Advertisement

Punya Pasar Khusus, Pertamax Green 95 Jadi Momen Tumbuhnya Perekonomian

Media Digital
Selasa, 27 Mei 2025 - 19:07 WIB
Maya Herawati
Punya Pasar Khusus, Pertamax Green 95 Jadi Momen Tumbuhnya Perekonomian Petugas SPBU hendak melayani pembelian Pertamax Green 95. / Antara

Advertisement

SLEMAN—Sejak 2024, Pertamina telah mendistribusikan Pertamax Green 95 di tiga kota, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Malang. Terbaru, produk ramah lingkungan berbasis bioetanol dengan kadar oktan (RON) 95 ini ditawarkan dengan harga Rp13.150 per liter.

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai Pertamax Green 95 punya daya tarik dan pasar tersendiri. “Saya rasa, Pertamax Green 95 ini akan memiliki pasarnya sendiri,” ujarnya, Minggu (25/5/2025).

Advertisement

Harga itu, menurut  Fahmy bisa dibilang wajar. Pasalnya, produksi BBM ini memerlukan tambahan biaya untuk bahan lainnya, yakni etanol.

Itulah sebabnya, Pertamina sepertinya harus bekerja ekstra keras untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat pentingnya BBM ramah lingkungan. “Kuncinya ada di komunikasi publik mereka [Pertamina],” ucap Fahmy.

Fahmy menilai beragam potensi ekonomi diproyeksikan bisa tumbuh seiring wacana penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berbasis biofuel yang ramah lingkungan, salah satunya adalah Pertamina Green 95 tersebut.

Dia menilai, pencampuran 5% etanol dan 95% bahan fosil di awal pengembangan biofuel ini tergolong sudah cukup bagus. Bukan tidak mungkin dari langkah awal ini selanjutnya persentase penggunaan bioetanol kian tinggi sementara porsi bahan fosil dapat terus dikurangi.

"Sebagai tahap awal saya kira cukup bagus. Nanti ke depan bisa secara bertahap campuran etanolnya akan semakin meningkat sehingga itu akan memberikan dampak, terutama dalam penyediaan etanol tadi," kata Fahmy.

BACA JUGA: SPBU Gedongtengen Terbakar, Berikut Pengakuan Sejumlah Saksi di Lokasi Kejadian

Bahan etanol sebagai campuran biofuel salah satunya bisa diambil dari tanaman tebu. Apabila Pertamax Green 95 pemakaian etanolnya semakin meningkat, maka permintaan etanol juga akan melonjak. Dampaknya bahan baku pembuatan etanol seperti tebu juga akan meningkat dari sektor petani.

"Jadi petani tebu misalnya, itu akan semakin meningkat [permintaannya]. Jadi itu akan berdampak cukup positif," ucap dia.

Fahmy pun optimistis dalam pengembangan biofuel ini. Jika porsi etanol dalam BBM bisa terus meningkat ke depannya seperti biodiesel yang mencapai B40 tentu negara bisa mengurangi impor Pertamax.

Caranya dengan penambahan penggunaan bioetanol secara bertahap. "Kalau campurannya sudah 40 persen begitu ya, maka secara signifikan dia akan mengurangi juga impor Pertamax, Kemudian di sisi yang lain itu akan memberikan dampak ekonomi juga, khususnya dalam bahan baku etanolnya," ujar dia.

Apalagi bila ke depannya jangkauan Pertamax Green 95 ini cakupannya semakin luas dan meng-cover seluruh wilayah Indonesia, maka penggunaan bahan fosil akan berkurang. Sementara bioetanol yang dibutuhkan semakin banyak dan menyerap hasil pertanian masyarakat penghasil bahan baku etanol.

Pertumbuhan Industri

Belum lagi dengan kebutuhan etanol yang meningkat maka akan semakin banyak pula pabrik yang dibutuhkan untuk mengelola hasil pertanian jadi etanol. Dengan kata lain penggunaan bioetanol juga akan memicu tumbuhnya pabrik-pabrik pengolahan etanol dari bahan hasil pertanian.

"Betul sekali, khususnya dalam hal penyediaan etanol, kalau semakin meningkat maka kemudian akan muncul misalnya pabrik etanol. Antara bahan baku etanol tadi dari tebu ini akan juga memberikan dampak bagi rakyat yang menanam tebu tadi. Jadi saya kira dampaknya positif," ujar dia.

Sektor Hilir

 

Sementara di sektor hilir, dengan proyeksi munculnya pabrik-pabrik etanol, maka banyak lini pula yang akan diserap. Misalnya lini konstruksi untuk pembangunan pabrik, sektor alat dan mesin untuk menunjang pengolahan bioetanol dan tentunya lapangan kerja baru yang membutuhkan tenaga kerja.

"Iya, betul sekali. Jadi dampaknya positif saya kira, asal tadi dikembangan 100 persen, jadi tidak hanya 5 persen," ujarnya.

Secara garis besar penggunaan biofuel juga selaras dengan cita-cita ketahanan energi. Terlebih Fahmy bilang jika swasembada energi tidak bisa diraih jika hanya mengandalkan energi fosil.

Fahmy juga memberikan beberapa pandangannya akan langkah yang harus ditempuh pemerintah dan BUMN dalam hal ini Pertamina dalam upaya pengoptimalan biofuel menjadi pilar energi hijau.

Salah satu peran yang bisa diambil BUMN lanjut dia adalah menjadi sumber pendanaan bagi penelitian energi terbarukan. Langkah ini kata Fahmy harus bekerja sama dengan perguruan tinggi maupun BRIN.

"Ya, saya rasa diversifikasi energi baru terbarukan dengan menggunakan sumber dari dalam, misalnya tadi etanol, sawit atau nanti ubi, dan sebagainya, kalau kemudian itu menjadi suatu prioritas pada saatnya kita akan mandiri dalam penyediaan energi tadi, berasal dari energi baru terbarukan," jelasnya. (***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

SMKN 6 Yogyakarta Sukses Gelar Konser Bertajuk Tourista Fest 2.0

Jogja
| Rabu, 28 Mei 2025, 10:37 WIB

Advertisement

alt

Hilangkan Lelah di Desa Wisata Tinalah

Wisata
| Minggu, 18 Mei 2025, 09:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement