Advertisement

Petani Cabai Cilacap, Menjadi Raja Atas Hasil Panennya

Sirojul Khafid
Sabtu, 27 April 2024 - 10:27 WIB
Ujang Hasanudin
Petani Cabai Cilacap, Menjadi Raja Atas Hasil Panennya Rosim saat berada di lahan cabainya, Cilacap. - Ist/Dok. Pribadi

Advertisement

Harianjogja.com, CILACAP—Menjadi petani cabai sejak puluhan tahun lalu membuat Rosim pernah merasakan kejayaan dan kedukaan menjadi pengolah pangan tersebut. Kini dia berjuang agar para petani bisa sejahtera dan menjadi ‘raja’ atas hasil panennya.

Rosim rajin menyimpan suasana sawah cabainya di ponsel. Galeri ponselnya penuh dengan foto dan video perkembangan tanaman cabai miliknya. Di salah satu video, Rosim merekam kondisi cabai merah besar yang sudah siap panen. Di sepanjang barisan pohon cabai, terlihat warna merah cerah yang seakan sudah terasa pedasnya.

Advertisement

Bersama beberapa buruh, Rosim memanen cabainya secara berkala. Panenan cabai mereka masukkan dalam karung-karung putih besar. Rosim kemudian akan menaikkan karung ke motor yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa. Bagian depan dan belakang motor bisa untuk mengangkut setidaknya empat karung.

Modifikasi motor tidak hanya pada bentuk, namun juga mesin. Rosim perlu memastikan motor bisa tangguh di medan sawah yang miring dan berdasar tanah. Melihat kondisi Rosim sekarang, dia sudah terlihat sukses dengan pertanian cabainya. Namun dia sudah melewati banyak perjalanan, sejak puluhan tahun lalu, sejak tahun 1997.

Kala itu, Rosim masih umur 20-an. Dia bekerja sebagai buruh cabai di sekitar tempat tinggalnya, Wanareja, Cilacap. Bos Rosim merupakan orang pertama yang menanam cabai di Cilacap. Di masa-masa itu, cabai masih dianggap tanaman mewah. Hanya pemodal besar yang mampu membudidayakannya.

“Bahkan orang lain, selain pemilik dan pekerja, tidak boleh masuk ke kebun cabai, kaya sakral. Baju pekerja juga enggak boleh gonta-ganti, itu awal-awal cabai ada di Cilacap,” kata Rosim, saat dihubungi secara daring, Selasa (16/4/2024).

Menjadi pekerja cabai membawa keuntungan tersendiri bagi Rosim. Di samping bisa mendapatkan penghasilan dari pekerjaanya, dia juga bisa belajar cara budidaya tanaman ‘mewah’ ini. Beberapa tahun setelah merasa cukup ilmu dan pengalaman, Rosim memutuskan bertani cabai secara mandiri.

Dia menyewa beberapa tanah desa serta lahan kosong Perhutani. Bertani cabai di akhir 1990-an dan awal 2000-an masih cukup menyenangkan. Hama tergolong sedikit. Sehingga Rosim perlu memaksimalkan di permodalan dan perawatan rutin saja.

Rosim ingat di sekitar tahun 2010, dia menanam sekitar 5.000 pohon cabai. Saat panen, Rosim bisa mendapatkan sekitar 5 ton cabai. Total penjualan sekitar Rp50 juta. Itu salah satu jumlah panen terbesarnya. “Hasil jual cabai saya belika kendaraan, sampai sekarang masih ada mobil L300 itu. Waktu itu keren banget, dulu belum banyak [yang punya kendaraan] kaya sekarang, dulu terkenal Haji Rosim dapet mobil dari cabai,” kata laki-laki berusia 51 tahun ini.

Rosim juga sempat menjadi supplier cabai untuk pabrik makanan di luar Jawa Tengah. Permintaan cabai yang besar juga sempat membawa Rosim menjadi tengkulak. Meski sayangnya, jalannya kurang mulus dan harus berhenti di persimpangan usaha.

Berkeliling Indonesia

Pengalaman sebagai petani di lapangan yang cukup lama, serta berbagai peran yang pernah Rosim coba di beberapa lini seperti tengkulak, membuatnya sering menjadi subjek belajar para petani baru atau lama. Berbagi pengalaman bisa dari banyak hal, tentang memulai bertani, cara merawat cabai, sampai sistem penjualan hasil panen.

Semisal dalam teknik menanam cabai. Perlu ada jeda masa penanaman cabai. Apabila lahan sudah menjadi media untuk tanaman cabai, dalam waktu tertentu perlu diselingi dengan tanaman jenis lain. Cara ini agar hasilnya selalu maksimal.

Penanaman bisa diselingi dengan tomat, terong, bawang, padi, atau jagung. Jagung salah satu tanaman terbaik untuk menjadi selingan menanam cabai. Tanaman jagung akan mensterilkan tanah dari bakteri bekas penanaman cabai.

