DIY Jadi Prioritas Pengembangan Ekonomi Syariah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—DIY menjadi salah satu dari delapan provinsi yang masuk dalam prioritas pengembangan ekonomi syariat.
Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat mengatakan selain DIY, provinsi lain yang juga masuk prioritas masing-masing adalah Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Advertisement
DIY, kata dia, masuk prioritas berdasarkan riset dan ditemukan ada delapan provinsi yang memiliki potensi besar untuk awal pengembangan ekonomi syariah.
“Salah satu tolak ukurnya adalah kultur. DIY berasal dari Kasultanan Mataram berbasis Islam. Kemudian konsep halal sudah terinternalisasi oleh masyarakat DIY. Kemudian lahirnya organisasi keagamaan besar juga di sini,” kata Emir sesusai dikusi dengan Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda DIY yang digelar di ruang rapat Dharma Praja Biro Tata Pemerintahan Setda DIY, Selasa (2/11/2021).
Emir mengatakan kedatangan tim KNEKS ke DIY untuk mendorong agar daerah tersebut memiliki regulasi terkait dengan pengembangan ekonomi dan keuangan syariat, terlebih DIY merupakan perioritas pengembangan ekonomi syariat.
“Regulasi tingkat daerah harus bisa mendukung pengembangan ekonomi syariah. Beberapa daerah sudah ada rancangan Peraturan Gubernur dan Surat Keputusan Gubernur soal pengembangan ekonomi syariah, ada juga Perda Zakat yang mewajibkan aparatur sipil negara [muslim] untuk membayar zakat. Kami ingin dorong DIY seperti itu juga,” kata dia.
Dalam waktu dekat, KNEKS memasukkan RUU Ekonomi Syariah yang kini tahapnya sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR RI untuk dibahas.
Tanpa Label
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) DIY, Heroe Poerwadi mengatakan pertemuan dengan KNEKS baru pertama kali dilakukan dan akan ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan berikutnya.
Dalam pertemuan dengan KNEKS itu, hadir pula Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan DIY, Tri Saktiana; Ketua Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Yuna Pancawati; perwakilan Dinas Koperasi dan UKM DIY; perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY; perwakilan Bank Indonesia; serta sejumlah akademisi.
Untuk membuat payung hukum di daerah pihaknya juga masih menunggu regulasi di tingkat nasional agar daerah tidak ragu-ragu dalam membuat regulasi baik berupa perda, peraturan bupati dan wali kota, atau keputusan bupati dan wali kota.
Meski belum ada regulasi, diakui Heru, secara pergerakan di masyarakat sudah menjalankan perekonomian sesuai syariat meski tanpa label halal. “Namun lagi lagi, terkadang label syariat dipandang negatif meskipun syariat yang dimaksud adalah bisnis yang terbuka, transparan dan adil,” ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 November Naik Signifikan, Rp1.498 Juta per Gram
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
Advertisement
Relawan Posko Rakyat 45 Kerahkan Dukungan ke Pasangan Afnan-Singgih
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Ekonom Dukung Keputusan BI Tahan Suku Bunga 6%
- PPN Jadi 12% Tahun Depan, Harga Barang Elektronik Juga Bakal Ikut Naik
- Menyambut Masa Depan Cerah Emas dan Pangan pada 2025
- Ketimbang Kenaikan PPN, Ekonom Sarankan Pemerintah Bidik Kalangan Super Rich
- Mengenal Galeri 24, Anak Perusahaan Pegadaian untuk Investasi Emas
- Harga MinyaKita Melambung hingga Rp18.000, Kemendag Segera Panggil Distributor
- GATF Kembali Digelar di Jakarta, Hadirkan Lebih dari 500 Ribu Kursi dengan Harga Terjangkau
Advertisement
Advertisement