Advertisement
Produk Handmade Terkendala Jumlah Produksi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Perajin furnitur di DIY memiliki potensi yang tinggi untuk menghasilkan produk kerajinan tangan berkualitas tinggi. Di sisi lain, produk ini juga menjadi kelemahan.
Ketua Bidang Organisasi DPP Asosiasi Industri Mebel & Kerajinan Indonesia (Asmindo) Endro Wardoyo mengungkapkan Indonesia merupakan salah satu negara yang diincar buyer untuk mebel karena memiliki sumber daya sendiri. Indonesia termasuk di dalamnya DIY menjadi pusat industri dan produksi mebel yang berkualitas.
Advertisement
Para buyer pun sudah memiliki jadwal roadshow pameran mebel di Asia di mana Indonesia termasuk di dalamnya. Setiap tahun ada dua sirkuit di Oktober dan sirkuit yang ramai pada Maret yang dimulai dari Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, Indonesia, kemudian ditutup di Guangzhou China pada 21 Maret 2020. Di Indonesia ada dua event besar yang jadi langganan buyer yakni IFEX dan JIFFINA.
"Kunci buyer untuk melihat produk memang di pameran dan pameran di Indonesia selalu ramai karena produknya bagus dan diminati buyer. Potensi kita besar dan perajin kita berbakat," kata dia, Senin (20/1)
Namun, keterampilan perajin dan melimpahnya bahan baku terancam oleh kemajuan teknologi negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
"Secara bahan baku mereka kalah dengan kita. Mereka menangnya di desain, teknologi, mesin, dan lainnya. Sebetulnya kelemahan kita ada di handmade karena tidak bisa memenuhi kapasitas dan jumlah besar," ujar dia.
Endro mengakui handmade membuat produk menjadi unik dan bernilai tinggi. Produk ini memiliki nilai jual yang tinggi dibandingkan produk yang dibuat dengan mesin. Namun, di sisi lain produk handmade tidak bisa dibuat sangat banyak atau massal. "Enggak bisa massal karena original dan tidak pakai mesin. Kelemahannya kapasitas produksi enggak bisa naik. Memang handmade ini punya nilai tawar. Justru karena enggak bisa dijual massal maka harganya mahal. Tapi, kembali ke kapasitas enggak bisa mencukupi permintaan pasar yang tinggi," kata dia.
Ketersediaan tenaga siap pakai juga menjadi kendala pada produksi produk handmade. Produk yang dibuat sepenuhnya oleh tangan memerlukan keterampilan, keahlian, kemampuan, dan kecepatan tertentu. Pola kerja sama dengan perajin lain ketika banyak pesanan handmade pun baru tampak mudah secara teori. "Praktiknya susah. Kadang pesanan bersifat sementara dan skill perajin beda-beda. Orang baru prosesnya lama karena harus diajari dulu. Nanti larinya ke kualitas," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
- Satgas Pemberantasan Keuangan Ilegal Blokir 585 Situs Pinjol Ilegal
- Melemahnya Rupiah Tidak Lantas Mendorong Naiknya Kunjungan Wisman ke DIY
Advertisement
Advertisement
Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Usai Libur Lebaran, Harga Cabai, Daging, Bawang Merah dan Gula Kompak Naik
- INNSiDE Yogyakarta Umumkan Pemenang Grand Prize Bu Iin
- Antisipasi Perang Iran Israel, Program Gas Murah Bakal Dilanjutkan
- PT KAI Sebut KA Joglosemarkerto Jadi Favorit saat Libur Lebaran
- Nilai Tukar Rupiah Remuk, Ini Langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Selamatkan Ekonomi
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
- Mark Zuckerberg Jadi Orang Terkaya Ke-3 di Dunia, Kalahkan Elon Musk
Advertisement
Advertisement