Advertisement

Fenomena Perang Tarif Dagang AS: Indonesia Optimis Bertahan, China Melawan

Sirojul Khafid
Sabtu, 12 April 2025 - 15:57 WIB
Sunartono
Fenomena Perang Tarif Dagang AS: Indonesia Optimis Bertahan, China Melawan Ilustrasi perang dagang AS-China - shiwuzq.com

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Beragam reaksi negara menyikapi kenaikan tarif perdagangan oleh Amerika Serikat (AS). Indonesia optimis bisa melewati situasi ini. Sementara China membalas dengan juga menaikkan tarif barang dari AS.

AS menaikkan tarif impor untuk barang Indonesia sebanyak 34%. Presiden Prabowo Subianto optimis Indonesia mampu menghadapi situasi kebijakan terbaru Presiden AS, Donald Trump, terkait tarif impor perdagangan. “Saya sangat prihatin, tapi ini fakta yang dihadapi semua dunia. Saya percaya fondasi kita kuat, whatever happened, saya kira kita akan mampu bertahan," kata Prabowo, Selasa (8/4/2025).

Advertisement

Presiden mengatakan bahwa kerukunan dan gotong royong masyarakat telah terbukti efektif membawa Indonesia bertahan dari situasi kritis, masing-masing di 1998, 2008, termasuk pandemi Covid-19. Kendati demikian, Prabowo tidak menampik bahwa industri padat karya di Tanah Air seperti tekstil, sepatu, garmen, dan furnitur akan terdampak.

Presiden menegaskan komitmennya untuk mencari jalan keluar dan memitigasi dampak yang berpotensi muncul. “Saya harus kumpul dengan tokoh-tokoh industri, kita bicara, kita cari jalan keluar, kita mitigasi kesulitan yang akan ditimbulkan,” katanya.

BACA JUGA: Gara-gara Tarif Trump, Rp2.847 Triliun Dana Pensiun di AS Hilang

Merespons isu lainnya, Presiden juga menegaskan bahwa fundamental Indonesia terkait pasar modal juga kuat dan baik. Ia menambahkan, pasar modal adalah pasar saham yang dipengaruhi oleh mekanisme pasar dan terdapat siklus yang terkadang memicu fluktuasi nilai saham. Di sisi lain, utang negara serta inflasi Indonesia, disebut Presiden, termasuk ke dalam kategori yang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia.

“Kalau saya lihat, fundamental kita kuat. Apa yang terjadi di pasar saham, kita punya kekuatan dan kita akan investasi. Saya tidak terlalu takut dengan pasar modal karena Indonesia punya kekuatan," katanya.

Kepala Negara menambahkan, bahwa utang pemerintah Indonesia termasuk yang relatif kecil bila dibandingkan dengan banyak negara. "Inflasi kita terendah di dunia,” kata Prabowo.

China Membalas

Pemerintah China menerapkan tarif 34% atas produk-produk impor asal AS sebagai balasan dari penerapan bea impor timbal balik yang ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump. "Semua barang impor asal AS akan dikenakan tarif tambahan sebesar 34% atas tarif yang berlaku saat ini. Kebijakan bebas bea dan keringanan tarif yang berlaku saat ini tidak berubah, dan tarif tambahan ini tidak termasuk dalam keringanan," tulis Komite Tarif Dewan Negara China di laman resminya, Jumat (4/4).

Dalam laman Kementerian Luar Negeri China disebutkan bahwa pemberlakuan tarif oleh AS tersebut telah melanggar hak dan kepentingan sah berbagai negara, melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), merusak sistem perdagangan multilateral berbasis aturan serta mengguncang stabilitas tatanan ekonomi global.

"Pemerintah China dengan tegas mengecam dan menentang keras tindakan tersebut. Dengan menggunakan tarif sebagai senjata untuk memaksakan tekanan ekstrem dan mengejar kepentingan pribadi, AS menunjukkan perilaku unilateralisme, proteksionisme dan perundungan ekonomi," demikian disebutkan dalam laman tersebut.

Di balik retorika "kesetaraan" dan "keadilan," AS dinilai hanya memainkan permainan "zero-sum" dengan prinsip "America First" dan "Amerika yang Istimewa" dengan tujuan mengganti tatanan ekonomi dan perdagangan internasional yang ada, mengedepankan kepentingan AS di atas kepentingan bersama masyarakat internasional, serta mengorbankan hak-hak sah negara-negara di dunia demi keuntungan hegemoni AS.

"China adalah negara peradaban kuno yang menjunjung tinggi kesopanan dan aturan. Kami tidak mencari masalah, tetapi juga tidak takut menghadapinya. Tekanan dan ancaman bukanlah cara yang tepat dalam berinteraksi dengan China," demikian disebutkan.

Sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia dan pasar konsumen barang terbesar kedua, China disebut akan terus membuka pintunya semakin lebar, apa pun perubahan situasi internasional. "China siap berbagi peluang pembangunan dengan dunia demi mencapai hasil saling menguntungkan dan kami juga yakin bahwa sebagian besar negara di dunia yang mempercayai keadilan dan kebenaran akan membuat pilihan yang sesuai dengan kepentingan mereka. Dunia membutuhkan keadilan, bukan arogansi," tulisnya.

