Advertisement
Rumah Kerajinan Yu Payem, Upaya Menguatkan Ekonomi Keluarga di Sentolo Kulonprogo
Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO—Rumah Kerajinan Yu Payem tidak ingin sukses sendiri. Menggandeng warga sekitar turut bekerja, ada semangat untuk bersama-sama memperbaiki dan menguatkan ekonomi keluarga.
Medio 1990 silam, di Salamrejo, Sentolo, Kulonprogo sudah menjadi sentra kerajinan berbahan serat alam agel. Para produsen kerajinan dari pohon gebang itu tersebar di beberapa titik di desa. Untuk membantu para produsen, warga sekitar terlibat dalam membuat kerajinannya.
Advertisement
Payem yang kala itu masih belajar di tingkat sekolah dasar termasuk salah satu yang ikut bekerja. Membantu produksi kerajinan dompet di rumah tetangga, Payem bisa mendapatkan Rp125 dari setiap kerajinan yang dia kerjakan. Dia memang harus bekerja, apabila ingin punya uang saku untuk sekolah.
Ekonomi keluarganya belum begitu baik. Ibu menjadi buruh kerajinan, sementara ayahnya kuli batu. “Saya masih merasakan dinding dari gedek, bukan bambu, tapi dari getepe anyaman dari blarak [daun pohon kelapa kering]. Misal dimakan rayap bisa bolong, misal untuk petak umpet kita lari bisa diterobos, karena tipis dan rapuh,” kata Payem saat ditemui di rumahnya, Kidulan, Salamrejo, Sentolo, Kulonprogo, Senin (11/3/2024).
Menjadi perajin sejak kecil, setelah lulus sekolah menengah pertama, Payem tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dia memilih bekerja di pabrik ekspor kerajinan di Solo. Sedikitnya pegawai di pabrik itu, Payem merangkap sebagai product designer dan juga bagian quality control. Pengalamannya sejak kecil di dunia kerajinan ternyata terpakai di pekerjaannya.
Saat menikah, Payem tidak bisa lagi menjadi pegawai tetap. Dia hanya sesekali membantu apabila pabrik sedang akan proyek ekspor. Payem menjadi pegawai kontrak dengan durasi beberapa bulan, seselesainya proyek. Itu berlangsung beberapa kali.
Hingga akhirnya Payem, suami, serta anaknya merantau ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Mereka ingin memperbaiki ekonomi. Namun fasilitas pendidikan dan juga sarana prasarana lainnya di perantauan yang kurang bagus, membuat Payem memutuskan untuk pulang ke Kulonprogo. Suaminya masih di Palangkaraya.
Dia kemudian membangun rumah dan mengasuh anaknya yang masih kecil. “Dari situ mulai berpikir, saat anak sedang sekolah, saya mau ngapain. Sempat bikin produk makanan, tapi kurang cocok, karena kalau makanan, ada tamu, biasanya buat suguhan,” kata perempuan berusia 43 tahun ini.
Dalam masa-masa itu, pengelola pabrik di Solo, tempatnya bekerja dulu tahu apabila Payem sudah pulang ke Kulonprogo. Mereka mengajak Payem kerja lagi untuk mereka. Payem mengiyakan, namun dia ingin kerja yang bisa dari rumah. Dia masih perlu mengurus anaknya yang masih kecil.
Kesepakatan terjadi, dengan Payem membuat sampel dan memproduksi kerajinan di rumahnya. Nantinya, produk itu dia kirim ke pabrik di Solo. Itu berlangsung sejak tahun 2018. Order pertamanya berjumlah 25 set yang berisi 75 pcs produk kerajinan. Sejak mendirikan usahanya, Payem tidak pilih-pilih orderan. Mau sedikit ataupun banyak tetap dia layani.
“Kami enggak membatasi order apapun, satu pesanan pun saya bikinkan. Rezeki bisa berawal dari order satu. Misal ada pesenan satu, bisa jadi itu sebagai sampel produk. Pernah juga dari order satu, selang berapa bulan langsung 200 pesanan,” katanya. “Setahun kemudian, atau 2019 udah mulai terima order banyak. Ada pandemi Covid-19, orderan semakin banyak, untuk jualan online, permintaan sampai dikerjakan lembur-lembur.”
Rumah Kerajinan Yu Payem bisa mengerjakan produk berbahan serat agel dengan bentuk vas, cover kursi, gucci, furniture rumah, sampai hiasan. Harganya satuannya dari Rp30.000 sampai Rp700.000. Untuk satu set kerajinan bisa mencapai jutaan rupiah. Saat pandemi, orderan dua pekan bisa mencapai tiga truk. Satu truk bisa berisi 450 pcs.
