Advertisement

Ditjen Pajak Godok PPh Perusahaan Digital, Termasuk yang Tidak Berkantor di Indonesia

Tegar Arief
Senin, 14 Juni 2021 - 10:17 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Ditjen Pajak Godok PPh Perusahaan Digital, Termasuk yang Tidak Berkantor di Indonesia Karyawan berkomunikasi di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Senin (10/6/2019). - Bisnis/Nurul Hidayat

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA — Saat ini, otoritas fiskal mulai menyiapkan aturan teknis dari UU No. 2/2020, terutama yang terkait dengan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) perusahaan digital yang meraup pendapatan di Indonesia, meski tidak berkantor di Tanah Air.

Aturan teknis ini disusun sejalan dengan disepakatinya tarif pajak minimum global sebesar 15 persen oleh G7, pada pekan lalu. “Aturan teknis disusun, toh payung hukum besarnya sudah ada,” kata sumber Bisnis di pemerintahan, Minggu (13/6/2021).

Advertisement

Melalui UU No. 2/2020 pada dasarnya pemerintah tetap mengedepankan pengenaan PPh melalui adanya perubahan threshold bentuk usaha tetap (BUT) untuk menjamin hak pemajakan.

Jika terkendala oleh Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), pemerintah akan menggunakan instrumen Pajak Transaksi Elektronik (PTE). Adapun sejauh ini, otoritas fiskal hanya memungut transaksi digital dari sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan ada dua poin besar terkait dengan isu pajak dalam G7, yakni global minimum tax dan memberikan hak pemajakan ke negara pasar (market jurisdiction) melalui formulary apportionment.

Terkait dengan poin pertama menurutnya tidak ada kaitannya dengan perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia. Hal yang terkait dengan pajak digital adalah kesepakatan kedua. Oleh karena itu, menurutnya pemerintah harus menyusun aturan teknis yang menguntungkan negara.

Karena menurutnya, bagi negara berkembang seperti Indonesia, hal yang menjadi urusan adalah hak pemajakan bagi pemerintah terhadap korporasi-korporasi digital yang tidak memiliki kehadiran fisik.

“Untuk Posisi kita, detail teknis kebijakan dalam formulary apportionment haruslah menguntungkan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Jangan sampai, negara yang diuntungkan malah negara-negara maju,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Cara Membeli Tiket KA Bandara Jogja via Online

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement