Advertisement

Telaten Sulap Kayu jadi Tas Unik, Pria Ini Raup Omzet Rp30 Juta per Bulan

Salsabila Annisa Azmi
Senin, 10 Agustus 2020 - 19:07 WIB
Arief Junianto
Telaten Sulap Kayu jadi Tas Unik, Pria Ini Raup Omzet Rp30 Juta per Bulan Tas kayu hasil karya Dodi Andri. - Istimewa/Ruaya

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Tas menjadi atribut fesyen yang wajib dimiliki hampir semua orang. Eksperimen untuk memadupadankan tas dengan fesyen pun kian beragam. Salah satunya adalah yang dilakukan Dody Andri, pemilik merek Ruaya dengan menghasilkan produk tas berbahan dasar kayu.

Perkembangan fesyen yang kian pesat, bagi Dody, menjadi tantangan tersendiri dalam menghasilkan produk fesyen. Salah satu yang ia lakukan untuk menjawab tantangan itu adalah dengan mengolah kayu menjadi tas fesyen yang unik.

Advertisement

Bahan dasar tas yang menggunakan kain, kulit atau plastik memang sudah banyak dijumpai. Persaingan dalam pasar mode pun semakin ketat jika dikaitkan dengan beragam inovasi tas. Dody yang mengawali bisnisnya dengan membuat jam tangan kayu pun memiliki ide untuk membuat tas dengan bahan dasar kayu.

Ide itu ia dapatkan saat dia mengikuti sebuah pameran dan menjual produk jam tangan kayu serta speaker dari kayu sonokeling. Di pameran itu, pembeli mayoritas adalah perempuan dengan gaya fesyen yang unik. Mereka lebih royal dalam membelanjakan uangnya untuk aksesoris yang memenuhi kebutuhan fesyen eksentrik mereka.

“Waktu itu pasar jam tangan kayu juga sudah jenuh, speaker kayu pun pasarnya lesu. Harga kayu sonokeling semakin mahal. Akhirnya saya kepikiran bikin produk fungsional khusus perempuan. Karena bisanya bikin dari kayu dan mesin serta peralatannya sudah ada, ya sudah bahan dasarnya dari kayu,” kata Dody kepada Harianjogja.com, Jumat (31/7/2020).

Awalnya Dody menggunakan jenis kayu yang biasa dia gunakan untuk membuat jam tangan, seperti jati dan akasia. Akan tetapi setelah produk jadi dan dicoba, ternyata bobotnya terlalu berat di pundak.

Dody pun mencari alternatif kayu lain. Tantangannya adalah mencari kayu yang ringan dengan serat yang berkualitas seperti kayu jati.

Kayu mindi pun lantas jadi pilihan Dody untuk membuat produk tas kayu uniknya. Kayu itu, kata dia, memiliki bobot ringan dengan serat yang halus. Akan tetapi, banyak tantangan yang dilewati Dody beserta enam pengrajinnya dalam memproses kayu mindi menjadi sebuah produk fungsional.

Beli Pohon

Di pasaran, kayu mindi tidak dijual dalam bentuk papan jadi. Dody harus membeli satu pohon mindi milik seorang petani di Samas, Bantul.

Dody pun harus turun langsung ke hutan dan memilih pohon yang paling baik kualitasnya. “Untuk mengolah kayu mindi sendiri harus sangat hati-hati karena riskan bengkok bahkan ketika sudah jadi produk,” kata Dody.

Saat masih berupa pohon, kadar air dalam kayu mindi sangat tinggi. Ketika kayu diolah menjadi bentuk potongan dan dikeringan, air akan menguap dan mengubah bentuk kayu menjadi agak bengkok. Jika terlalu kering maka akan lebih bengkok. “Kadar air harus benar-benar pas. Kayu mindi itu susahnya di pengolahan. Kadang sudah dikeringkan, dioven, ternyata kadar airnya masih ada. Jadi bentuknya masih bisa berubah lagi. Di awal, kami sering membuang-buang kayu karena belum ketemu kadar air yang pas,” kata Dody.

Bersama enam perajin yang setia menemani jatuh bangun bisnisnya, Dody mempelajari sifat kayu mindi dan meracik cara yang tepat untuk mengolah kayu mindi. Dody memiliki catatan terperinci soal kadar air yang harus dipenuhi dan ukuran kayu yang harus dipotong untuk jenis tas-tas tertentu.

Potongan kayu mindi memiliki corak berbeda-beda meski masih dalam satu pohon, untuk menyatukan corak agar selaras, Dody menggunakan teknik laminasi. Teknik ini adalah dengan menggabungkan satu potong kayu dengan potongan lainnya. Cara ini juga ampuh untuk mencegah perubahan bentuk kayu setelah menjadi produk.

Segmen

Setelah dipasarkan, produk tas kayu buatannya banyak diburu oleh perempuan usia 30 tahun ke atas yang masuk dalam segmen menengah ke atas. Tak hanya dijadikan sebagai tas fungsional yang menunjuang fesyen. Tas bermerek Ruaya ini begitu unik, sehingga pelanggan kerap membelinya untuk buah tangan atau kenang-kenangan untuk orang yang berasal dari luar DIY. “End user dari berbagai negara seperti Brazil, Selandia Baru, Yunani dan lain-lain juga order langsung ke kami,” kata Dody.

Produk Ruaya menyediakan tas selempang, tas jinjing, tas ransel, pouch hingga clutch dengan harga yang bervariasi. Mulai dari Rp900.000 hingga Rp1 juta. Dalam sebulan, Dody bisa menghasilkan omzet rata-rata Rp30 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

AJARAN AGAMA: Generasi Milenial Dinilai Penting Belajar Fikih

Bantul
| Rabu, 24 April 2024, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement