Advertisement

OPINI: Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Sebagai Substitusi Realisasi Perpajakan Imbas Pandemi

Media Digital
Jum'at, 25 November 2022 - 14:07 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
OPINI: Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Sebagai Substitusi Realisasi Perpajakan Imbas Pandemi Drs. Rochmadi Hendro Cahyono (Kanwil DJPb D.I. Yogyakarta)

Advertisement

Pengelolaan keuangan negara dalam masa pandemi terutama dalam masa pemulihan ekonomi nasional, memerlukan treatment yang khusus menyesuaikan dengan kondisi yang sedang terjadi.

Memasuki awal masa pandemi tahun 2020, jumlah realisasi penerimaan negara terutama sektor perpajakan terkoreksi cukup signifikan dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh shock dan imbas dari berbagai pembatasan kegiatan masyarakat sebagai kebijakan atas pandemi covid-19.

Advertisement

Penerimaan perpajakan tahun 2018-2021 berturut-turut adalah Rp1.518,79 triliun, Rp1.546,14 triliun, Rp1.285,14 triliun dan Rp1.375,83 triliun. Terlihat pada tahun 2020 imbas pandemi terhadap realisasi penerimaan negara sektor perpajakan mengalami penurunan sekitar 17% dari penerimaan negara sektor perpajakan tahun sebelumnya dan terjadi kecenderungan beberapa tahun target perpajakan tidak tercapai.

Berdasarkan hal tersebut, maka sudah waktunya bagi kita untuk lebih memaksimalkan penerimaan negara sektor lainnya, misalnya penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan pungutan yang akan dibayarkan baik oleh orang pribadi maupun sebuah badan yang memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) memiliki kedudukan yang setara dengan penerimaan Pajak. Hal ini dapat terlihat dari postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memposisikan kedua sumber penerimaan ini sebagai komponen pendapatan dalam negeri. Kesetaraan tersebut hendaknya diikuti dengan upaya pemerintah mendorong optimalisasi potensi PNBP seperti upaya optimalisasi sektor perpajakan.

PNBP pada prinsipnya memiliki dua fungsi, yaitu fungsi penganggaran (budgetary) dan fungsi pengaturan (regulatory). Selaku fungsi penganggaran (budgetary), PNBP merupakan salah satu pilar pendapatan negara yang memiliki kontribusi cukup besar dalam menunjang anggaran pendapatan dan belanja negara, melalui optimalisasi penerimaan negara.

Sedangkan selaku fungsi pengaturan (regulatory), PNBP memegang peranan penting dan strategis dalam mendukung kebijakan Pemerintah untuk pengendalian dan pengelolaan kekayaan negara termasuk pemanfaatan sumber daya alam. Berdasarkan data BPS tahun 2018-2021, penerimaan negara bukan pajak Rp. 409, 3 triliun, Rp. 408,9 triliun, Rp. 343,8 triliun dan Rp. 357,2 triliun.

Tabel perpajakan

Seiring dengan program pemulihan ekonomi nasional, kondisi penerimaan PNBP tahun 2021 mengalami kenaikan, dimana tren pertumbuhan positif PNBP tersebut disinyalir disebabkan oleh naiknya tren harga komoditas terutama harga minyak bumi, batubara, dan kelapa sawit yang menyebabkan pendapatan SDA dan BLU pengelolaan dana kelapa sawit mengalami peningkatan.

Berdasarkan jenisnya, PNBP terdiri dari Pemanfaatan sumber daya alam, Pelayanan, Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan, Pengelolaan Barang Milik Negara, Pengelolaan Dana dan Hak Negara Lainnya.

Bagi masyarakat umum, PNBP mungkin masih asing sehingga belum banyak diketahui secara luas contoh yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Contoh PNBP yang paling umum adalah layanan pembuatan paspor, KITAS, perpanjangan SIM, pembayaran tilang serta biaya administrasi terhadap pelayanan publik yang disediakan oleh Kementerian/ Lembaga pemerintahan lainnya.

Pertumbuhan realisasi PNBP yang terkesan lambat tidak lepas dengan adanya kendala dan hambatan yang dihadapi oleh instansi penyedia layanan seluruh Kementerian/Lembaga terlebih lagi dengan adanya kondisi force majeur pandemi. Upaya peningkatan kembali pasca kebangkitan setelah penurunan akibat pandemi telah gencar dilaksanakan minimal untuk dapat menyamai realisasi PNBP sebelum adanya pandemi.

Tantangan inilah yang harus dijawab oleh seluruh instansi pemangku penyedia layanan dengan mengoptimalkan PNBP yang ada serta dapat memberikan proyeksi atas potensi PNBP yang baru melalui pengoptimalan penerimaan, penggunaan dana dan pengelolaannya, sehingga tujuan yang dinginkan dapat tercapai. Perlu adanya reformasi dalam upaya optimalisasi penerimaan PNBP, reformasi yang dimulai dari tahap proses perencanaan serta pelaporan dengan menggunakan teknologi informasi yang sudah terintegrasi dengan baik (single database), penguatan tata kelola serta pengawasan, memaksimalkan pengelolaan aset, intensifikasi penagihan dan ekstensifikasi jenis potensi PNBP lainnya, serta mendorong pengaplikasian inovasi layanan dengan tetap menjaga standar dan kualitas layanan.


Melansir dari langkah strategis dalam upaya optimalisasi penerimaan PNBP oleh Kementerian Keuangan, terdapat beberapa strategi yang wajib dilakukan untuk mencapai hal tersebut. Pertama adanya langkah strategis berupa penyempurnaan tata kelola dari pengelolaan PNBP itu sendiri. Bagaimanapun juga usaha optimalisasi realisasi PNBP yang sudah dilakukan namun tanpa adanya tata kelola yang baik diibaratkan dengan membangun rumah tanpa pondasi yang kokoh.

Memang saat ini realisasi PNBP masih didominasi oleh sektor migas, untuk itu secara lebih spesifik lagi langkah nyata yang dilakukan dengan menyiapkan kebijakan yang dapat memayungi sektor tersebut, serta pengawasan yang baik.

Kedua adalah senantiasa memperbaiki dan menyempurnakan layanan dari penyedia layanan. Pemerintah dalam hal ini, dapat melakukan intensifikasi penagihan dan efisiensi produktivitas.

Ketiga, kebijakan penerapan tarif layanan yang wajib memperhatikan hal-hal lain seperti daya beli masyarakat serta kondisi perekonomian terkini.

Keempat, memperluas penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi yang saat ini sudah tidak mungkin lagi dapat dihindarkan. Pemanfaatan TI saat ini dirasakan sangat penting sebagai sarana pengelolaan informasi sebagai imbas peningkatan kompleksitas dari tugas manajemen, pengaruh ekonomi internasional (globalisasi), perlunya waktu tanggap (response time) yang lebih cepat, tekanan akibat dari persaingan bisnis.

Namun dalam pelaksanaan semua langkah strategis tersebut, pemerintah juga tetap harus memperhatikan faktor-faktor lain seperti kelestarian lingkungan, keberlangsungan dunia usaha, daya beli masyarakat serta tak lupa kualitas pelayanan. Dengan langkah strategis tersebut untuk optimalisasi PNBP, diharapkan dapat menjadi subtitusi dari penurunan realisasi penerimaan dari perpajakan.

Oleh: Drs. Rochmadi Hendro Cahyono (Kanwil DJPb D.I. Yogyakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Mahasiswa KKN UNY Kenalkan Inovasi Mi Sehat dari Kentang

Sleman
| Rabu, 24 April 2024, 18:07 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement