MPBI DIY Tolak PP No 51 Tahun 2023 Jadi Landasan Pengupahan 2024
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA— Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menolak PP Nomor 51/2023 tentang Pengupahan sebagai landasan dalam menentukan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2024.
Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan meminta UMK 2024 mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dia mengatakan MPBI DIY menolak keras munculnya formula penghitungan upah minimum terbaru yaitu PP Nomor 51 Tahun 2023, untuk menggantikan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Advertisement
"Bersama ini MPBI DIY menyatakan sikap dengan tegas menolak PP Nomor 51 Tahun 2023. [kami akan] berkoordinasi secara lebih luas untuk untuk aksi dan mogok nasional," ucapnya, Kamis (16/11/2023).
BACA JUGA: Tanggapi UMP 2024, Pengusaha DIY: Kami Tegak Lurus pada Konstitusi
Setidaknya ada tiga alasan MPBI DIY menolak PP No 51 Tahun 2023. Pertama, MPBI DIY menganggap PP tersebut tidak dibuat dengan mekanisme dialog sosial yang melibatkan serikat buruh. Namun dikeluarkan secara sepihak oleh pemerintah.
Kedua, sama dengan survei sebelumnya, PP No 51 Tahun 2023 tidak menggunakan survei KHL sebagai dasar utama dalam penetapan upah minimum untuk 2024. Dan terakhir, PP tersebut secara esensial menghilangkan asas collective bargaining dan dialog sosial dalam menetapkan upah minimum.
"Oleh karena itu MPBI DIY mendesak Gubernur DIY agar menolak PP 51/2023 dan tidak mempergunakan aturan itu untuk menetapkan UMK DIY 2024," jelasnya.
Sebelumnya, Pengusaha di DIY mengaku akan mentaati konstitusi terkait penetapan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2024. Sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Komite Tetap Pembinaan dan Pengembangan Kesekretariatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY, Timotius Apriyanto mengatakan dari dunia usaha dan industri tidak mau berandai-andai berapa angka kenaikan UMP 2024. Saat ini pengusaha masih menunggu keputusan dari pemerintah terkait besaran kenaikan.
"Kami pengusaha taat kepada konstitusi, tegak lurus pada konstitusi, kepada regulasi yang ada. Di mana pegangan kami adalah PP Nomor 51 Tahun 2023,"ucapnya.
Menurutnya perhitungan yang tidak berdasarkan pada PP No.51 Tahun 2023 tidak bisa diterima. Berapapun kenaikan yang diminta buruh bahkan sampai 15 persen, jika tidak berdasarkan regulasi maka pengusaha tidak bisa menerima.
"Kalau enggak ada regulasinya ya kami gak gunakan itu, kami akan menolak karena realistis saja. Persoalan upah minimum provinsi ada dua dimensi, pertama perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja, dimensi kedua adalah keberlangsungan usaha," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 November Naik Signifikan, Rp1.498 Juta per Gram
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
Advertisement
Jadwal Prameks Stasiun Tugu Jogja-Kutoarjo, Sabtu 23 November 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- OJK: KUR Tidak Termasuk Utang Macet yang Bisa Dihapus
- Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Capai 4,7 hingga 4,9 Persen di 2025
- Harga Bitcoin Pecah Rekor, Investor Diminta Berhati-hati Titipkan Dana Investasinya
- Sah! Maya Watono Jabat Direktur Utama Holding BUMN InJourney, Berikut Profilnya
- Prabowo Raih Komitmen Investasi 8,5 Miliar Dolar AS dari Lawatannya ke Inggris
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
- Bea Cukai DIY Sebut Hampir Semua Stakeholder Sepakti Penerapan Cukai Minuman Berpemanis
Advertisement
Advertisement