AS Mengancam Balik

Presiden AS, Donald Trump, pada Senin (7/4/2025) mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50% pada China di atas tarif timbal balik sebesar 34% yang diumumkan minggu lalu. "Kemarin, China mengeluarkan Tarif Pembalasan sebesar 34%, di atas tarif mereka yang telah memecahkan rekor, Tarif Non-Moneter, Subsidi Ilegal terhadap perusahaan, dan Manipulasi Mata Uang jangka panjang yang besar-besaran," tulis Trump di media sosial.

BACA JUGA: Tarif Trump Ditunda, Ini Langkah Pemerintah RI

"Saya telah memperingatkan bahwa negara mana pun yang membalas AS dengan mengeluarkan Tarif tambahan, di atas dan di luar penyalahgunaan Tarif jangka panjang yang sudah ada terhadap Negara kita, akan segera dikenai Tarif baru dan jauh lebih tinggi, lebih besar dan di atas yang awalnya ditetapkan," katanya.

Trump mengatakan bahwa jika China tidak membatalkan kenaikan tarif sebesar 34% pada 8 April, ia akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50 persen pada negara tersebut, yang akan mulai berlaku pada Rabu (9/3).

Kursi Dubes Indonesia untuk AS Kosong

Posisi Duta Besar yang ditempatkan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Washington DC, Amerika Serikat sudah kosong selama hampir dua tahun. Terakhir, posisi Dubes Indonesia untuk AS, Rosan Roeslani, menyelesaikan tugasnya pada 17 Juli 2023. Rosan tidak lagi menduduki posisi tersebut setelah mendapat posisi baru sebagai Wakil Menteri BUMN oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Berdasarkan laman resmi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Indonesia setidaknya memiliki 21 nama yang pernah menduduki posisi Dubes yang ditempatkan di KBRI Washington DC. Setelah Rosan, Jokowi belum lagi menunjuk Dubes Indonesia untuk AS di Washington DC. Prabowo Subianto yang dilantik sebagai Presiden sejak 20 Oktober 2024 juga belum menunjuk nama yang akan mengisi kursi tersebut. Adapun Rosan pada pemerintahan Prabowo ditunjuk menjadi Menteri Investasi dan Hilirisasi Indonesia sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan bahwa pemerintah perlu segera menunjuk Dubes Indonesia untuk AS, agar dapat menjembatani negosiasi terkait kebijakan terbaru tarif impor Presiden Donald Trump. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menuturkan bahwa dibutuhkan tokoh yang profesional dan berpengalaman untuk posisi tersebut karena penting untuk memperjuangkan kepentingan nasional.

“Kita butuh sosok yang paham diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. Ini bukan posisi simbolik, ini garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” katanya, Kamis (3/4/2025).

Ia pun menyoroti posisi Dubes Indonesia untuk AS yang telah kosong selama hampir dua tahun. “Sudah hampir dua tahun kita tidak punya wakil di Washington, padahal Amerika Serikat mitra dagang kedua terbesar kita. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pengabaian terhadap kepentingan nasional,” kata Andry.

Ia menyatakan bahwa pemerintah perlu segera menunjuk duta besar yang memiliki rekam jejak kuat di bidang perdagangan dan investasi. “Setiap hari tanpa perwakilan di Amerika Serikat adalah hari di mana posisi tawar kita melemah. Kita kehilangan momentum, kehilangan peluang, dan kehilangan kendali,” katanya.

Andry mengatakan bahwa kebijakan tarif tambahan sebesar 32% dari AS terhadap produk-produk Indonesia adalah ancaman serius terhadap sektor perdagangan dan tenaga kerja domestik. Hal tersebut karena bermacam produk dari industri padat karya, seperti tekstil, pakaian, dan alas kaki, menyumbang 27,5% dari total ekspor Indonesia ke AS.

“Dalam tiga tahun terakhir, sudah lebih dari 30 pabrik di sektor tekstil dan turunannya tutup. Jika pemerintah terus diam, kita bukan hanya kehilangan pasar utama, tapi juga akan muncul badai PHK lanjutan yang jauh lebih besar,” kata Andry.

Andry pun mengkritisi alasan Presiden Trump dalam menetapkan kenaikan tarif impor tersebut dengan berkilah bahwa Indonesia mengenakan tarif hingga 64 persen terhadap produk dari AS. Ia mengatakan bahwa alasan tersebut sangat menyesatkan, karena dihitung dengan membagi defisit perdagangan dengan total ekspor, bukan berdasarkan tarif sebenarnya.

“Metode ini cacat, tapi dijadikan alasan untuk menekan kita secara sepihak. Ini bentuk proteksionisme terang-terangan yang merugikan Indonesia,” katanya.

Perlu Mengurangi Ketergantungan

Presiden Prabowo Subianto menyebut Indonesia harus berani mencari pasar tujuan ekspor yang baru, terutama setelah terkena tarif timbal balik impor 32% ditambah tarif impor umum 10 persen dari Amerika Serikat (AS). Menurutnya, kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump membuat situasi perekonomian global berubah sehingga Indonesia perlu mengatur strategi untuk melindungi kepentingan dalam negeri.

