Beras Oplosan, Kemendag Minta Produsen Tarik Beras dari Peredaran
- 10 Besar Produk Ekspor Nonmigas AS ke Indonesia yang Kini Dipatok Tarif 0 Persen
- Harga Emas Galeri24 dan UBS di Pegadaian Hari Ini, Mulai Rp996.000
- Bersiap Impor Minyak dari Amerika Serikat, Pertamina Minta Dukungan Aturan dari Pemerintah
Advertisement

Nelayan KulonprogoButuh SPBU Khusus untuk Meringankan Ongkos Produksi
Advertisement

Taman Kyai Langgeng Magelang Kini Sediakan Wisata Jeep untuk Berpetualang
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Galeri24 dan UBS di Pegadaian Hari Ini, Mulai Rp996.000
- 10 Besar Produk Ekspor Nonmigas AS ke Indonesia yang Kini Dipatok Tarif 0 Persen
- Konsumsi Pertalite di Jawa Tengah dan DIY Turun 6 Persen
- Ribut-Ribut Beras Oplosan, Kemendag Minta Produsen Tarik Beras dari Peredaran
- Masuk Indonesia, Minuman Beralkohol dan Daging Babi Asal Amerika Serikat Tetap Kena Tarif Impor
- eL Hotel Yogyakarta - Malioboro Raih Penghargaan The Top 10% of Hotels Worldwide dalam Tripadvisor Travelers Choice Award 2025
Advertisement
Advertisement