Advertisement
Utang Pemerintah Meningkat Rp6.625,4 triliun, Prospek Anggaran Makin Suram?
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Utang pemerintah pada Agustus 2021 tercatat meningkat menjadi Rp6.625,4 triliun atau mencapai 40,84 persen terhadap PDB.
Dalam Laporan APBN Kita September 2021, Kemenkeu menyebutkan bahwa peningkatan utang tersebut dikarenakan adanya peningkatan belanja untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19, terutama di sektor kesehatan dan perlindungan sosial. Kemenkeu menegaskan, kenaikan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di seluruh negara.
Advertisement
BACA JUGA : Utang RI Tembus Rp6.625,4 triliun, Rasio Utang Pemerintah
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan utang negara.
Selain rasio utang yang meningkat, belanja bunga utang pada pos belanja pemerintah pusat mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir.
Tercatat, pada 2014 proporsi belanja bunga utang mencapai 11 persen terhadap total belanja pemerintah pusat, namun pada akhir 2020 meningkat berada pada kisaran 19 persen. Yusuf mengatakan kenaikan ini dapat menekan belanja produktif pemerintah.
“Dalam kondisi tertentu tentu hal ini berpotensi menekan ruang belanja pemerintah yang lain yang sifatnya lebih produktif seperti misalnya belanja modal ataupun belanja subsidi,” katanya kepada Bisnis, Senin (27/9/2021).
Lebih lanjut, Yusuf mengatakan pemerintah selama ini dapat mengelola rata-rata jatuh tempo utang dan risiko volatilitas dari penerbitan utang valas di level yang terjaga.
Namun, dia mengingatkan perlu menjadi perhatian pemerintah bahwa ketidakpastian dalam perekonomian masih cukup tinggi, termasuk setelah pandemi.
“Misalnya apakah ATM [Average Time To Maturity] bisa dijaga di level akomodatif ketika burden sharing dengan BI sudah selesai? Mengingat beberapa kali masuknya BI ke dalam tenor jangka menengah-panjang surat utang pemerintah menjaga level ATM di kisaran 8,6 tahun,” jelasnya.
BACA JUGA : Benarkah Posisi Utang Pemerintah Berada di Titik Nadir
Sebagaimana diketahui, risiko tapering off dan kenaikan suku bunga acuan oleh the Fed berpotensi mengerek imbal hasil surat utang yang diterbitkan pemerintah.
Yusuf menambahkan, terdapat juga risiko dengan munculnya wacana peningkatan debt ceiling oleh Treasury Amerika Serikat, potensi risiko sistemik utang Evergrande, hingga munculnya varian baru Covid-19 yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi.
“Risiko ini umumnya diartikan sebagai risiko bagi investor dan umumnya bisa berarti kenaikan imbal hasil bagi surat utang negara berkembang termasuk Indonesia,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Dorong Laju Transisi Energi, PLN Kampanyekan Kendaraan Listrik pada Peringatan Hari Bumi 2024 Jawa Tengah
- Tak Terpengaruh Konflik Iran-Israel Harga Minyak Dunia Turun
- Nilai Tukar Rupiah Remuk, DPD REI DIY: Tidak Menjadikan Bisnis Properti Kolaps
- Seusai Lebaran, Harga Bawang Merah Jadi Mahal
- Lahan Panen DIY April 2024 Diperkirakan 35.557 Hektare, Gunungkidul Terluas
- PLN Mobile Proliga 2024 Siap Digelar, Kolaborasi Dukungan Untuk Pengembangan Voli di Tanah Air
- Cuaca Tak Menentu Bikin Harga Bawang Merah Melonjak Drastis
Advertisement
Advertisement