Advertisement
Surosmith Beri Sentuhan Modern pada Perak Kotagede

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Perak menjadi salah satu logam mulia yang umum digunakan sebagai perhiasan. Jogja pun memiliki pusat kerajinan perak yang tertua dan masih menerapkan cara-cara tradisional untuk produksinya. Namun bagaimana jika cara produksi yang tradisional tersebut dikombinasikan dengan desain modern?
"Saya dulu pernah ke Bali, untuk mengurus bisnis fesyen. Di sana saya kaget, cincin-cincin perak dengan desain yang bagus dijual sangat murah, hanya puluhan ribu. Dari situlah saya menelisik kerajinan perak ini. Ternyata di Jogja ada, bahkan yang proses produksinya lebih tradisional dibandingkan Bali [di Kotagede]" ujar Tita Dwi Ivariana saat bertemu dengan Harian Jogja, Jumat (28/12).
Advertisement
Mulanya Tita memang berkecimpung di bisnis fesyen, bahkan sejak 2011 ia sudah konsisten membangun bisnis ini bersama seorang kawannya. Dari bisnis tersebut, mereka sudah memiliki toko fesyen offline yang terletak di tengah kota. Baju yang ia kenakan siang itu pun, merupakan baju yang ia desain sendiri. Namun suatu waktu, ketika salah satu kawannya melirik bisnis perhiasan, Tita merasa di sana lah minatnya bermuara. Maka ia pun mulai mencari perajin di Kotagede yang juga terkenal sebagai Kota Perak di Jogja.
Seni kerajinan perak Kotagede memang muncul sejak lama, bersamaan dengan Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16. Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, abdi dalem kriya diperintahkan untuk membuat perhiasan dari emas dan perak. Seni kerajinan logam tersebut lantas makin berkembang pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII. Hingga kini, kita masih bisa menemukan jejak kejayaannya di hampir seluruh wilayah Kotagede yang terletak di tenggara Kota Jogjja ini.
Tita bahkan mengajak Harian Jogja blusukan ke Kampung Pringgolayan, tempat perhiasannya dibuat. Menemui Tego, perajin yang sudah cukup lama bekerja sama dengannya. Di rumah Tego, perhiasan dengan label Surosmith dibentuk. Mulai dari bahan mentah hingga siap digunakan oleh pemesannya. Semua dikerjakan dengan manual, tanpa menggunakan tenaga mesin. Tego sendiri yang membuat pola hingga menggarap finishing, tanpa bantuan asisten. Kualitas perhiasan Surosmith sangat mudah dikontrol.
Sedangkan dari segi desain, Tita menyebut produknya berbeda dengan desain perhiasan ala Kotagede yang relatif etnik. Perhiasan yang dijual oleh Surosmith menerapkan desain yang modern. Potongannya simpel tetapi tetap elegan. Detailnya tak rumit tetapi enak dipandang. Maka ia mengangkat tagline Modern Ambiance to The Most Ancient Jewelry Processing". "Saya memang bukan penghobi perhiasan yang etnik. Maka seluruh desain Surosmith ini saya buat sendiri, kadang saya mengeluarkan seri khusus berisi beberapa desain untuk dipasarkan," katanya sambil menunjukkan beberapa cincin dan anting hasil rancangannya.
Bermula dari satu dua produk yang ia kenakan sendiri, Tita memberanikan diri untuk memasarkannya melalui media sosial Instagram. Tak dinyana, produknya dilirik oleh konsumen. Bahkan ia mengenang ada konsumen yang terus menerus memesan ulang produk buatannya. Tita pun makin mantap untuk terjun di bisnis ini. Memulainya sejak akhir 2017, pada awal 2018 Tita melepaskan bisnis fesyen yang sudah ia jalani selama kurang lebih tujuh tahun dan fokus mengurus Surosmith. Laiknya bisnis baru, Tita mengaku menghadapi beberapa trial dan error hingga mampu ada di posisi saat ini. "Pernah pindah pengrajin karena hasilnya kurang bagus," ujarnya sambil tersenyum.
Namun dengan kualitas Surosmith saat ini, ia bahkan sudah menerima pesanan dari beberapa artis Ibukota. Sebut saja Monita Tahalea hingga pernikahan Baim Wong dan Paula Verhouven. Menurut Tita, tempaan pengalaman selama menjalankan bisnis ini malah membuatnya mendapatkan banyak pengetahuan. Bahkan kini ia paham betul ada berbagai macam jenis cara produksi perak, mulai yang 100% dikerjakan secara manual hingga menggunakan cetakan cor untuk produksi yang masal. Label Surosmith yang ia ambil dari nama buyutnya yakni Suro Semito menjadi jalannya untuk terus berkarya dan mengangkat potensi kerajinan lokal Jogja. "Saya rasa nama buyut saya ini ngrejekeni [membawa rezeki]," tuturnya sambil tertawa lepas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Upaya OJK DIY Tekan Gap Literasi dan Inklusi Keuangan yang Masih Lebar
- Setoran Dividen BUMN untuk APBN Dialihkan ke Danantara, Kementerian Keuangan Putar Otak
- Nilai Investasi Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia Tembus Rp15,1 Triliun
- Asosiasi E-Commerce Diajak untuk Mencegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar
- Serapan Tenaga Kerja DIY Capai 34.950 Orang dalam Setahun
Advertisement

Jadwal KRL Jogja Solo Hari Ini, Senin 12 Mei 2024, Berangkat dari Stasiun Lempuyangan hingga Purwosari
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Harga Bahan Pangan Hari Ini Minggu 11 Mei 2025, Bawang Merah Rp39 Ribu hingga Cabai Rpp51 Ribu
- Libur Waisak 2025, KAI Commuter tambah 4 Perjalanan KRL Jogja Solo
- Libur Panjang Waisak, Asita DIY Sebut DIY dan Jawa Tengah Masih Jadi Favorit Wisatawan
- Ada Diskon Tambah Daya 50 Persen dari PLN, Cek Syaratnya
Advertisement