Advertisement
Benarkah Ada Dugaan Praktik Monopoli di Bisnis Pelumas Oli?

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Kepala Seksi Penyiapan dan Penerapan Standarisasi Hulu Migas, Kementerian ESDM, Ilham R Hakim, menyebutkan bahwa setiap produk pelumas atau oli yang diedarkan ke masyarakat sebenarnya telah dijamin mutu dan standarnya oleh negara.
Sehingga tidak perlu ada isu yang berkembang terkait beda merek pelumas akan merusak mesin, atau merek kendaraan tertentu harus menggunakan oli tertentu. Mindset yang terpatri tersebut akan melanggengkan praktik monopoli oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki bengkel resmi.
Advertisement
Baca juga: Data Pekerja Terdampak Covid-19 Belum Diperbarui, Disnaker Sleman Terima Pengaduan Mandiri
"Kami pastikan negara hadir melindungi konsumen dimana pelumas ini diawasi dan memiliki mutu standar," kata Ilham dalam Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Dugaan Praktek Monopoli dalam Bisnis Pelumas dan Perlindungan Konsumen' ditulis Jumat (4/9/2020).
Selain itu Kualitas pelumas juga dinyatakan dengan pengawasan standar mutu pelumas oleh Ditjen Migas sesuai Permen ESDM No. 053/2006 yaitu setiap pelumas harus terdaftar Nomor Pelumas Terdaftar (NPT), selain standar SNI dan standar internasional lainnya.
Ilham mengatakan pihak Ditjen Migas telah melakukan penertiban terkait NPT dari 2016 edaran sebanyak pelumas tanpa NPT sebesar 7,2 persen kemudian turun hingga 3,5 persen di tahun 2018.
Baca juga: Sebaiknya Hindari Pasang Pemanas Air Jika Kandungan Air di Rumah Tinggi Zat Besi
Paul Toar selaku Ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) dalam kesempatan yang sama, menyebutkan bahwasanya dengan munculnya praktik monopoli pada akhirnya hanya akan merugikan konsumen serta perekonomian nasional. Bahkan bisa mematikan para pengusaha-pengusaha kecil yang bergerak di sektor pelumas (Oli).
"Seperti yang kita tahu saat ini bahwasanya di dalam dunia pelumas itu kebanyakan para pemain dari perusahaan kecil, oleh sebab itu kesehatan bisnis di sektor pelumas akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia," ucapnya.
Paul juga menyebut, keraguan menggunakan pelumas merek lain terjadi karena adanya faktor monopoli. Padahal, kualitas pelumas yang beredar sudah sesuai ketentuan pemerintah.
“Sekali lagi, hal itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat. Terlebih adanya power of monopoly dari agen pemegang merek dengan modus jika menggunakan olinya, maka garansi atas kendaraan tidak akan gugur dan sebagainya,” jelasnya.
Dia menegaskan, bahwa keterlibatan masyarakat untuk mengawal proses persidangan KPPU sangatlah penting. Hal ini berkaitan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Ditha Wiradiputra Ketua Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha FHUI (LKPU - FHUI) menambahkan secara perspektif hukum persaingan usaha, praktik yang dilakukan beberapa perusahaan yang menjual hanya beberapa pelumas atau oli di bengkel resminya, bisa juga masuk kategori praktik Monopoli.
"Jika suatu perusahaan, dalam hal ini menggunakan kekuatan pasarnya untuk mengatur penjualan dari dealer yang diajak kerjasama, ia bisa dikatakan melakukan monopoli. Jadi suatu usaha mereka punya kekuatan monopoli dan memindahkan kekuatan monopolinya ke pasar tempat lain," jelasnya.
Meski demikian ia mengatakan pelaku usaha bakal melakukan justifikasi terkait monopoli tersebut, dengan mengatakan produk yang dijual merupakan bagian dari satu kesatuan produk tertentu, atau harga yang diberikan lebih murah dan tidak merugikan konsumen.
“Ini memang ada potensi pelanggaran persaingan usaha dan bahkan konsumen sendiri tidak sadar karena justifikasi tersebut seolah-olah menjadi kewajaran sampai hari ini," jelas Dhita
Tulus Abadi selaku Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat tersebut akan sangat mereduksi hak-hak dasar konsumen yang dijamin di dalam UUPK, yaitu konsumen tidak ada pilihan produk yang variatif, yang mengakibatkan konsumen tidak bisa memilih suatu produk, barang dan jasa.
Padahal di dalam Pasal 4 UUPK, tambahnya, dimandatkan bahwa salah satu hak dasar konsumen adalah hak untuk memilih (Right to choose) dikarenakan tidak adanya hak untuk memilih akan berdampak pada dimensi kualitas produk dan atau ongkos kemahalan suatu produk.
"Sehingga ending dari praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, adalah kerugian konsumen. Jadi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, selain akan mematikan pelaku usaha lain, juga akan 'mematikan' hak-hak konsumen," serunya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerbangan Susi Air Jogja-Bandung Bakal Dibanderol Rp1,75 Juta
- Sri Mulyani Ungkap Saldo Akhir APBN 2024 Sebesar Rp457,5 Triliun
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
- Semarakkan Solo Raya Great Sale 2025, Ada Diskon Tarif Kereta Api 10 Persen, Ini Daftarnya
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
Advertisement

Uji Coba Lantip di Jogja, Roda Empat Paling Sering Langgar Batas Kecepatan
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Ekspor DIY Tumbuh 10,57 Persen hingga Mei 2025, Disperindag Sebut 3 Faktor Pendorong
- Ini Komentar Ekonom UMY Soal Pemangkasan Target Pertumbuhan Ekonomi
- Gojek Siap Kaji Perubahan Tarif Ojek Online Mengikuti Regulasi Pemerintah
- Penerbangan Susi Air Jogja-Bandung Bakal Dibanderol Rp1,75 Juta
- DPR Usulkan Ada Sistem Cadangan Darurat Industri Nasional
- Pusat Data Indonesia Jauh Tertinggal Dibanding Malaysia
- Menteri Pertanian Sebut Beras Subsidi Oplosan Beredar di Minimarket
Advertisement
Advertisement