“Kita akan cari jalan keluar. Kita harus berani mencari pasar baru,” kata Prabowo, Selasa (8/4/2025).

Presiden melanjutkan pengusaha-pengusaha Indonesia harus mulai menjajaki pasar-pasar non-tradisional yang juga potensial, misalnya negara-negara Afrika. “Afrika itu the new emerging market of the world. Afrika jumlah penduduknya besar, resource-nya banyak, kebutuhannya banyak,” kata Presiden.

Prabowo kemudian menyebut saat ini ada beberapa pengusaha Indonesia yang telah menggarap pasar di Afrika, misalnya Salim Group dengan produk mie instannya. “Dia di mana-mana di Afrika. Mereka (penduduk Afrika, red.) sekarang hobinya makan Indomie, dan mereka kira Indomie itu makanan mereka. Ada di Nigeria, ada di Turki, ada di Mesir. Jadi, kita look for new market,” kata Prabowo.

Presiden kemudian menyebutkan ada beberapa sektor industri yang diprediksi bakal terpukul karena kebijakan tarif Trump itu, di antaranya tekstil, garmen, sepatu, dan mebel. "Ini berat, karena ini padat karya," kata Presiden.

Kurangi Ketergantungan dengan Amerika

Anjuran untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada AS beberapa kali mencuat, termasuk saat penutupan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) beberapa waktu lalu. USAID banyak membantu program pemerintah, termasuk Indonesia.

Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada Amerika Serikat (AS) dalam menghadapi dinamika global. Pakar Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Poppy Sulistyaning Winanti, mengatakan di bidang pertahanan, Indonesia perlu memperkuat kerja sama dengan negara mitra lain seperti Jepang dan India.

"Diversifikasi mitra strategis menjadi langkah kunci bagi Indonesia untuk mempertahankan otonomi dan stabilitas di tengah perubahan geopolitik yang semakin kompleks," katanya, beberapa waktu lalu, dikutip dari Antara.

Kebijakan luar negeri Presiden AS Donald Trump, lanjut Poppy, yang cenderung mengutamakan kepentingan negaranya di atas kerja sama multilateral, memicu kekhawatiran Indonesia yang selama ini aktif dalam isu lingkungan global. "Trump kembali menarik AS dari berbagai perjanjian internasional, termasuk Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, yang sempat direstorasi oleh Joe Biden pada 2021," katanya.

Di bidang perdagangan, lanjut Poppy, Trump juga kembali menerapkan kebijakan proteksionis dengan meningkatkan tarif impor dan meninjau ulang fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) bagi Indonesia. Bahkan ancaman penghapusan fasilitas GSP sempat menimbulkan ketegangan, meskipun pada akhirnya tetap diberikan setelah negosiasi yang berlangsung cukup lama.

Meski hubungan dagang tetap terjalin, menurut Poppy, pendekatan unilateral Trump membuat Indonesia harus lebih berhati-hati menjaga keseimbangan ekonomi dengan AS. Sementara itu, dalam sektor pertahanan, kerja sama militer antara Indonesia dan AS tetap berjalan melalui program seperti Garuda Shield.

Namun, kebijakan luar negeri Trump yang keras terhadap Tiongkok semakin meningkatkan ketegangan di kawasan Laut Cina Selatan. Kendati Indonesia bukan negara pengklaim dalam sengketa Laut Cina Selatan, tetapi memiliki kepentingan langsung dalam menjaga kedaulatan perairan Natuna.

"Meningkatnya kehadiran militer AS di kawasan Asia-Pasifik, Indonesia harus semakin cermat dalam menjaga keseimbangan hubungan dengan dua kekuatan besar, AS dan Tiongkok," kata Poppy.

Di samping itu, perubahan kebijakan AS di bawah Trump juga berdampak pada program pembangunan di Indonesia, terutama setelah pembatasan peran Badan Pembangunan Internasional AS (USAID). Sebelumnya, USAID berperan penting dalam mendukung berbagai proyek pembangunan di Indonesia, mulai dari pemberdayaan masyarakat hingga penguatan pelayanan kesehatan. "Adanya kebijakan baru Trump, beberapa program USAID mengalami pembatasan," katanya.

Dari kondisi tersebut, Poppy mengatakan bahwa Indonesia harus segera mengambil langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada AS. Salah satunya dengan memperluas kerja sama ekonomi melalui BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). "Masuknya Indonesia ke dalam BRICS dapat dilihat sebagai upaya untuk memperluas daya tawar Indonesia di tengah ketidakpastian kebijakan AS," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Terbaru KRL Solo Jogja Hari Ini, Minggu 13 April 2025, Berangkat dari Stasiun Jebres Solo hingga Tugu Jogja

Jogja
| Minggu, 13 April 2025, 01:17 WIB

Advertisement

alt

Daftar 37 Negara Bebas Visa untuk Paspor Indonesia

Wisata
| Rabu, 09 April 2025, 23:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement