Advertisement

Promo November

75 Juta Gen Z Indonesia Bisa Kesulitan Keuangan Gegara Tren YOLO dan FOMO

Arlina Laras
Sabtu, 28 September 2024 - 11:47 WIB
Maya Herawati
75 Juta Gen Z Indonesia Bisa Kesulitan Keuangan Gegara Tren YOLO dan FOMO Ilustrasi uang / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Sekitar 75 juta jiwa generasi Z atau Gen Z Indonesia  atau 27% dari total populasi penduduk, diprediksi bisa terjerat kesulitan keuangan.

Sebabnya adalah Gen Z dianggap terlalu menganut tren you only live once (YOLO) alias hidup ini hanya sekali dan fear of missing out (FOMO) atau ketakutan tertinggal tren.

Advertisement

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan tak jarang muncul berbagai kasus yang berpotensi merugikan masyarakat, khususnya gen Z, akibat pemahaman atau literasi terkait dengan pemanfaatan produk dan layanan keuangan digital yang kurang.

Hasan menyebut dengan era digital saat ini, literasi keuangan makin terasa dibutuhkan, karena teknologi tidak hanya mengubah cara masyarakat untuk melakukan transaksi keuangan, tetapi juga memberikan dan menghadirkan kompleksitas tersendiri dalam penggunaan layanan keuangan.

Beberapa fenomena yang berpotensi merugikan keuangan anak muda yaitu, pertama tren YOLO. “Jangan sekarang ikut-ikutan dan terbawa-bawa arus gaya seperti YOLO misalnya. You only live once,” ujarnya dalam Festival Literasi Finansial 2024 Kami Generasi Siap Finansial, Jumat (27/9/2024).

Di mana, lanjutnya, ketika seseorang mendapat kelebihan uang sedikit, langsung menghabiskan uang, tanpa berpikir bagaimana merencanakan pengelolaan uang dan investasi untuk kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.

Kedua, Hasan juga menyinggung soal fenomena FOMO, fear of missing out, kondisi bahwa anak muda kerap memilih produk dan layanan keuangan digital hanya atas dasar takut jika tidak mengikuti tren dan cenderung tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Ketiga, kata Hasan, anak muda harus menghindari FOPO, fear of public opinion, fenomena yang kini marak terlihat dalam penggunaan media sosial.

“Di mana teman-teman adik-adik mahasiswa dalam memilih suatu produk dan layanan keuangan digital ini hanya berdasarkan perasaan untuk takut jika mendapatkan kritik dari orang-orang sekitar atau tidak mendapatkan tanda like yang banyak gitu ya. Ini juga tentu harus kita hindari,” ujarnya.

BACA JUGA: Komunitas Baju Bekas Ingin Ada Pengecualian Terbatas untuk Kebijakan Larangan Impor

Lebih lanjut, OJK juga menyebut untuk selalu waspada terhadap modus penawaran layanan keuangan, jangan mudah percaya dengan orang lain dan berhati-hati dalam membagikan informasi dan data pribadi kepada orang lain termasuk media sosial.

“Jadi, ini biasanya ada upaya social engineering di mana teman-teman tanpa sadar membagikan data pribadi rahasia yang tidak seharusnya dibagikan,” ucapnya.

Menurutnya, modus yang terjadi biasanya menjadi celah masuk penggunaan data untuk keperluan layanan ilegal atau tindakan yang merugikan kelompok masyarakat.

Selain itu, dia mengingatkan untuk selalu memeriksa setiap produk dan layanan keuangan yang ditawarkan haruslah memiliki izin yang resmi dari otoritas yang berwenang.

“Kalau ditawarkan sesuatu yang menggiurkan dan tidak masuk akal misalnya berikan imbal hasil atau tawaran bunga yang sangat tinggi 10 prsen-20 persen sebulannya gitu. Tentu ini sesuatu yang harus kita periksa lebih lanjut dan kita curigai lebih awal,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal dan Lokasi Bus SIM Keliling Kota Jogja Jumat 22 November 2024

Jogja
| Jum'at, 22 November 2024, 04:57 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement