Advertisement
PHRI Minta Perpanjangan Relaksasi Restrukturisasi Kredit
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempertimbangkan perpanjangan kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit hingga 2025 bagi pelaku pariwisata.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran menyampaikan tingginya beban yang dipikul pelaku pariwisata masih sangat berat dan akan semakin berat jika kebijakan tersebut habis masanya.
Advertisement
“Batas maksimal 2023, kalau habis, itu berat sekali. Semua menumpuk, hanya memundurkan ke belakang bebannya, ketika berakhir beban bunga meningkat dan akan menambah beban operasional,” ujar Maulana, Rabu (13/4/2022).
BACA JUGA: Dukung Desa Digital, XL Axiata Donasi Laptop ke Ponpes di Jawa Tengah
Maulana memprediksi hotel dan restoran akan benar-benar siap tanpa relaksasi sekitar 2-3 tahun ke depan. Itulah sebabnya, dia berharap setidaknya ada perpanjangan dua tahun sejak 2023 untuk hotel dan restoran siap tanpa relaksasi.
Dia menyampaikan data terakhir pada 2021 pertumbuhan sektor ini baru mengalami kenaikan demand sebesar 2% (year-on-year/yoy) dibandingkan 2020 yang minus hingga 20% (yoy).
"Kami masih butuh bantuan, Paling tidak diberikan lagi relaksasi hingga 2025, sehingga mereka ada saving untuk siap dilepas relaksasinya,” lanjut dia.
Adanya kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) pun, Maulana merasakan sangat berpengaruh ke hotel dan restoran.
Dia menjelaskan pada saat pelaku usaha menjual ke masyarakat memang tidak berpengaruh, namun pada saat hotel atau restoran membeli material atau kebutuhan sangat berpengaruh.
BACA JUGA: Gelar Bedug Ramadhan, RAY Libatkan Puluhan UMKM
"Berpotensi menambah beban operasional cost, kalau enggak kuat, kemungkinan terjadi adjustment. Sulit kalau tahun depan pemerintah tidak memperpanjang relaksasi tersebut, kesiapan dari industri ini belum cukup kuat," jelas dia.
Hadirnya relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari OJK sejak Maret 2020 ini menjadi bantuan terbaik bagi Maulana untuk hotel dan restoran.
Melihat data per Februari 2022 dari OJK, jumlah debitur dan nilai relaksasi mengalami penurunan yang menandakan semakin pulihnya berbagai sektor usaha. Namun berbeda dengan pariwisata yang tidak dapat serta merta pulih dalam hitungan bulan.
Jika nantinya kebijakan ini benar-benar tidak diperpanjang di kemudian hari, menurut Maulana, industri pariwisata akan makin sulit bangkit terutama yang berada di daerah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pemerintahan Prabowo Diminta Bangun Industri LPG Bahan Baku Lokal
- Toko Online Temu Asal China Dilarang Masuk Indonesia, Ini Alasan Menkominfo
- Mendag Sita 11.000 Ton Siku Baja Tanpa SNI Senilai Rp11 Miliar
- Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia Diklaim Mampu Menarik Investasi dari Jepang
- Harga Rokok di Indonesia Disebut Terlalu Murah, Picu Banyaknya Perokok
Advertisement
Pengajuan Bantuan RTLH ke Pemkab Kulonprogo Belum Direspons, Begini Tanggapan DPUPKP
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Antam Hari Ini, 11 Oktober 2024, Naik Jadi Rp1,48 Juta per Gram
- Sejarah Panjang Bong Suwung yang Kini Suwung usai Ditertibkan KAI
- Harga BBM Turun Bisa Bikin Deflasi Lagi? Ini Penjelasan BPS DIY
- Hasil Table Top di Bali, Asita DIY Sebut Masih Banyak PR untuk Gaet Wisman ke Jogja
- Tekan Angka Stunting, Alfamart Sahabat Posyandu Kembali Digelar di Kota Jogja
- PAFI Kota Kediri Berkontribusi pada Peningkatan Kompetensi Apoteker
- Yamaha Rilis Varian dan Warna Terbaru Fazzio Hybrid Series, Skutik Gen Z yang Auto Worth It
Advertisement
Advertisement