Advertisement

Kepala Kantor Imigrasi 1 Yogyakarta : Kenali, Pelajari & Berinteraksi

Mediani Dyah Natalia
Kamis, 23 Agustus 2018 - 10:30 WIB
Mediani Dyah Natalia
Kepala Kantor Imigrasi 1 Yogyakarta : Kenali, Pelajari & Berinteraksi  Syafrial - Ist./Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—35 Tahun bekerja di sebuah institusi pemerintah dan harus berpindah-pindah kota, membuat Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta Syafrial tahu betul bagaimana harus menempatkan diri. Termasuk bagaimana berinteraksi dengan rekan kerja maupun bawahan hingga melayani masyarakat.

Kepada Harian Jogja, pria kelahiran Bayur Maninjau, Sumatra Barat pada 25 Maret ini mengaku telah menjalankan tugas di beberapa kota. Sebut saja seperti Semarang, Jawa Tengah; Batam, Kepulauan Riau; Manado, Sulawesi Utara; Bukittinggi, Sumatra Barat; Tanjung Pinang Kepulauan Riau dan Bangka Belitung Kepulauan Bangka Belitung. Terakhir, sebelum hijrah ke Jogja, dia sempat melayani selama empat tahun tiga bulan di Ternate Maluku Utara. “Saya mulai bertugas di Jogja baru 12 Januari 2018,” katanya, Senin (20/8).

Advertisement

Dari pengalamannya selama ini, Syafrial belajar jika tiap daerah memiliki memiliki keunikan. Baik saat berkomunikasi maupun bekerja. Baginya perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan. Asalkan semua dapat terorganisasi dengan baik dan pekerjaan berjalan sesuai aturan yang berlaku.

Karena itu, saat datang ke sebuah daerah baru, dia lebih memilih untuk mengenali dan mempelajari karakter dan budaya masyarakat sekitar hingga bagaimana harus berperilaku. “Misalnya Ternate dan Jogja. Di sini [Jogja], orangnya halus-halus. Ketika ada masalah, kami akan bicarakan bersama, mencari solusi bersama. Sedang di timur, enggak bisa dengan cara itu. Saya harus tegas mengatakan ini itu, contohnya enggak senang ini atau itu. Kalau terlalu halus mereka tidak bisa, sebaliknya kalau di Jogja terlalu tegas juga sulit untuk diterima,” ujarnya.

Melalui pola tersebut, Syafrial tidak hanya tahu bagaimana harus berinteraksi sehingga dapat diterima karyawan setempat. Melainkan juga dapat memposisikan diri sebagai pemimpin yang bisa mempengaruhi karyawan dengan baik.

Pola interaksi ini, disebutnya bukanlah cara untuk mendapatkan catatan memuaskan dari para atasan. Melainkan menciptakan tim yang solid sehingga dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Buntutnya, kata dia, agar Kantor Imigrasi Kelas 1 Yogyakarta dapat memberikan pelayanan berkualitas kepada publik.

Memetakan Persoalan

Tantangan selanjutnya yang harus dihadapi Syafrial adalah memetakan persoalan di setiap daerah. Beda wilayah tentu jenis pelayanan yang banyak diakses masyarakat pun berbeda. Apalagi jika dilihat dari kepadatan hingga keberagaman penduduk. Sebagai contoh di Ternate, di daerah tersebut pengurusan paspor hanya 20 buku per hari. Jumlah yang sangat kecil jika dibandingan di Jogja yang memiliki antrean panjang untuk mengurus paspor untuk berbagai kebutuhan.

Namun di Ternate, persoalan yang paling banyak ditemui justru mengenai izin tinggal terbatas (kitas) tenaga kerja asing. Sebab di kawasan tersebut banyak pabrik smelter yang mempekerjakan tenaga kerja asing. Sedang di Jogja, sebagai kota pendidikan, permohonan kitas paling banyak diakses mahasiswa asing, baik yang meneruskan jenjang pendidikan Strata 1 (S1) hingga Strata 3 (S3).

“Di Jogja, biasanya kitas tak bermasalah di tahun-tahun awal. Namun saat berlanjut, baru terjadi masalah. Karena bermasalah di izin tinggal, mereka enggak bisa menyelesaikan pendidikan. Ini kan sayang sekali,” katanya.

Ketika ditanya mengenai penyebab para mahasiswa asing bermasalah di kitas, dia menuturkan banyak hal yang dapat menjadi faktor. Misalnya saja, biro atau kampus yang kurang teliti atau mahasiswa yang tak memperhatikan mengenai jatuh tempo izin tinggal.

“Atau jangan-jangan karena kurangnya sosialisasi dari kami sendiri selaku pihak imigrasi. Kami berusaha memetakan masalah dan merefleksikan diri. Tidak mau gegabah menyalahkan orang lain,” urai dia.

Guna mengatasi masalah ini, dia pun mendorong anak buah untuk secara rutin menggelar sosialisasi. Program ini sengaja disusun berulang dengan pola frekuensi yang dekat, agar mahasiswa, kampus dan biro dapat saling mengingatkan. Sehingga tidak ada lagi cerita mahasiswa asing yang terpaksa tak dapat menghentikan pendidikan gara-gara izin tinggal.

“Saya berharap ke depan, pelayanan ke masyarakat semakin mudah. Tidak ada lagi pelanggaran hukum karena orang-orang telah paham mengenai peraturan yang berlaku,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Sambut Pemudik dan Wisatawan Libur Lebaran 2024, Begini Persiapan Pemkab Gunungkidul

Gunungkidul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 11:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement