Advertisement
Curhat Sri Mulyani Betapa Sulitnya Kelola Keuangan Negara Saat Pandemi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pandemi Covid - 19 telah berdampak pada ketidakstabilan ekonomi dan pengelolaan fiskal. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan betapa susahnya mengelola anggaran di tengah situasi tidak menentu akibat pandemi virus corona (Covid-19) dalam acara Anti-Corruption Summit 4.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut penerimaan pajak menurun sedangkan kebutuhan belanja semakin meningkat. Untuk menutup kebutuhan belanja, pemerintah mau tak mau harus mencari sumber-sumber pembiayaan non pajak.
Advertisement
"APBN merupakan instrumen yang luar biasa penting di dalam menghadapi pandemi dan dampaknya. Karena kondisinya extra-ordinary atau luar biasa maka langkah pemerintah juga bisa sesuai dengan tantangan yang kita hadapi," kata Sri Mulyani, Rabu (18/11/2020).
Sri Mulyani bercerita di tengah kegentingan tersebut pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/ 2020 yang kemudian menjadi landasan hukum penting bagi keuangan negara dan sektor keuangan.
Salah satu bukti yang penting yakni pemerintah diberi keleluasaan untuk menggunakan defisit di atas 3 persen yang selama ini tidak dibolehkan berdasarkan UU Keuangan Negara. Meskipun relaksasi itu hanya akan berlaku selama 3 tahun dari tahun 2020; 2021, dan 2022.
Selain itu, pemerintah juga melakukan program pemulihan ekonomi nasional atau PEN. Di dalam program pemulihan ekonomi dilakukan berbagai macam respon yang fleksibel dan akuntabel untuk kembali membuka perekonomian yang mengalami tekanan akibat pandemi.
Program PEN sendiri mencakup perlindungan sosial, bantuan sektoral dan pemerintah daerah, insentif usaha, UMKM, dan pembiayaan korporasi. Total anggarannya mencapai Rp695,2 triliun.
Kendati demikian, program tersebut juga memiliki implikasi terhadap kinerja APBN. Menkeu menyebut karena program itu APBN mengalami defisit yang tadinya hanya ditargetkan sebesar 1,7 persen dari PDB meningkat menjadi 6,34 persen itu artinya defisit dari APBN kita meningkat dari Rp307 triliun menjadi Rp1.039 triliun.
"Kita berharap setelah semuanya mengalami dampak yang sangat kontraktif, dengan adanya pembukaan kembali kegiatan sosial ekonomi maka kita berharap akselerasi dari recovery akan dilakukan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
- Satgas Pemberantasan Keuangan Ilegal Blokir 585 Situs Pinjol Ilegal
- Melemahnya Rupiah Tidak Lantas Mendorong Naiknya Kunjungan Wisman ke DIY
Advertisement
Alert! Stok Darah di DIY Menipis, PMI Dorong Instansi Gelar Donor Darah
Advertisement
Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
- Mark Zuckerberg Jadi Orang Terkaya Ke-3 di Dunia, Kalahkan Elon Musk
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
- OJK Klaim Ketahanan Perbankan Terjaga di Tengah Pelemahan Rupiah
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- AirAsia Batalkan Penerbangan ke Malaysia Akibat Erupsi Gunung Raung di Sitaro Sulut
- Rupiah Melemah, HIPMI Usulkan Ini kepada Pemerintah
Advertisement
Advertisement