Advertisement
Harga BBM Nonsubsidi Turun Mulai Pekan Depan
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akhirnya memutuskan bahwa badan usaha akan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi yang dimulai sejak pekan depan hingga Januari 2019.
Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan bahwa penurunan ini seiring dengan koreksi harga minyak dunia yang saat ini berada di bawah US$60 per barel.
Advertisement
Menurutnya, semua badan usaha sudah sepakat untuk menurunkan harga BBM nonsubsidi. “Saya sudah panggil Pertamina, AKR, Shell, Total, dan Vivo. Mereka semua komitmen untuk menurunkan harga. Paling cepat pekan depan paling lama Januari 2019. Jadi, saya tinggal tunggu surat dari mereka,” kata Djoko, Rabu (28/11).
PT Pertamina (Persero) akan menurunkan harga BBM nonsubsidi pada Januari 2019 mendatang.
Adiatma Sardjito, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan pihaknya sepakat dengan permintaan pemerintah untuk menurunkan harga BBM nonsubsidi seiring dengan tren koreksi harga minyak dunia.
Hanya saja, penurunan harga tidak bisa serta merta dilakukan oleh perusahaan pelat merah tersebut mengingat pasokan minyak yang dibeli Pertamina masih ada.
“Kalau Pertamina enggak kagetan. Kalau kita menaikkan harga, enggak langsung naik, begitu juga kalau turun, enggak langsung turun. Ada guidance dari ESDM, sampai barang yang dibeli kemarin habis [baru menurunkan harga],” katanya, Rabu (28/11).
Sementara itu, Pengamat Energi Watch Mamit Setiawan mengatakan, permintaan untuk menurunkan harga BBM nonsubsidi sudah wajar sesuai dengan kondisi harga minyak dunia saat ini yang sedang turun.
“Badan Usaha selain Pertamina biasanya jika minyak dunia naik dalam 2 pekan akan melakukan evaluasi dan langsung menaikkan BBM. Harusnya dengan kondisi sekarang mereka harus segera menurunkan harga BBM. Jika kompetitor sudah menurunkan harga, saya kira pertamina akan mengikuti penurunan harga tersebut,” katanya belum lama ini.
Hanya saja, imbuhnya, saat ini Pertamina masih coba untuk melakukan recovery kondisi keuangannya sehingga menjadi badan usaha yang paling lambat dalam menaikkan harga BBM nonsubsidi, khususnya jenis pertalite.
Pri Agung Rakhmanto selaku pendiri Reforminer mengatakan, permintaan pemerintah untuk menurunkan harga BBM nonsubsidi sudah benar. “Memang sudah sewajarnya naik turun sesuai nilai keekonomiannya mengikuti pergerakan harga minyak dunia,” katanya.
BBM Bersubsidi
Sementara itu, harga BBM jenis penugasan dan bersubsidi tidak dapat langsung disesuaikan dengan penurunan harga minyak mentah dunia.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengakui bahwa ada beberapa parameter untuk merevisi formula harga BBM jenis Premium. Revisi formula harga Premium harus sejalan dengan hasil audit harga minyak pada 2017.
“Memang kalau itu ada beberapa parameter yang dilihat dari formula itu dan ini direvisinya berdasarkan data audit report 2017. Jadi, formula berikutnya juga [berdasarkan] sama audit report 2018,” kata Nicke.
Nicke menuturkan, revisi formula harga Premium dan Solar tidak akan langsung berdampak pada penurunan harga kedua jenis bahan bakar tersebut. Pemerintah yang berwenang untuk menetapkan harga BBM subsidi dan penugasan.
“Kalau harga [Premium dan Solar] tidak bisa kami naikkan karena itu sudah diatur, tetapi dari sisi biaya, formulanya lebih relevan dengan kondisi terakhir.”
Kementerian ESDM merevisi formula penghitungan harga Premium dan Solar yang disesuaikan dengan struktur harga yang relevan saat ini.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, formulasi harga BBM perlu diperbaharui menyesuaikan harga minyak saat ini. Formula penyusunan harga Premium masih menyesuaikan dengan harga minyak pada 2017.
Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan menyebut bahwa APBN 2019 tetap aman kendati tahun depan ada kenaikan harga BBM dan masa transisi pemerintahan.
Kepala BKF Suahasil mengatakan, nilai subsidi BBM yang langsung ditanggung oleh pemerintah sebenarnya tidak terlalu besar.
Menurutnya, subsidi energi pada 2019 sekitar Rp160 triliun. Namun, subsidi itu hanya 1,1% dari produk domestik bruto.
Sementara itu, nilai subsidi energi yang ditanggung pemerintah pada tahun ini naik dari Rp96 triliun menjadi Rp145 triliun—Rp150 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
- Manfaatkan Digitalisasi, Bakul Mi Ayam di Karanganyar Lebih Mudah Gaet Pembeli
- Video Viral Mobil Brio Merah Diduga Adang Ambulans di JLS Salatiga
- Berdayakan Lahan Antar Mita Gedang Selirang Kauman Raih Juara II Proklim Solo
- Menteri Jokowi Hadiri Penetapan Capres-Cawapres Terpilih, Ganjar-Mahfud Absen
Berita Pilihan
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
Advertisement
Pelaku UMKM di Jogja Disorong Segera Urus Sertifikasi Halal Sebelum Oktober 2024
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Nilai Tukar Rupiah Remuk, DPD REI DIY: Tidak Menjadikan Bisnis Properti Kolaps
- Seusai Lebaran, Harga Bawang Merah Jadi Mahal
- Lahan Panen DIY April 2024 Diperkirakan 35.557 Hektare, Gunungkidul Terluas
- PLN Mobile Proliga 2024 Siap Digelar, Kolaborasi Dukungan Untuk Pengembangan Voli di Tanah Air
- Cuaca Tak Menentu Bikin Harga Bawang Merah Melonjak Drastis
Advertisement
Advertisement