Advertisement
Pengamat: Rupiah Melemah Karena Perang Dagang AS

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pengamat mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menyatakan nilai tukar (kurs) rupiah melemah dipengaruhi perang dagang Amerika Serikat (AS).
“Perang dagang ini membuat apa? Membuat mata uang rupiah kembali mengalami pelemahan dan kemungkinan besar dalam minggu-minggu ini pembukaan pasar level Rp16.900 kemungkinan besar akan terjadi. Ada kemungkinan besar akan pecah telur juga di Rp17.000 ini harus berhati-hati,” ujar Ibrahim di Jakarta, Kamis (3/4/2025).
Advertisement
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini di Jakarta melemah sebesar 33 poin atau 0,20 persen menjadi Rp16.746 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.713 per dolar AS.
BACA JUGA: Aset BUMN Dinilai Tak Cukup Tutup Utang
Pada Rabu (2/4/2025), Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif sedikitnya 10 persen ke banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terhadap barang-barang yang masuk ke negara tersebut.
Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen. Sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS.
Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia bukan negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban dagang AS. Ada pula Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen dan 36 persen.
Trump mengatakan bahwa tarif timbal balik itu bertujuan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri.
Ia dan para pejabat pemerintahannya berpendapat bahwa AS telah "dirugikan" oleh banyak negara akibat praktik perdagangan yang dianggap tidak adil.
Tarif-tarif yang telah lama diancamkan Trump itu diumumkan dalam acara "Make America Wealthy Again" di Rose Garden, Gedung Putih.
Menurut Ibrahim, Pemerintah Indonesia harus menerapkan biaya impor dengan harga serupa sebagaimana yang diterapkan AS.
“Pemerintah harus melakukan perlawanan terhadap Amerika dengan menerapkan biaya impor yang harganya sama dengan Amerika memberikan biaya impor terhadap Indonesia, yaitu 32 persen,” tuturnya.
Selain itu, Indonesia harus memanfaatkan BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa) sebagai pasar baru untuk melakukan ekspor.
Ia juga menuturkan pemerintah perlu menggelontorkan stimulus untuk menanggulangi dampak dari perang dagang.
“Bank Indonesia harus tetap di pasar melakukan intervensi di perdagangan DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward), terutama adalah valuta asing dan obligasi. Tujuannya adalah untuk menstabilkan mata uang rupiah. Ini yang harus dilakukan oleh pemerintah sehingga walaupun Amerika melakukan perang dagang terhadap Indonesia, Indonesia sudah siap untuk melakukan perlawanan balik,” kata Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Inovasi Dunia Pertanian, Sirup Kemangi dari Petani Keren di Lampung
- Gegara Beli Peralatan Militer dan Energi dari Rusia, Donald Trump Terapkan Tarif Impor 25% untuk India
- Lebih dari 1 Juta Rekening Terkait dengan Tindak Pidana, PPATK: 150 Ribu Didapat dari Peretasan
- Ekonom Minta Pemerintah dan BPS Menaikkan Acuan Garis Kemiskinan Sesuai Bank Dunia
- Berkat Sydney Sweeney, Saham American Eagle Melonjak
Advertisement

Soal Dugaan Investasi Asing Fiktif di Bantul, Begini Tanggapan Pemkab
Advertisement

Wisata Sejarah dan Budaya di Jogja, Kunjungi Jantung Tradisi Jawa
Advertisement
Berita Populer
- PLN Tawarkan Kemudahan Pasang Baru dan Migrasi ke Listrik Pascabayar Lewat PLN Mobile
- Harga Emas Antam Sabtu 2 Agustus 2025, Rp1.948.000 per Gram
- Sri Mulyani Berjanji Konsisten Alokasikan Anggaran Kesehatan 5 Persen di APBN
- Inovasi Dunia Pertanian, Sirup Kemangi dari Petani Keren di Lampung
- Pemerintah Sebut Koperasi Desa Merah Putih Jadi Alat Operasi Pasar
- Tak Gubris Ancaman Trump, India Lanjut Beli Minyak Rusia
- Imbas Argo Bromo Anjlok, Pembatalan Tiket KA Dilayani hingga 7x24 Jam
Advertisement
Advertisement