Advertisement
BI Optimistis Ekonomi DIY Tumbuh di 2023

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA- Melihat potensi dan risiko ekonomi yang dihadapi DIY ke depan, Bank Indonesia meyakini pada 2023 ekonomi DIY akan tumbuh pada kisaran 4,6–5,4% (yoy) dengan sektor penggerak utama pariwisata dan UMKM.
Direktur BI Yogyakarta Budiharto Setyawan mengatakan sektor penggerak utama perekonomian di DIY tahun depan masih bergerak di lapangan usaha yang terkait dengan pariwisata. Misalnya, sektor akomodasi makanan minuman, transportasi dan pergudangan, termasuk jasa lainnya.
Advertisement
"Di dalamnya termasuk UMKM-UMKM yang terkait pariwisata pula seperti industri makanan dan minuman serta UMKM penopang pariwisata lainnya," katanya kepada Harianjogja.com, Selasa (27/12/2022).
Sebelumnya, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Harso Hutomo mengatakan jika melihat potensi dan risiko ekonomi yang dihadapi DIY ke depan, Bank Indonesia meyakini pada 2023 ekonomi DIY akan tumbuh pada kisaran 4,6-5,4% (yoy). Sedangkan, tekanan inflasi diperkirakan menurun pada Triwulan II 2023.
Pada tahun 2023 BI DIY memandang ekonomi DIY masih mampu melanjutkan pertumbuhan positif, dengan laju inflasi yang terjaga namun perlu diwaspadai risiko global dan domestik yang mungkin terjadi. "Diperkirakan terdapat penguatan konsumsi rumah tangga secara perlahan, yang kembali pada level sebelum pandemi seiring dengan semakin pulihnya mobilitas. Di tengah risiko perlambatan ekonomi global dan nasional, konsumsi rumah tangga diharapkan menjadi salah satu pilar penopang perekonomian DIY," katanya.
Menururt Harso, setidaknya terdapat tiga tantangan utama yang perlu diwaspadai pada tahun depan, pertama terkait perlambatan ekonomi global yang dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi perekonomian, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif. Hal ini tentu perlu diwaspadai, terutama dampaknya terhadap kinerja ekspor DIY.
Kedua, lanjut Harso, berlanjutnya isu ketahanan pangan akibat faktor cost-push. Berlanjutnya cuaca ekstrem di berbagai negara penghasil pangan akibat krisis iklim diprakirakan berpengaruh terhadap inflasi pangan jenis impor. "Ketiga, menjaga daya beli masyarakat dan mendorong penguatan social finance, hal ini penting bagi kita untuk menjaga konsumsi dan sumber pembiayaan alternatif bagi masyarakat," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
- Semarakkan Solo Raya Great Sale 2025, Ada Diskon Tarif Kereta Api 10 Persen, Ini Daftarnya
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
- Kecurangan Beras Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun harus Ditindak
- Harga Bawang Merah Masih Tinggi di Level Rp42.528 per Kilogram
Advertisement

Perekrutan Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Rakyat Harus Sesuai Domisili
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Barsa City Yogyakarta Resmikan HQ dan Unit Baru Tipe Studio
- Harga Emas Antam Hari Ini 30 Juni 2025 Turun Drastis, Rp1,88 Juta per Gram
- 30.000 Pekerja Terkena PHK hingga Juni 2025, Begini Langkah Pemerintah
- Hingga Mei 2025, Realisasi Belanja APBN di DIY Mencapai Rp7,26 Triliun
- Harga Bawang Merah dan Cabai Hari Ini 30 Juni 2024 Turun
- Permudah Perizinan Usaha, Pemerintah Terbitkan PP 28/2025 dan Wajibkan Semua K/L Masuk OSS-RBA
- Ada Potensi Kecurangan Beras Subsidi Oplosan Dikomersialkan, Kerugian Negara Tembus Rp100 Triliun
Advertisement
Advertisement