Advertisement
Kenaikan Harga BBM Tak Berpengaruh ke Pengelolaan APBN
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA --Pemerintah menegaskan, kebijakan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertamax tak akan berdampak ke pengelolaan anggaran.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menjelaskan, dari kaca mata anggaran, kenaikan itu tak akan berdampak pada APBN karena premium memang tidak disubsidi. Kebijakan ini justru positif dan mengurangi beban badan usaha.
Advertisement
"Bila ini memang dilaksanakan, tidak berdampak, [justru] dampaknya ke badan usaha dapat berkurang bebannya oleh kenaikan harga minyak mentah," kata Askolani, Rabu (10/20/2018).
Askolani menjelaskan pemerintah akan terus memantau dan menyiapkan antisipasi perkembangan indikator ekonomi. Dia juga memastikan bahwa stabilitas pengelolaan anggaran sampai saat ini masih cukup terjaga.
"Kita tahu harga minyak selama ini sangat fluktuatif, karena bisa naik turun dengan cepat. Jadi review-nya jangka panjang, bukan jangka pendek," kata Askolani.
Adapun, lanjut dia, harga minyak yang dipakai dalam menghitung APBN adalah rata-rata 1 tahun, bukan harian, mingguan, atau bulanan. Oleh karena itu, Kemenkeu secara berkala (bulanan) terus melakukan monitoring dan mereview realisasi APBN dan indikator ekonomi makronya serta mengantisipasi ke depannya.
"Untuk realisasi penambahan subsidi belum, masih proses penyelesaian dokumen lagi dalam waktu dekat ini," imbuhnya.
Sementara itu, ekonom Maybank Indonesia Juniman menjelaskan bahwa langkah pemerintah untuk menaikan harga premium sebanyak 7% merupakan langkah awal yang baik bagi pemerintah, terutama untuk mengurangi defisit transaksi berjalan atau CAD yang semakin melebar.
Dia juga menyebut bahwa kebijakan yang ditempuh pemerintah masih dalam range yang aman. Kendati tetap ada pengaruh baik dari sisi inflasi maupun daya beli, Juniman masih memperkirakan kenaikan inflasi masih sesuai dalam range yang disetel dalam APBN.
"Memang berdampak, kami memperkirakan inflasi bisa di angka 3,2 persen ini masih di bawah range APBN," jelasnya.
Di samping itu, kebijakan yang ditempuh pemerintah juga sebenarnya memberikan jaminan kepada publik termasuk pelaku usaha, bahwa pemerintah sangat serius dalam menangani berbagai problem terkait perekonomian.
Meski demikian, Juniman juga memberi catatan kebijakan ini juga berpotensi tak optimal, apalagi melihat fakta di lapangan bahwa konsumsi premium menurun. Harusnya, jika pemerintah komitmen mengatasi defisit neraca perdagangan, jenis BBM Pertalite juga harus ikut dinaikkan.
"Tetapi apapun itu, ini adalah pilihan yang logis, di tengah kenaikan harga minyak dan melemahnya rupiah," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
Advertisement
Tanah 3 SD Negeri Kulonprogo Masih Milik Warga, Disdikpora Fasilitasi Pembebasannya
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- IHSG Ditutup Melemah, Ini Tanggapan BEI DIY
- Kenaikan BI Rate 25 Basis Poin, Respon Kadin DIY: Keputusan Moderat
- Marvera Gunungkidul, Korban Penipuan Jadi Sumber Penghidupan
- Meraup Berkah dari Rumput Laut dan Tulang Ikan
- Hari Ini Harga Telur Ayam Terpantau Naik hingga Rp31 Ribu per Kilogram
- Per Maret 2024, APBN Surplus Rp8,1 Triliun
Advertisement
Advertisement