Sempat juga pada masa pandemi Covid-19, Rosim berbagi ilmu dengan pilot yang sedang tidak banyak kegiatan karena adanya pembatasan. “Dia guru pilot di Jakarta, belajar nanem cabai di Bandung dengan ponsel. Selama pandemi enggak terbang, kemudian bertani. Sekarang dia menjadi petani handal, saya juga pernah berkunjung ke sana,” kata Rosim.

Pengalaman dan keuletan dalam dunia pertanian membuat Rosim dipercaya mengemban beberapa amanat. Dia merupakan Ketua Pasar Tani Indo Provinsi Jawa Tengah, Pengurus Pasar Tani Seluruh Indonesia, Ketua Pasar Tani Cilacap, Ketua Petani Bina Karya, Ketua Petani Hortikultura Distrik, dan lainnya. Banyaknya jabatan sering membawa Rosim berkeliling daerah di Indonesia untuk berbagai ilmu dan pengalaman.

Tidak ada gaji dari semua jabatan itu. Justru Rosim lebih berpotensi mendapatkan ‘masalah’ saat bertemu dengan para petani akar rumput. Dia jadi tahu masalah-masalah para petani di Indonesia, termasuk di Cilacap.

Petani Mandiri

Di awal-awal menanam cabai, Rosim merasa petani seperti ‘Raja’ dalam distribusi pangan di Indonesia. Petani sebagai penghasil bahan pangan bisa menentukan harga pada tengkulak. Namun itu dulu. Kini kondisinya berbeda.

Di Cilacap, petani dan tengkulak kadang bekerja sama. Tengkulak sebagai pemodal, petani yang mengeksekusi penanaman sampai pemanenan. Keuntungannya, petani bisa mendapatkan modal untuk proses produksi. Kerugiannya, petani tidak bisa menentukan harga jual panen. Dampaknya, petani bisa jadi mendapatkan untung yang minim, atau justru berpotensi rugi.

Masalah ini yang coba Rosim kolaborasikan dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan Program Petani Mandiri. Semua berawal sejak adanya layanan BRILink dari BRI. Sebagai nasabah lama, BRI menawari Rosim untuk menjadi Agen BRILink pada 2014.

Namun saat itu dia belum tertarik. “Belum mau, mau buat apa? Setelah naik haji tahun 2015, mereka datang lagi, menawarkan menjadi Agen BRILink dan saya mau. Niat menjadi Agen BRILink agar bisa membantu masyarakat dalam bertransaksi keuangan,” kata Rosim.

Jarak dari kampung Rosim ke Bank BRI terdekat bisa menempuh perjalanan hingga satu jam. Dengan adanya Agen BRILink, maka warga sekitar bisa lebih dekat apabila ingin transaksi seperti transfer, tarik tunai, top up, sampai mengakses dan membayar angsuran. Waktunya pun fleksibel, bisa siang, sore, dan malam. Dalam sebulan, Rosim bisa melayani 2.000 transaksi, dengan nilai sekitar Rp8 miliar.

Program kemudian berkembang. Hubungan Rosim dan BRI yang dekat menciptakan kolaborasi Program Petani Mandiri. Melalui program ini, BRI akan menyalurkan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Agen BRILink milik Rosim. Program khusus petani cabai ini bisa mengeluarkan permodalan hingga Rp20 juta per orang atau lebih.

Petani tidak perlu memberikan jaminan, selama identitasnya jelas. Rosim yang akan memastikannya. Syaratnya, modal dari BRI melalui Program Petani Mandiri hanya boleh untuk kepentingan pertanian. “Uang tidak boleh dipakai di luar untuk pertanian. Tidak boleh untuk kondangan dan sebagainya,” katanya.

Sejak adanya Program Petani Mandiri, petani di Cilacap, terutama di sekitar Wanareja sudah lebih bisa leluasa menjual hasil panenannya. Petani juga bebas menjual kemanapun hasil panen cabainya, tidak harus ke tengkulak tertentu.

“Saya pengen kembalikan pertanian seperti zaman saya dulu, petani menjadi Raja, ada tawar menawar,” kata Rosim.

Konsistensi Rosim dalam memperjuangkan kehidupan petani membawanya menjadi Figur Inspiratif Lokal dari program BRI dan LPPM Universitas Udayana tahun 2023. Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan BRI sebagai mitra pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan KUR.

Pada 2023, BRI Regional Office (RO) Jogja yang mencakup wilayah DIY dan sebagian Jawa Tengah telah menyalurkan KUR sebanyak Rp18,45 triliun dengan total 432.452 debitur. Di samping itu, ada pula penyaluran KUR Mikro sebanyak Rp16,46 triliun dengan total 424.919 debitur serta KUR Kecil sebanyak Rp1,98 triliun dengan total 7.533 debitur.