Dari yang awalnya tidak ada karyawan tetap, saat sedang ramai-ramainya, ada sembilan orang yang bekerja di rumah produksinya. Itu belum termasuk orang-orang yang membantu membuat kerajinan dengan sistem dibawa pulang. Semisal dijumlah semua orang yang terlibat dalam produksi kerajinan ini, bisa mencapai 300 orang. Meski di rumah produksi terlihat sepi, tapi para pekerjanya menyebar di berbagai rumah.
Untuk membantu permodalan dalam memproduksi kerajinan, Payem mengajukan pinjaman ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) sejak 2019. Pada momen itu pula, Payem menjadi Agen BRILink. Layanan BRILink terutama untuk urusan dengan para karyawannya. Ada transaksi penggajian sampai perantara pinjaman untuk karyawan.
“Karyawan yang ikut saya kadang ada pengajuan pinjaman, misal pengen ngeramik [rumahnya], pengen kulkas, dan lainya. Saya kerja sama dengan BRI, nanti angsuran pinjaman dibayar dengan hasil karya mereka, dengan langsung dipotong gajinya,” katanya. “Banyak yang seperti itu, ada yang beli rumah dari pinjaman di BRILink, pinjamannya sekitar Rp50 juta.”
Memang ada komisi tersendiri untuk Payem dari transaksi di BRILink. Namun bukan itu yang dia kejar. Payem ingin memudahkan karyawannya untuk berbagai transaksi. Sehingga mereka bisa fokus bekerja dan berkarya. Apabila mereka datang ke bank, banyak waktu dan biaya yang tersita, dari transportasi sampai antre di bank.
Payem juga senang melihat karyawannya yang senantiasa memperbaiki ekonomi keluarga. Dia pernah merasakan hidup susah, sehingga tahu rasanya semangat untuk memperbaiki diri dan ekonomi di masing-masing karyawannya.
Payem merupakan satu dari total 61.309 Agen BRILink di BRI Regional Office (RO)Jogja, yang meliputi kawasan DIY dan sebagian Jawa Tengah. Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan selama tahun 2023, ada sekitar 93 juta transaksi di Agen BRILink RO Jogja. Dari transaksi itu, jumlah fee based income (FBI) yang dihasilkan sebesar Rp122 miliar. Adapun total nominal transaksi (sales volume) mencapai lebih dari Rp100 triliun.
Memasuki tahun ke-10 sejak perilisan pertama kali pada 2014, BRILink berupaya mengakomodir layanan laku pandai yang berfungsi untuk menginklusi keuangan di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. “Layanan ini kemudian berkembang menjadi bisnis yang menghasilkan FBI bagi Bank BRI dan juga meningkatkan kesejahteraan Agen-Agen BRILink di seluruh Indonesia,” kata Sarjono dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/3/2024).
Tidak hanya itu, BRI juga sempat memberikan dana corporate social responsibility (CSR) untuk Rumah Kerajinan Yu Payem senilai Rp50 juta. Sebanyak Rp40 juta untuk membeli alat-alat produksi, sementara Rp10 juta untuk pelatihan dan pengembangan karyawan.
“Kami juga pernah diajak ke Inggris untuk pameran. Itu pertama kalinya pameran di luar negeri, semuanya didukung oleh BRI,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Program Makan Bergizi Gratis Incar Pengusaha Kuliner Lokal, PPJI DIY: Baru Penawaran Sewa Dapur
- Ombudsman Sebut Pengaturan Pupuk Bersubsidi Perlu Payung Hukum
- Luhut Sebut Rencana Kenaikan PPN 12 Persen Awal 2025 Kemungkinan Ditunda
- 4 Keuntungan Memakai Rak Dapur Terbuka di Rumah
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
Advertisement
Top Ten News Harianjogja.com, Kamis 5 Desember 2024, Makan Bergizi Gratis, Tol Jogja-Solo, hingga Gus Miftah Minta Maaf
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Pinjol dan Judi Online Berefek Domino pada Industri Asuransi Umum
- Janur Resto Malyabhara Hotel Luncurkan Christmas Dinner Istimewa untuk Libur Akhir tahun
- Bank BPD DIY Pererat Silaturahmi dengan Purnabakti
- Okupansi Hotel DIY Libur Akhir Tahun, PHRI DIY Andalkan Rombongan Sekolah dan Perusahaan
- Resmi! Pemerintah Terbitkan Aturan Soal Formula Kenaikan UMP 2025
- Disperindag DIY Gelar Business Matching Gerakan Bangga Buatan Jogja di Galeria Mall
- Ekonom Nilai Tidak Ada Urgensinya PPN Naik 12 Persen Awal 2025
Advertisement
Advertisement