Advertisement
Aksi Boikot Produk Pro Israel Bikin Pengusaha Ritel Menjerit
Ilustrasi ritel. - JIBI
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Aksi pemboikotan produk Israel yang diserukan sejumlah pihak sejak sepekan terakhir bikin kinerja penjualan ritel (eceran) merosot.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengakui adanya dampak produk Israel yang diboikot tersebut pada penurunan kinerja penjualan.
Advertisement
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey membeberkan dampak buruk aksi boikot produk yang diduga pro Israel terhadap usaha ritel. Adanya penurunan penjualan ritel terjadi di beberapa daerah sekitar 3%-4% selama seruan aksi boikot kurang dari sepekan. "Kami mulai berkomunikasi dengan anggota, khususnya anggota yang mulai terdampak," ujar Roy, Rabu (15/11/2023).
Dia menjelaskan, sekitar 20% produk yang dijual di ritel modern masuk dalam kategori produk fast moving consumer goods (FMCG) yang menyumbang pendapatan hingga 80%. Adapun, produk di luar kategori FMCG, berkontribusi terhadap 20% pendapatan ritel.
Menurut Roy, apabila terjadi pengurangan konsumsi secara berkepanjangan akibat aksi boikot terhadap produk-produk FMCG, bakal berisiko menurunkan produktivitas ritel. Bahkan, risiko penurunan penjualan ritel bisa mencapai 50%.
Di sisi lain, lanjutnya, produsen juga akan terdampak dari aksi boikot berkepanjangan terhadap produk yang diduga pro Israel.
Risiko yang paling mungkin terjadi adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai upaya efisiensi di tengah penurunan permintaan. "Begitu produsen terdampak, kami pasti akan terdampak, mereka [produsen] akan mengurangi produksinya, ya kami [pengusaha ritel] juga berkurang omzetnya," kata dia.
Oleh karena itu, pelaku ritel berharap kepada pemerintah untuk segera hadir memberikan solusi yang relevan dalam kondisi saat ini.
Menurut Roy, ada hak konsumen yang perlu dilindungi di tengah seruan aksi boikot dan pertimbangan dampak ekonomi secara lebih luas.
BACA JUGA: Elon Musk Berencana Memberikan Akses Internet ke Gaza, Israel Ancam Boikot Starlink
Kendati begitu, Roy menegaskan bahwa pihaknya tetap mendukung pemerintah untuk mendorong aksi kemanusian dan mendukung perdamaian di Palestina.
Pemerintah, kata Roy, bisa membuat aksi kemanusiaan yang melibatkan masyarakat Indonesia untuk membantu warga Palestina, alih-alih membiarkan aksi boikot semakin meluas dan berlangsung lama.
Sebaliknya, aksi boikot yang berkepanjangan dikhawatirkan akan menggerus daya beli, produktivitas pelaku usaha hingga risiko kandasnya investasi maupun pertumbuhan ekonomi. "Perlu ada langkah yang relevan dan adaptif yang dilakukan pemerintah. Apa langkah tepat untuk misi perdamaian yang melibatkan masyarakat tanpa harus menghilangkan hak konsumen," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Upah Minimum Naik, Industri Tekstil Waspadai PHK dan Otomatisasi
- Harga Emas Antam Naik Rp11.000, Kini Rp2.502.000 per Gram
- KSPI Perkirakan Kenaikan UMP 2026 Hanya 4-6 Persen
- Penundaan Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan Dinilai Tepat
- Promo Libur Nataru Pertamina: BBM, Bright Gas, dan Hotel Patra Jasa
Advertisement
Advertisement
Jogja Puncaki Urutan Destinasi Favorit Liburan Keluarga Akhir Tahun
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Hari Ini, Antam, UBS, Galeri24 Meroket
- Belanja APBN DIY Capai Rp18,77 Triliun, TKD Nyaris Tuntas
- Rupiah Menguat Terbatas, Dolar Ditahan Sentimen Nataru
- Kementrans Ajukan Pengalihan Anggaran Rp140 Miliar untuk Sumatera
- Menkeu Pastikan Dana Bencana Sumatera Aman, MBG Tetap Jalan
- Polisi Temukan Dugaan Kasus Pertalite Dicampur Air, SPBU Ditutup
- Amankan Nataru, Pertamina Perkuat Stok Elpiji 3 Kg Jateng-DIY
Advertisement
Advertisement




