Advertisement

Pakar Sebut Pelarangan TikTok Shop Bisa Menjadi Solusi Sementara

Anisatul Umah
Jum'at, 29 September 2023 - 21:17 WIB
Mediani Dyah Natalia
Pakar Sebut Pelarangan TikTok Shop Bisa Menjadi Solusi Sementara TikTok / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJADirektur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpandangan keputusan pemerintah melarang social e-commerce Tiktok Shop bisa menjadi pilihan yang tepat untuk sementara. Sebab persaingan usaha yang terjadi sudah tidak sehat.  

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan secara resmi melarang social e-commerce Tiktok Shop menjadi wadah transaksi jual beli di Indonesia. Social e-commerce Tiktok Shop hanya diperbolehkan sebagai sarana promosi atau beriklan saja. Keputusan tersebut tertuang dalam Permendag No. 31/2023 hasil revisi Permendag No. 50/2020 mengenai Ketentuan perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem elektronik (PMSE). 

Advertisement

Menurut Tauhid, dalam jangka pendek diperlukan shock therapy, sebab social e-commerce memiliki kelebihan yang luar biasa dibandingkan dengan e-commerce biasa atau konvensional. Social e-commerce memiliki kekuatan pada followers, sementara e-commerce biasa tidak punya dan pasarnya terbatas. 

"Ini yang berimplikasi pada persaingan usaha yang tidak sehat, meski sama-sama pelaku usaha. Dia bisa masuk ke pasar yang lebih jauh daripada konvensional. Jumlahnya yang besar ada probability membuat harga menjadi lebih murah karena bisa memotong rantai distribusi," ucapnya dihubungi, Jumat (29/9/2023).

Baca Juga: TikTok Dilarang Jualan, 6 Juta Penjual dan 7 Juta Kreator Bisa Gulung Tikar

Berbeda dengan perdagangan konvensional, dia harus melalui distributor, di toko kecil. Sementara di social e-commerce produsen bisa langsung bermitra. Misalnya dengan artis yang jumlah follower-nya puluhan juta seperti Raffi Ahmad dan lainnya. 

"Orang yang menjadi influencer-nya adalah orang yang dikenal dan dipercaya. Memang harus dipisahkan [media sosial dan e-commerce]," ungkapnya. 

Apalagi jika barang-barang tersebut impor yang ada predatory pricing, sehingga harga jualnya tidak masuk akal. Misalnya harga jilbab mestinya Rp15.000 tetapi bisa dijual dengan harga Rp5.000. Ini mematikan pedagang kecil. 

Dia berpandangan social e-commerce perlu diatur kembali, media sosial hanya dimanfaatkan untuk promosi dan transaksi ada di tempat lain. Kemudian barang-barang dagangan yang sangat murah ini juga perlu diselidiki.

 Baca Juga: TikTok Shop Dilarang, Apakah Menguntungkan UMKM DIY? Ini Kata Pemda..

Pedagang kecil, kata Tauhid, tidak mungkin bisa banting harga. Dalam kurun waktu sebulan hingga dua bulan usahanya akan ambruk. Bagi pemodal besar mungkin masih berani banting harga. 

"Nah ini kan harus diatur termasuk barang impor mengapa murah, apakah cross border-nya lemah tidak ada pemeriksaan. Katakanlah ada ilegal yang masuk, enggak bayar biaya masuk, gak bayar pajak, itu kan perlu pengawasan saya kira memang harus ada penjelasan Permendag No.31/2023."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Cari Bibit Muda Esport, Ratusan Tim Ikuti Kompetisi Free Fire di Jogja

Jogja
| Minggu, 19 Mei 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Hotel Mewah di Istanbul Turki Ternyata Bekas Penjara yang Dibangun Seabad Lalu

Wisata
| Sabtu, 18 Mei 2024, 20:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement