Advertisement
ADB Sebut Perubahan Iklim Bisa Memicu Turunnya Perekonomian Negara di Asia dan Pasifik

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Perubahan iklim dapat menurunkan produk domestik bruto atau PDB di negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik sebesar 17% pada 2070. Hal ini di ungkapkan Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB).
Penurunan ini bahkan dapat meningkat menjadi 41% pada tahun 2100 dalam skenario emisi gas rumah kaca yang tinggi.
Advertisement
Dalam laporan Asia Pacific Climate Report, ADB menyebut kenaikan permukaan air laut dan turunnya produktivitas tenaga kerja akan menyebabkan kerugian terbesar, dengan pendapatan yang lebih rendah dan perekonomian yang rentan akan terkena dampak paling parah.
Selain itu, ADB juga merinci serangkaian dampak buruk yang mengancam kawasan ini. Jika krisis iklim terus meningkat, maka 300 juta orang di kawasan ini akan terancam oleh banjir di wilayah pesisir, dan triliunan dolar aset pesisir akan rusak setiap tahunnya pada tahun 2070.
"Perubahan iklim telah memperburuk kerusakan akibat badai tropis, gelombang panas, dan banjir di kawasan ini, sehingga berkontribusi terhadap tantangan ekonomi dan penderitaan manusia yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam keterangan resminya, Kamis (31/10/2024).
Asakawa menuturkan, aksi iklim yang mendesak dan terkoordinasi untuk mengatasi dampak-dampak ini diperlukan sebelum terlambat.
Laporan tersebut menemukan bahwa sentimen masyarakat regional mendukung aksi iklim. Dalam studi persepsi perubahan iklim ADB tahun ini, 91% responden di 14 negara regional mengatakan mereka memandang pemanasan global sebagai masalah serius, sehingga banyak yang menginginkan tindakan pemerintah yang lebih ambisius.
Respons adaptasi perlu dipercepat untuk mengatasi meningkatnya risiko iklim, dan juga perlunya meningkatkan pendanaan iklim yang berfokus pada adaptasi.
Laporan ini menilai kebutuhan investasi tahunan bagi negara-negara di kawasan untuk beradaptasi terhadap pemanasan global berkisar antara US$102 miliar hingga US$431 miliar—jauh melebihi US$34 miliar pendanaan adaptasi yang terlacak di kawasan ini pada kurun 2021—2022.
Selain itu, reformasi peraturan pemerintah dan peningkatan kesadaran akan risiko iklim membantu menarik sumber-sumber baru modal iklim swasta, namun diperlukan aliran investasi swasta yang jauh lebih besar.
Dalam hal mitigasi, laporan ini menunjukkan bahwa kawasan ini berada pada posisi yang tepat untuk memanfaatkan energi terbarukan dalam mendorong transisi menuju net zero, dan bahwa memajukan pasar karbon domestik dan internasional dapat membantu mencapai tujuan aksi iklim dengan biaya yang efektif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pengusaha Rokok Berharap Tidak Ada Kenaikan Cukai Tahun Depan
- Domain dot id Tembus 1,3 Juta Pengguna, Buka Peluang Ekonomi Baru
- Harga Minyak Mentah RI, Agustus Turun Jadi 66,07 dolar AS per barel
- Jadwal Bus Damri Jogja Semarang Hari Ini 15 September 2025
- Ini Rencana Penyaluran Kedit BBNI Saat Kantongi Rp55 Triliun Dana Pemerintah
Advertisement

Puluhan Motor di Gunungkidul Tak Lolos Uji Emisi Kendaraan
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Pekerja Bisa Nikmati Relaksasi Bunga KPR Lewat BPJS Ketenagakerjaan
- Domain dot id Tembus 1,3 Juta Pengguna, Buka Peluang Ekonomi Baru
- Anggaran Rp114 Triliun untuk Kemenkes 2026 Disepakati Komisi IX DPR
- KUR Perumahan Rp130 Triliun Dipastikan Cair Tahun Ini
- Mainan Jepang Jadi Magnet Wisata, Orang Dewasa Ikut Borong Koleksi
- Peserta BPJS Ketenagakerjaan Dapat Cicil Rumah dengan Bunga Rendah
- Proposal Bisnis Kopdes Wajib Sertakan Rincian Pembangunan Gudang
Advertisement
Advertisement