Nilai Tukar Rupiah Amblek, Harga Obat Diprediksi Naik
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) amblek, yang diperkirakan berdampak pada kenaikan harga obat dan produk farmasi lain.
Saat ini 90% bahan baku obat didatangkan dari luar negeri. Menurut Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Dirjen Farmalkes) Rizka Andaluasi, ketergantungan industri farmasi Tanah Air terhadap bahan baku obat dari luar negeri memicu fluktuasi harga jual produk farmasi, meskipun kenaikannya tidak langsung.
Advertisement
Tapi sebetulnya, lanjut dia kenaikan harga obat itu bisa ditekan dengan efisiensi pada biaya lainnya, seperti biaya marketing dan biaya distribusi.
“Produsen farmasi dapat menekan beban pada biaya di luar produksi. Sebab, harga jual obat juga ditentukan dengan komponen ongkos penjualan mulai dari distribusi hingga pemasaran,” kata Rizka saat ditemui di Kompleks DPR, Senin (24//6/2024).
Dia menambahkan upaya lain yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak pelemahan rupiah yakni dengan melakukan subtitusi impor bahan baku obat (BBO) ke alternatif bahan baku lokal.
Diungkapkan Rizka, industri BBO dalam negeri telah mampu memproduksi 10 bahan baku, termasuk Paracetamol, Omeprazol, Atorvastatin, Clopidogrel, Amlodipin, Candesartan, Bisoprolol, Azitromisin, dan lainnya.
“Dalam tiga tahun kami menghitung dari 2022, dalam 3 tahun itu akan menurunkan nilai impor sebesar 19,42 persen atau kalau dalam rupiahnya dari Rp14 triliun menjadi Rp7,3 triliun,” jelasnya.
Rizka mengungkapkan Kemenkes telah memfasilitasi change source bagi 42 indsutri farmasi dengan tujuan peningkatan pemanfaatan BBO lokal sehingga nilai ekonomis bahan baku dapat tercapai.
BACA JUGA: Kartu Tertelan, Pria Warga Gunungkidul Bobol Dua Mesin ATM di Jogja
Akan tetapi, dia menyadari kendala utama substitusi impor ke bahan baku lokal lantaran biaya dan waktu riset hingga reformulasi yang dibutuhkan produsen obat dalam negeri tidak sedikit. “Butuh waktu dan biaya. Nah, untuk biaya Kemenkes sudah mengalokasikan biaya, bukan kendala tapi memang butuh waktu,” katanya.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) Elfiano Rizaldi mengatakan produk bahan baku obat yang diproduksi dalam masih lebih mahal jika dibandingkan dengan BBO impor.
“Tetapi bukan berarti kita [Indonesia] sudah mempunyai industri bahan baku dalam negeri kemudian kita anggap lebih murah, enggak, malah lebih mahal daripada kita impor bahan bakunya,” ujar Elfiano, beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, harga bahan baku obat dari China dan India masih lebih murah ketimbang BBO produksi lokal, meskipun selisih kurs rupiah dengan dolar meningkat 4%-5% dalam periode tertentu.
Hal itu karena pasar BBO China dan India mencakup skala ekonomi yang lebih besar. Alhasil, harga bahan baku dari kedua negara tersebut dipasarkan lebih murah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 November Naik Signifikan, Rp1.498 Juta per Gram
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Kemenkeu Catat Realisasi Anggaran Infrastruktur Capai Rp282,9 Triliun hingga Oktober 2024
- Imbas PPN 12 Persen Harga Rumah Diproyeksi Bakal Naik
- Maksimalkan Kunjungan Wisata Saat Natal dan Tahun Baru, Ini Strategi Kementerian Pariwisata
- Shell Dikabarkan Bakal Menutup SPBU di Indonesia, Ini Kata Manajemen Perusahaan
- Kisah Riski Usada Membuka Jasa Penitipan Barang di Jogja
- Harga Emas Antam Hari Ini 25 November 2024 Turun Tipis, Rp1.539 Juta per Gram
- REI DIY Sebut Kenaikan PPN 12% Bisa Bikin Penjualan Properti Lesu
Advertisement
Advertisement