Dari total KUR di BRI RO Jogja 2023, penyaluran di sektor pertanian sebanyak 21,0%. Sementara di sektor jasa sebanyak 23,6%, sektor perdagangan sebanyak 42,2%, sektor industri pengolahan 11,7%, dan sektor perikanan 1,6%. “UKM yang mendapat kredit KUR cenderung semakin maju dengan kesempatan nasabah untuk bisa naik kelas, dari kredit KUR Supermikro ke Kredit KUR Mikro, dan Kredit KUR Mikro bisa naik kelas ke Kredit KUR Kecil. Sehingga nasabah dapat terus membangun usahanya untuk berkembang lebih maju. Dan BRI senantiasa siap untuk mendukung pertumbuhan nasabah UKM,” kata Sarjono, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/3/2024).

Lebih Banyak Dukanya

Permodalan baru satu dari sekian tantangan menjadi petani hari ini. Menurut Rosim, menjadi petani saat ini lebih banyak dukanya daripada sukanya. Sebagai gambaran, dalam sepuluh rangkaian tanam sampai panen, petani sembilan kali rugi, dan hanya sekali untung. Saat sedang untung itulah momen yang membahagiakan petani.

Belum lagi harga pangan yang cenderung tidak pro petani. Saat harga panen murah, tidak ada bantuan. Namun saat harga produk pertanian mahal, langsung ada impor. Sehingga harga pangan dari petani langsung turun. “Padahal harga cabai mahal jadi kesempatan petani bernafas agak lega, bukan semata-mata keuntungan besar. Saat ini tidak ada obat cabai di bawah Rp100.000. Produksinya saja sudah mahal,” kata Rosim.

Petani juga masih harus membayar tenaga kerja sampai potensi produk pangan yang rusak. Kemalangan ini akan semakin paripurna saat harga pangan di bawah biaya produksi. Petani akan merugi dan kesusahan untuk kembali menanam.

Dahulu Rosim sempat menikmati adanya batas minimal harga pangan. Saat harga di pasar tidak mencapai batas minimal tersebut, pemerintah akan memberikan semacam subsidi bagi para petani. Rosim berharap pemerintah bisa lebih perhatian dan mendukung petani.

Bagi Rosim, profesi petani sebagai pembantu pemerintah dalam upaya ketahanan pangan. “Kami bertani dengan ikhlas, kami ibarat pahlawan tanpa tanda jasa. Nanem cabai modal sendiri, panen atau enggak, untung atau tidak, tetap bertani,” katanya.

Salah satu buruh di lahan Rosim, Sumini, mengatakan harga cabai tidak jarang murah. Pernah harga cabai per kilogramnya sekitar Rp5.000. Harga ini tidak bisa menutup modal produksi. “Mohon dinaikkan harga cabainya, harga cabai harus naik, kalau enggak naik, kami tidak dapat mburuh (kerja),” katanya.

Tetap Perlu Ada dan Berlipat Ganda

Masalah di pertanian memang terus ada. Namun regenerasi petaninya perlu berlipat ganda. Setidaknya itu yang Rosim anggap perlu untuk Indonesia ke depannya. Rosim tidak jarang datang ke sekolah-sekolah untuk sosialisasi ilmu pertanian. Kunjungan terutama menyasar anak-anak pramuka.

Rosim merupakan anggota Saka Taruna Bumi, organisasi pembinaan bagi Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis di bidang pertanian. Ilmu ini diharapkan berguna bagi diri pribadi, keluarga, lingkungan, serta dapat dikembangkan menjadi lapangan pekerjaan.

Mewakili petani hortikultura, Rosim menanamkan kecintaan bertani pada anak-anak usia dini di sekolah. “Harus langsung petani yang merayunya, untuk regenerasi petani, merayu ke sekolah dasar-sekolah dasar dan anak-anak di Indonesia untuk paham pertanian,” katanya.

Anak bisa saja sekolah atau di pesantren, dan bisa bekerja apa saja nantinya. Namun bagi Rosim, apapun kegiatan masyarakat, semua orang perlu tahu ilmu pertanian. Dengan mengerti segala proses pertanian, orang akan saling menghargai pekerjaan satu sama lain. Dengan mengerti segala proses pertanian, masyarakat akan semakin menghargai makanan yang ada di meja makan.

“Yuk belajar pertanian, jiwa petani tetap harus ada,” kata Rosim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Masuk Awal Kemarau, BPBD DIY Pastikan DIY Tidak Perpanjang Status Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi

Jogja
| Rabu, 08 Mei 2024, 22:47 WIB

Advertisement

alt

Grand Rohan Jogja Hadirkan Fasilitas Family Room untuk Liburan Bersama Keluarga

Wisata
| Senin, 06 Mei 2024, 10:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement