Advertisement

Surosmith Beri Sentuhan Modern pada Perak Kotagede

Rheisnayu Cyntara
Sabtu, 29 Desember 2018 - 10:30 WIB
Mediani Dyah Natalia
Surosmith Beri Sentuhan Modern pada Perak Kotagede Pemilik Surosmith Tita Dwi Ivariana - Harian Jogja/Rheisnayu Cyntara

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Perak menjadi salah satu logam mulia yang umum digunakan sebagai perhiasan. Jogja pun memiliki pusat kerajinan perak yang tertua dan masih menerapkan cara-cara tradisional untuk produksinya. Namun bagaimana jika cara produksi yang tradisional tersebut dikombinasikan dengan desain modern?

"Saya dulu pernah ke Bali, untuk mengurus bisnis fesyen. Di sana saya kaget, cincin-cincin perak dengan desain yang bagus dijual sangat murah, hanya puluhan ribu. Dari situlah saya menelisik kerajinan perak ini. Ternyata di Jogja ada, bahkan yang proses produksinya lebih tradisional dibandingkan Bali [di Kotagede]" ujar Tita Dwi Ivariana saat bertemu dengan Harian Jogja, Jumat (28/12).

Advertisement

Mulanya Tita memang berkecimpung di bisnis fesyen, bahkan sejak 2011 ia sudah konsisten membangun bisnis ini bersama seorang kawannya. Dari bisnis tersebut, mereka sudah memiliki toko fesyen offline yang terletak di tengah kota. Baju yang ia kenakan siang itu pun, merupakan baju yang ia desain sendiri. Namun suatu waktu, ketika salah satu kawannya melirik bisnis perhiasan, Tita merasa di sana lah minatnya bermuara. Maka ia pun mulai mencari perajin di Kotagede yang juga terkenal sebagai Kota Perak di Jogja.

Seni kerajinan perak Kotagede memang muncul sejak lama, bersamaan dengan Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16. Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, abdi dalem kriya diperintahkan untuk membuat perhiasan dari emas dan perak. Seni kerajinan logam tersebut lantas makin berkembang pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII. Hingga kini, kita masih bisa menemukan jejak kejayaannya di hampir seluruh wilayah Kotagede yang terletak di tenggara Kota Jogjja ini.

Tita bahkan mengajak Harian Jogja blusukan ke Kampung Pringgolayan, tempat perhiasannya dibuat. Menemui Tego, perajin yang sudah cukup lama bekerja sama dengannya. Di rumah Tego, perhiasan dengan label Surosmith dibentuk. Mulai dari bahan mentah hingga siap digunakan oleh pemesannya. Semua dikerjakan dengan manual, tanpa menggunakan tenaga mesin. Tego sendiri yang membuat pola hingga menggarap finishing, tanpa bantuan asisten. Kualitas perhiasan Surosmith sangat mudah dikontrol.

Sedangkan dari segi desain, Tita menyebut produknya berbeda dengan desain perhiasan ala Kotagede yang relatif etnik. Perhiasan yang dijual oleh Surosmith menerapkan desain yang modern. Potongannya simpel tetapi tetap elegan. Detailnya tak rumit tetapi enak dipandang. Maka ia mengangkat tagline Modern Ambiance to The Most Ancient Jewelry Processing". "Saya memang bukan penghobi perhiasan yang etnik. Maka seluruh desain Surosmith ini saya buat sendiri, kadang saya mengeluarkan seri khusus berisi beberapa desain untuk dipasarkan," katanya sambil menunjukkan beberapa cincin dan anting hasil rancangannya.

Bermula dari satu dua produk yang ia kenakan sendiri, Tita memberanikan diri untuk memasarkannya melalui media sosial Instagram. Tak dinyana, produknya dilirik oleh konsumen. Bahkan ia mengenang ada konsumen yang terus menerus memesan ulang produk buatannya. Tita pun makin mantap untuk terjun di bisnis ini. Memulainya sejak akhir 2017, pada awal 2018 Tita melepaskan bisnis fesyen yang sudah ia jalani selama kurang lebih tujuh tahun dan fokus mengurus Surosmith. Laiknya bisnis baru, Tita mengaku menghadapi beberapa trial dan error hingga mampu ada di posisi saat ini. "Pernah pindah pengrajin karena hasilnya kurang bagus," ujarnya sambil tersenyum.

Namun dengan kualitas Surosmith saat ini, ia bahkan sudah menerima pesanan dari beberapa artis Ibukota. Sebut saja Monita Tahalea hingga pernikahan Baim Wong dan Paula Verhouven. Menurut Tita, tempaan pengalaman selama menjalankan bisnis ini malah membuatnya mendapatkan banyak pengetahuan. Bahkan kini ia paham betul ada berbagai macam jenis cara produksi perak, mulai yang 100% dikerjakan secara manual hingga menggunakan cetakan cor untuk produksi yang masal. Label Surosmith yang ia ambil dari nama buyutnya yakni Suro Semito menjadi jalannya untuk terus berkarya dan mengangkat potensi kerajinan lokal Jogja. "Saya rasa nama buyut saya ini ngrejekeni [membawa rezeki]," tuturnya sambil tertawa lepas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Digelontor Danais Rp2,57 Miliar, 4 Kalurahan di Menoreh Ini Bakal Bangun Instalasi Air Bersih

Kulonprogo
| Jum'at, 19 April 2024, 16:47 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement